Sunday, December 24, 2017

Bulan Berair


November Rain. Lagi-lagi saya menulis diawali dengan judul sebuah lagu dari salah satu legenda band Gun and Roses. Bulan November tanggal 15 tepatnya kami mulai menyeduh di kedai minimalis ini. 

Hari pertama itu derasnya hujan mewarnai kedai kami. Pas sekali sambil menyeruput kopi hangat seduhan kami. 

Saat itu kami memiliki promo “Bayar Suka-suka” untuk semua menu kopi yang kami tawarkan. Promo di social media kami waktu itu hanya memiliki setidaknya sepuluh followers. Sakit kan? Haha. Tapi tidak hanya itu saja. Kami juga menyebarkan promo lewat semua kontak yang ada di smartphone masing-masing.

Pembeli pertama kami jatuh ke tangan arsitek muda yang membantu kami untuk mendesain kedai mungil ini yaitu Misty. Kemudian barulah berdatangan teman-teman yang mendukung kedai dengan umurnya belum genap satu hari. Di tengah hujannya Taman Kuliner Condongcatur pada waktu itu obrolan kami pun sangat menyenangkan. Banyak sekali masukan yang kami dapat dari komentar mulai dari suasana kedai sampai pada menu yang kami sajikan. 

Standing Bar merupakan konsep awal yang kami bawa untuk meramaikan Taman Kuliner Condongcatur. Tidak ada kursi, hanya ada sebuah bar kayu yang kami pesan dari seorang teman.

“Capek juga ya.”

Begitu celetuk salah seorang teman kami di tengah obrolan yang makin malam makin asik. Karena dua jam lebih kami ngobrol dengan berdiri dan menyandar pada bar kayu atau tembok. Sekejap keputusan untuk melanjutkan konsep standing bar gugur. Keesokan harinya kami membeli kursi bekas namun masih indah dipandang untuk disandingkan di salah satu sudut kedai Kopi yuk!


Aroma tanah sedap berpadu dengan aroma kopi hangat memang nikmat. Lebih santai sambil duduk di kursi yang baru kami beli. Semoga hujan saat itu jadi berkah.

Saturday, December 23, 2017

Menu Tamu Pertama



Tengah Desember dan hujan di Bulan desember. Saya dan Bing memutuskan untuk mendatangkan menu tamu pertama yang bertajuk kopi dingin.

Kenapa tidak kopi hangat saja supaya bisa menghangatkan di tengah hujan. Tidak. Yang butuh kehangatan di saat hujan hanyalah manusia lemah. Itu kalimat yang tiba-tiba muncul ketika saya menuliskan sekarang ini. Haha.

Menu dingin dipilih karena lebih seksi daripada menu hangat. Ini artikel yang subjektif. Biar saja, toh yang menulis hanyalah saya seorang Wak. Biasanya saya selalu ngomong seenaknya di tulisan-tulisan ini. Menu ini terilhami dari sobat Kopi Yuk! yang sering mampir ke kedai. Permintaan meningkat maka saya dan Bing mengabulkannya, bukan menaikkan harganya.

Oke! Menu tamu bulan Desember ini kami beri nama Café au lait sucré (dibaca: cafe ole sukre atau CLS). Menggunakan penamaan dalam bahasa Perancis supaya “beda aja” gak lebih. Ya se-sepele itu sudah cukup supaya tak usah terlalu banyak memutar otak lebih lama. 

CLS memiliki rasa manis krim dan milky tapi tetap intens pada rasa khas kopi. Ditambah dengan es batu supaya lebih nikmat saat dinikmati dingin. Gimana? Sudah bisa terbayangkan rasanya seperti apa saat menu tamu ini menyentuh lidah dan mengalir deras ke tenggorokan?


Kalau belum mungkin kamu bisa mencobanya segera di kedai mungil kami di Taman Kuliner Condongcatur. Kalau sudah, mari berdiskusi lagi untuk membuat menu tamu lain. Oia! Menu tamu CLS ini hanya ada sampai akhir tahun 2017. Di tengah bulan Januari 2018 kabarnya ada menu tamu lagi yang akan datang meramaikan dan memanjakan kamu di setiap teguknya.

