Saturday, October 28, 2017

Sagan Punya Pasar



Pernah mendengar Pasar Sagan?

Sabtu itu (28 Oktober 2017) tepat pada hari Sumpah Pemuda dan ulang tahun seorang teman. Kopi Yuk! berkesempatan ikut serta berjualan di Pasar Sagan.

Pasar Sagan merupakan pasar komunitas yang mempertemukan antara prosumer (produsen-konsumer) dengan prosumer lain. Intinya, Pasar Sagan menjual barang hasil karya mereka sendiri untuk dijual pada sesama anggota komunitas tersebut. Paham? Kalau masyarakat Eropa menyebutnya kolaborasi konsumsi.

Pasar Sagan diadakan setiap satu bulan dua kali, tepatnya di minggu ke-2 dan ke-4. Bertempat di IFI (Institute Francais Indonesie) Yogyakarta. Sang penggagas Pasar Sagan tidak lain adalah Sarah yang berbaik hati mengajak kami untuk turut meramaikan Pasar Sagan edisi Sumpah Pemuda.

Dari total tiga jam keikutsertaan pada hari itu ada beberapa hal unik yang kami jumpai. Mulai dari komentar pembeli:

"Alatnya serius banget mas," 

"bedanya kopi ini sama yang itu apa ya?" sampai "saya sukanya yang agak pahit (pertanyaan ini muncul kebanyakan dari pembeli kaum Hawa)"

Cerita unik lainnya ada pada biji kopi yang kami bawa. Kami memperoleh biji kopi tersebut dari salah seorang teman bernama Albertus Eko yang sangat akrab dipanggil Berto. Kopi tersebut merupakan karya tanah Temanggung.

Kami mengira kopi Gayo dan Kalingga yang kami bawa bakal mendapatkan apresiasi lebih dari pembeli. Namun setelah disimpulkan, penjualan terbanyak justru didapatkan oleh "kopi tamu", yaitu kopi Temanggung.

Kami menduga bahwa pilihan konsumen didasarkan pada harga di selembar menu yang kami pajang. Dan asumsi berikutnya adalah, barangkali konsumen kami tampaknya belum bisa membedakan rasa biji kopi.

Hal ini diperkuat dengan pertanyaan dari konsumen, "apa bedanya?" meskipun kami telah memberikan rekomendasikan pilihan lain yang labih baik (dengan rasa yang sudah bisa dilegitimasi berdasarkan lidah ahli).

Sebagai penutup, berdasarkan observasi kami selama tiga jam, pembeli Kopi Yuk! tampaknya lebih mengutamakan harga daripada rasa. Karena itu, rekomendasi barista belum begitu dijadikan pertimbangan atas keputusan pembelian. Well, mungkin terlalu awal untuk menyimpulkan, kami harus 'bertualang' lagi untuk menemukan apa yang cocok buat pembeli kami.

Boleh lupa nama, tapi jangan lupa rasa.