Friday, December 22, 2017

Surat Terbuka Untuk Bapak Jokowi Dari Kopi Yuk!


Ini bukan untuk click bait. Ini surat serius (yang kelewat santai) untuk bapak Presiden Republik Indonesia. Kami cuma mau berbagi kisah soal biji kopi di negeri kita tercinta, Indonesia. 

Mungkin ada yang belum tahu kalau Indonesia adalah negara dengan varian kopi dari Sabang sampai Merauke (2017 hampir usai dan masih banyak yang belum tahu??). Bangga? Jelas, ini sebuah kebanggaan.

Si Wak punya cita-cita dan menurut pandangan pribadi hal tersebut sangat mulia. Cita-citanya adalah ingin semua orang bisa menikmati kopi (berupa biji kopi roasting-an, digiling, dan diseduh dengan berbagai macam teknik) tanpa harus membebani peminum kopi dengan harga mahal.

Demi Kopi Terbaik

Sejujurnya kami punya program "Untuk Beli Biji Kopi Premium." Tulisan pada label putih tersebut kami tempel pada kaleng tip warna hijau muda. Kalian bisa melihatnya tepat di samping toples-toples kopi kami.

Tujuannya bukan untuk tip karena servis kami baik melainkan untuk subsidi membeli kopi kualitas premium sehingga pelanggan di kedai kopi kami tidak dibebani harga tinggi.

Nah sebelum terlalu jauh, kami jelaskan apa itu kopi kualitas premium dan apa bedanya dibanding kopi lain. Di sini kami ambil referensi dari tulisan lain.

Kopi kualitas premium yang dimaksud dalam artikel ini adalah kopi spesialti, yaitu kopi dengan treatment khusus. Kopi seperti ini memiliki aroma dan rasa yang lebih enak dibanding kopi komersil.

Sedangkan maksudnya perawatan khusus adalah, biji kopi yang dihasilkan telah mendapat perhatian khusus sejak awal tanam, seperti kondisi iklim, ketinggian, dll. Bahkan ketika mencapai tahap panen, prosesnya pun dipilah secara seksama. Nah, premium dalam tahap ini adalah kondisi biji kopi benar-benar diperhatikan. Satu per satu!

Salah satu customer Kopi Yuk!, Pamian Risandra -kami sering menyebutnya Paiman- adalah pedagang biji kopi Toraja premium. Dia menjelaskan bahwa proses produksi kopi kualitas premium memang seperti yang telah kami jelaskan pada paragraf sebelumnya.

Pemilihan biji kopi dilakukan untuk menyingkirkan yang cacat, berjamur, rusak, pecah. Biji kopi seperti ini jelas tak masuk hitungan karena akan berdampak pada rasa tak sempurna alias pahit saat diminum. Tidak heran jika harga lebih mahal (Sekitar Rp 250 ribu per kilo, sudah termasuk roasting-an) dibanding biji kopi yang tidak melalui proses quality control seketat ini.

Harga Bisa Lebih Murah

Pada obrolan tersebut, kami bertanya kepada Paiman, tidak bisakah harga ditekan lebih rendah. "Bisa wae, masalah terbesarnya infrastruktur jalur distribusinya kuwi lho yang harus dibenakke (dibetulkan)," Kata dia. Maksudnya adalah kondisi jalan dari kawasan perkebunan kopi di sana menuju tempat pengolahan belum memadai. Jalur darat yang semestinya bisa murah, karena kondisi jalan tak memungkinkan, akhirnya memakai jalur udara dan jelas lebih mahal.

Kami tidak bermaksud menyimpulkan atau menggeneralisasi berdasarkan sekali obrolan pada malam itu. Hanya saja potret ini ada sebagai kasus khusus.

Nah, dari sini apa kaitannya dengan Pak Jokowi? Kami tahu program beliau dalam menghilangkan disparitas harga barang kebutuhan pokok atau komoditi terutama di luar Jawa dengan memperbaiki infrastruktur, seperti membangun jalan dan pelabuhan. Tentu saja cita-cita ini harus didukung.

Kami sebagai pedagang hanya punya mimpi sederhana yaitu dapat menyeduh biji kopi dari tanah tempat lahir, Indonesia dengan harga terjangkau untuk customer kami. Mudah-mudahan ini juga mimpi yang sama dengan pemilik kedai atau kafe lain.

Tabik!




Sunday, December 17, 2017

Riset: Rasa kopi (bukan) yang terpenting saat minum kopi di kafe



Baru-baru ini kami mengadakan riset kebiasaan konsumsi kopi terhadap 100 responden. Mereka yang diikutsertakan dalam studi ini adalah pengunjung kedai Kopi Yuk! di Taman Kuliner Yogyakarta dengan usia 17-39 tahun.

Riset dilakukan dalam rentang waktu satu bulan (16 November-16 Desember 2017), dengan metode purposive sampling, 35 perempuan dan 65 pria pengunjung kedai dipilih untuk mengisi kuesioner online. Berikut ini beberapa fakta menarik:

1. Malam Hari, Waktu Minum Kopi


N: 100
Multiple response
Kebiasaan minum kopi di kalangan pengunjung Kopi Yuk! agak unik. Hampir setengah responden memilih malam hari sebagai waktu paling sering minum kopi.

Sementara, berdasarkan hasil riset lain yang dilakukan peneliti neuroscientist di Uniformed Services University of the Health Sciences di Maryland, AS, Steven Miller mengatakan, “Di pagi hari, kopi paling efektif dinikmati antara pukul 09.30 hingga 11.30, saat kadar kortisol Anda menurun sebelum setelahnya naik lagi.

Meski begitu, masih ada 36% responden yang terbiasa meminum si hitam di pagi hari. Yah, ga apa-apa lah ya, yang penting jangan jotos-jotosan.


2. Dua Gelas Kopi per Hari


N: 100
Jika dirata-rata, 100 responden ini meminum minimal dua gelas kopi per hari. Kemudian apa arti jumlah ini? Dan apakah semakin banyak meminum kopi bisa berdampak baik atau buruk bagi kesehatan?

Saya coba kutip dari penelitian lain. Dalam sebuah riset di Annals of Internal Medicine meminum dua cangkir kopi per hari dapat menurunkan risiko gagal jantung 11 persen bagi perempuan dan seiring bertambahnya konsumsi kopi hingga tiga cangkir per hari dapat menurunkan risiko penyakit jantung sebesar 25 persen. Tapi hal yang sama tidak berlaku bagi penderita gagal jantung dengan sebab kelainan genetik.

Dalam penelitian lain soal diabetes, meminum tiga cangkir kopi per hari dapat menurunkan risiko terkena diabetes hingga 25 persen. Namun hal yang serupa tak berlaku jika kamu sudah terkena diabetes.

3. Minum Kopi untuk Refreshing


N: 100
Multiple response
Setengah responden yang menjawab, mengaku meminum kopi untuk refreshing. Artinya fungsi kopi tidak lagi hanya sebagai penghilang rasa kantuk, penambah semangat (fungsional) melainkan
sudah berada pada tahap rekreasi, pemuas diri, dan melepaskan diri dari kepenatan.

Tak diragukan lagi, sudah banyak penelitian mengenai manfaat kopi sebagai penambah energi dan stamina. Kini, dengan makin maraknya gerakan kopi generasi ketiga, kopi saat ini tak sekadar menjadi minuman biasa, melainkan sudah menjadi tren, gaya hidup khususnya di kalangan anak muda.

4. Perempuan Lebih Banyak Membelanjakan Uang di Kafe Ketimbang Pria


N:100
Oh ya? Saya pun kaget ketika menghitung hasilnya. Jumlah tepatnya 42,000 rupiah. Sedangkan pria jika dirata-rata hanya mengeluarkan 36,000 rupiah sekali berkunjung ke kafe di Yogyakarta.

Namun jika dirata-rata tanpa membedakan jenis kelaminnya, rata-rata responden menghabiskan Rp 38,000 sekali berkunjung ke kafe di Yogyakarta.

5. Rasa Kopi Bukan yang Terpenting Saat Minum Kopi di Kafe


N:100






Agak mengagetkan. Ternyata justru kebersihan tempat menempati prioritas utama para responden ketika minum kopi di kafe. Data indeks menunjukkan, semakin mendekati angka 5 (sangat penting) menunjukkan faktor tersebut memang diprioritaskan di kalangan responden.

Namun bukan berarti rasa kopi terabaikan. Nilai indeks menunjukkan, meski berada di bawah angka indeks rata-rata kebersihan kafe, rasa tetap merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan responden saat minum kopi di kafe.

6. Cake & Snack Jadi Cemilan Pas Ngopi

N: 100
Multiple Response
Begitu tahu hasilnya seperti ini, sebenarnya kami tak heran. Karena beberapa pengunjung sudah memberikan masukan. Kayaknya sepet, kalo gak ada cemilan pendamping minum kopi. Kami pun sebenarnya sudah mengakalinya dengan program Rabu: Ni Putu Kopi.

Sebanyak 25% responden mengaku biasa memakan cake sebagai pendamping minum kopi selagi di kafe di Yogyakarta. Snack atau crackers dipilih 24% responden sebagai kudapan selain cake. Bentuk cemilan lain ada biskuit (17%), sandwich (15%) dan Muffin (12%).

7. Gerai Raksasa dari Seattle masih Top of Mind

Ketika ditanya soal brand kafe/kedai kopi yang paling diingat, mayoritas responden menjawab Starbucks. Tak diragukan lagi memang. Franchise dari Seattle, AS yang berdiri sejak 1971 ini kuat dari segi brand dan marketing-nya.

Nah, itu dia review singkat dari riset perdana kami soal Kebiasaan Mengonsumsi Kopi. Kami tahu masih banyak kelemahan dan kekurangan pada riset ini. Namun setidaknya, tak ada salahnya mencoba dan memulai.

Oh iya, setelah ini kami akan mengadakan riset yang melibatkan banyak responden. Untuk temanya masih digodok. Kami sangat terbuka jika ada rekan-rekan yang ingin memberi masukan, atau bahkan bekerjasama dengan kami dalam proyek riset ke depan. Mari bangun bersama! :D





Pagi Yang Menakjubkan


Familiar dengan judul di atas? Mungkin generasi 90an sudah pernah mendengarkan lagunya Sheila On 7. Yes! salah satu band favorit saya juga. Ada apa dengan sang pagi? Kebetulan saya tidak pernah melihat sang pagi datang. hehe.

Saya bangun selalu siang, sekitar jam 10 baru bangun. Bukan karena malas bangun pagi. tapi saya tidak pernah mendengarkan alarm yang sudah saya setel jam 06.25. Entah apa sebabnya saya suka bangun pada jam itu (dulu). Mungkin terlalu pagi untuk beberapa orang, tapi tidak juga. Saya bangun pagi untuk olahraga. Saya tidak pernah ngopi pagi. Lucu ya, punya kedai kopi dan menyeduh untuk pelanggan tapi tidak membiasakan menyeduh kopi buat diri sendiri.

Sudah satu bulan kedai Kopi Yuk! buka dan baru dua hari kami benar-benar libur. Memang kami tutup di hari minggu. Tapi ternyata punya usaha yang dijalankan sendiri itu sangat menguras tenaga. Jujur, lelah pasti, tapi selalu menyenangkan di setiap seduhannya. Saya dan Bing tiap minggu selalu ada pembicaan atau pekerjaan serius, seperti strategi yang harus kami jalankan sampai melengkapi kebutuhan kedai.

Oke sekarang waktunya masuk ke pembahasan. Pada suatu pagi saya berpikir (sendiri), perbincangan antara otak kanan dengan otak kiri, antara kaki dengan kepala, dan antara saya dengan ah sudahlah. Ini tentang peneguhan. Peneguhan tentang perjalanan perkopian yang sedang saya jalankan bersama Bing. Meyakinkan diri sendiri dengan cara nekat itu gila! 


Untung kami berdua baru gila-gilaan saja belum gila betulan. Saya lupa suatu hal, pernah ada orang bijak yang saya temui dan dia berkata, “Jika kamu ragu, lebih baik berhentilah. Tapi jika kamu yakin walaupun 1% saja lebih baik kamu nekat.”

Sunday, December 10, 2017

Lelang Karya 2: Kopi sebagai Pusat Semesta

Kali ini saya mengkategorikan karya empat peserta sisanya karena kesamaan ide: kopi sebagai sumber inspirasi, awal memulai aktivitas tertentu, atau pengalaman personal terhadap kopi itu sendiri. 

Nah, kita mulai dari...

@zsinelir

ig: zsinelir (2017)
Judul Karya: (1) Mencari Kopi - Biru (2) Mencari Kopi - Hijau (3) Mencari Kopi -Pink

Lebih akrab dipanggil Hans. Begitu datang ke kedai kami langsung mencari kopi. Setelah memesan Cold Brew Bali, pria berjambang dan berjanggut tebal ini langsung menggoreskan tinta ke cup kami. ‘Mencari Kopi’ inilah yang menjadi judul dan inspirasi Hans. “Ketika digabungkan ketiga cup ini sebenarnya satu cerita, yaitu ada objek orang dengan tangan dan kaki, semacam tentakel, yang mencari gelas kopi,” ujar dia.

Hans mengaku, tidak mudah untuk menggambar cup, karena bidang tidak datar. Selain itu juga, “pertama kali menggores tinta (di cup) itu mengerikan,” ujarnya. Karena, menurut dia, tidak ada sketsa awal. Karya Hans akan dilelang mulai dari Rp 15,000 per karya. Kamu penasaran dengan orangnya? Cek aja ig-nya di @zsinelir

@daruf


ig: daruf (2017)
Judul Karya: First Stage

Merasa tidak asing dengan objeknya? Yap, Mario Bros. Buat anak 90-an pasti familiar banget dengan tukang ledeng Italia ini (Sori foto Mario Bros-nya berada di sisi yang tak terlihat). Ndaru, sang kreator mengibaratkan adegan awal Mario Bros di stage 1 ini sebagai suasana pagi. "Ibaratnya ini seperti memulai aktivitas di pagi hari, biasanya ya ngopi," jelas dia. Kopi, menurutnya sangat cocok untuk mengawali hari.

"Tadinya mau menggambar satu rangkaian stage (scene di dalam lorong, air, dll). Jadinya hanya mengambil satu cuplikan. Kalau semuanya gambarnya nanti terlalu kecil, " pungkas pengusaha sepatu ini. Karyanya mulai dibanderol Rp 15,000 di lelang kali ini. Silakan jika penasaran dengan orangnya, bisa dilirik di ig @daruf

@adityawijang

ig: adityawijang (2017)
Judul karya dari kiri ke kanan: (1) Everybody deserves Coffee (2) Painfully Temptation (3) Perpanjangan
Everybody deserves Coffee merupakan pemaknaan Sasongko bukan hanya terhadap keragaman biji kopi, melainkan juga warna-warni karakter peminumnya. "Mau antagonis, plegmatis, kolerik, semua orang memulai harinya dengan kopi," tegasnya. Kenapa karakternya astronot? Karena dirinya mengaku menemukan banyak orang aneh di tempat minum kopi.

Painfully Temptation adalah pengalaman buruk Sasongko terhadap kopi namun disampaikan melalui kebenciannya (juga) terhadap seafood. Kebetulan penyiar radio ini memiliki memori buruk terhadap makanan laut. "Kalau dengan seafood sempat kena gatal-gatal, kalau dengan kopi sempat punya sejarah asam lambung," ungkap dia.

Kopi adalah sarana perpanjangan ide. Kopi adalah benda yang dapat memancing diskusi. Selain itu, kopi merupakan penghubung dengan orang lain atau bahkan menjadi teman sekaligus. Itulah penjelasan Sasongko ketika ditanyai apa maksud dari banyaknya tangan-tangan berkelindan yang dia gambar di Perpanjangan.

Sama seperti yang lain, karya pria yang gemar membanyol ini akan dilelang dengan harga permulaan Rp 15,000. Buat yang penasaran seperti apa orangnya, silakan bedah ig-nya di @adityawijang

@jsfadi  

ig: jsfadi (2017)
Judul Karya: (1) Be Gold (2) Solitude (3) Coffee First Talk Later
Kopi berfungsi sebagai penghangat suasana. Bisa diminum kapan pun, dimana pun. Maka tak heran, karya Momo, begitu dia akrab dipanggil di kalangan teman-temannya, menampilkan gambar pegunungan, cemara, rumah kayu lengkap dengan cerobong yang mengeluarkan asap. Karya berjudul Solitude-nya mampu menimbulkan ketenangan diri ketika melihatnya.

Dua karya lainnya, berbentuk tulisan. Permainan tipografi dan goresan tintanya menimbulkan kesan unik. Kenapa Be Gold dan Coffee First Talk Letter menjadi pilihan Momo? "Karena ketika ngobrol sambil ngopi, pasti menghasilkan diskusi yang lebih (berbobot), makanya ngopi dulu baru ngobrol," ujarnya sambil bergurau. 

Karya Momo akan dilelang dengan harga awal sama dengan yang lain yaitu Rp 15,000 per karya. Bagi yang pengin tahu orangnya seperti apa? Wajib cek di ig: @jsfadi

Nah, itu dia teman-teman yang berpartisipasi pada acara perdana Kopi Yuk! Berikutnya akan saya jelaskan proses lelang dalam poin-poin berikut:
  1. Calon pembeli karya memilih satu atau lebih cup yang diminati
  2. Calon pembeli karya yang berminat, diwajibkan menyampaikan tawarannya via Direct Message (DM) di halaman FB Kopi Yuk!
  3. Kirimkan dalam format DM di FB page Kopi Yuk! Contoh: Karya @jsfadi no. 1 Rp 50ribu
  4. Harga yang dipasang calon pembeli karya tidak boleh lebih rendah dari Rp 15,000. Namun jika harga penawaran yang dipasang adalah Rp 15,000 diperbolehkan.
  5. Pemenang lelang adalah penawar dengan harga tertinggi terhadap karya seni yang dipilih
  6. Sistem lelang berlangsung tertutup. Maksudnya penawar tidak mengetahui harga yang dipasang penawar lain
  7. Periode lelang berlangsung hingga 17 Desember 2017
  8. Pemenang lelang akan diumumkan
  9. Pemenang lelang wajib mentransfer atau membayar langsung ke kedai Kopi Yuk! Untuk nomor rekening yang dituju akan diberitahu kemudian
  10. Untuk pemenang lelang dari luar Yogyakarta, barang akan dikirimkan via pos/jasa pengiriman paket lain sesuai alamat tertuju. Biaya kirim ditanggung pemenang. Pemenang dari Yogyakarta bisa mengambil langsung ke kedai Kopi Yuk! di Taman Kuliner CondongCatur.

Lelang Karya 1: Imaji Melampaui Langit

Seperti janji kami kemarin, para peserta yang telah berpartisipasi di gelaran Menggambar Cup Kopi Yuk! Bareng-Bareng bakal dibahas mengenai cerita di balik proses kreatif mereka. Selain itu, kalian juga bisa 'berkompetisi' memiliki beberapa karya mereka melalui sistem lelang. Nah, kita mulai dari cerita karya peserta masing-masing dulu ya, yuk!

Barangkali kalau boleh saya simpulkan, ada dua kategori dari 18 karya para pegiat gambar yang ikut serta di acara tempo hari. Dan, saya tahu ketika menulis pengelompokkan ini, saya rasa teman-teman ini juga tidak terlalu suka untuk dikategorisasikan hehehe...Setidaknya saya mencoba mempermudah (atau sebaliknya?)

Tulisan pertama dari dua seri ini akan dimulai dari kategori pertama: 'Imaji Melampaui Langit'. Kenapa begitu? Karena saya melihat karya beberapa peserta dalam memvisualkan ide terwakilkan dari objek unik, modifikasi terhadap benda dan warna-warna cerah. Saya tahu barangkali kategori ini tidak begitu tepat penamaannya. Kita mulai dari peserta pertama:

@rasefour

ig: rasefour (2017)
Judul karya dari kiri ke kanan: (1) Universe Kuning-Coklat (2) Universe Hijau (3) Universe Biru (4) Universe Pink
Rasefour melalui karyanya bercerita tentang konsep semesta. Universe kuning coklat mewakili nuansa kerajaan tropis, semacam kepulauan. Hijau, adalah representasi dari negara yang tenang. Biru menggambarkan negara musim dingin, "ditambah karakter tokoh pemarah, karena orang ketika musim itu mudah sensi," ujar pemilik nama asli Gandhi ini. Sementara pink, mengisahkan pasangan petualang antargalaksi yang bertugas mengantar surat.

Keseluruhan proses kreatif ini dilakukannya tanpa sketsa dasar. "Jadi harus siap-siap improvisasi," jelasnya. Harga lelang dibuka Rp 15,000 per karya. Penasaran dengan orangnya? Kamu bisa cek ig-nya di @rasefour

@dionbojes

ig: dionbojes (2017)
Judul karya: Energi
Spontan. Jawab Bojes singkat ketika ditanya soal asal muasal idenya. Dia mengaku memulai gambar dari bawah (sayangnya kami tidak memotret bagian bawah cup). "Objek gambar bunga matahari yang aku gambar, itu karena pagi tadi bapakku membeli bunga itu," katanya. Kemudian berlanjut menggambar ke objek pohon dan jantung pada sisi cup. Seperti terlihat pada foto, karyanya dibuat dengan melibatkan titik (dot) sebanyak mungkin sehingga membentuk gambar jantung dan rangkaian jaringan berkelindan seperti batang dan membentuk dedaunan.

"Pusat aliran darah makhluk hidup itu dari jantung, berperan sebagai filter juga. Intinya jantung sebagai sumber energi," Ujar Bojes soal alasan pemilihan judul Energi. Harga lelang dibuka dari angka Rp 15,000 untuk karya ini. Penasaran dengan orangnya? Cek ig-nya di @dionbojes

@saashaaaa

ig: saashaaaa (2017)
Judul karya dari kiri ke kanan: (1) A cup of Happiness (2) Segenggam (3) Taste of Tropical
Satu-satunya peserta perempuan di acara menggambar cup di kedai Kopi Yuk! Sasa, menyumbangkan kreasinya di tiga cup kami. A cup of Happiness kata dia merupakan representasi dari ajakan minum kopi yang menyenangkan. Hal itu terwakili dari balon warna-warni yang dia gambar. Karya kedua, Segenggam berangkat dari ide, "hanya butuh segenggam kopi untuk mengisi gelas ini," jelas perempuan berkacamata ini.

Sementara Taste of Tropical, merupakan spontanitasnya terhadap warna kuning dan lemon. "When life gives you a lemon," Kata Sasa. Harga lelang dibuka atas ketiga kreasi ini adalah Rp 15,000 per karya. Penasaran dengan orangnya? Buka instagram kalian dan cari @saashaaaa

Nah, itu dia ketiga peserta yang ikut dalam acara menggambar tempo hari. Masih ada empat orang lagi dengan karya tidak kalah bertalenta dari ketiga pegiat gambar sebelumnya. Udah gak sabar ikutan proses lelangnya? Sabar, sabar, tetap ikuti dan cermati di artikel berikutnya ya!

:D

Artikel berikutnya soal proses lelang: Lelang Karya 2: Kopi Sebagai Pusat Semesta





Saturday, December 9, 2017

Cup Kopi Yuk! Jadi Lebih Nyeni


Bicara soal kopi tentunya tidak lepas dari ngobrol, merokok, kerja di depan komputer dan serangkaian aktivitas lain. Baru-baru ini kami mengaitkan kopi dengan aktivitas berseni di acara Menggambar Cup Kopi Yuk! Bareng-Bareng.

Kami tahu, kedai kopi dan kafe sudah terlalu banyak di Jogja. Pernah si Wak bilang, sudah 400-an kafe bergelut di dunia perkopian di kota yang selalu bikin kangen ini. Bicara tren? diramalkan akan terus bertambah. Karena, yah seperti kita tahu, Indonesia, khususnya kota-kota besar sedang dilanda 'mabuk kopi'. Apalagi ditambah hebohnya film Filosofi Kopi yang belum saya tonton sampai hari ini.

Nah, demi bisa mendapatkan pasarnya sendiri, Kopi Yuk! ke depannya nanti, rutin mengadakan acara komunitas atau non-komunitas. Sebagai langkah kecil bayi ini, kami mengundang rekan-rekan hobi menggambar. Kebanyakan peserta memang teman-teman kuliah saya dan Wak. Satu aksi kecil lebih baik ketimbang berdoa, kata Mahatma Gandhi. ;)

Darimana idenya?

Ide menggambar cup kopi bersama ini datang dari obrolan beberapa pengunjung yang melihat gambar Wak dan Bing di cup. "Dijual gak ini?", "Lucu juga nih, mau dong dibikinin". Selentingan-selentingan itu akhirnya membuat saya tertarik mengadakan acara menggambar cup bersama.

Tanpa ba-bi-bu, saya mencoba diskusi dengan Gandhi atau nama bekennya Rasefour, seorang seniman gambar di Jogja dan juga teman semasa kuliah dulu. Waktu itu saya ajukan konsep dalam selembar kertas elektronik di Word. Tanpa banyak pertimbangan, pemuda berkacamata itu langsung menyetujui. Alhasil dia mengajak beberapa rekan, sesama pegiat gambar, untuk berpartisipasi. Kun fayakun. 

Antusias

Acara menggambar sendiri berlangsung dengan diikuti tujuh peserta. Mulanya lima orang, dua lainnya menyusul pada malam hari. Talenta mereka sungguh luar biasa. Karena bisa dibilang, menggambar di cup tidak mudah. Mereka sendiri mengakuinya. Bidang yang digambar tidak lurus dan rata.


Well, Hampir lima jam mereka berkutat menggambar (sambil ngopi dan juga bercanda), jadilah 18 karya. 18 Karya ini punya ceritanya masing-masing.

Nah, penasaran seperti apa karya dan ada cerita apa di balik setiap kreasi mereka? Oh ya, karya tujuh peserta ini akan kami lelang. Jika kamu tertarik membelinya bisa ikut berpartisipasi juga. Tunggu penjelasan dan ceritanya di artikel berikutnya ya! Ciao! 

Monday, December 4, 2017

Bukan Lomba, Senang-senang dapat duit (Semoga)


Hola! Sobat Kopi yang terkasih. Kali ini Kopi Yuk! mengadakan acara menggambar bareng-bareng di paper cup kopi kami. Berikut ini detilnya:

Latar Belakang:

  1. Menambah estetika seni di paper cup kopi
  2. Penghargaan kepada bentuk seni (akan diadakan sistem lelang untuk setiap karya yang terjual/sistem sharing profit)
  3. Menciptakan relasi antarkomunitas dan penggiat gambar
  4. Menambah ketertarikan pengunjung saat ke Tamkul

Partisipan:

  1. Siapa saja yang berminat ikut

Metode:

  1. Para peserta menggambar di paper cup yang disediakan
  2. Tiap peserta maksimal menggambar 3-4 cup
  3. Karya akan dipublikasikan ke sosmed Kopi Yuk!
  4. Harga lelang dibuka pada harga Rp 15,000 tiap karya
  5. Sistem lelang tertutup. Artinya, publik memilih karya (boleh lebih dari satu) kemudian memasang harga lelang yang diinginkan secara rahasia via DM akun Kopi Yuk! di Facebook
  6. Publik bisa merevisi harga lelang satu kali, tapi hanya selama periode lelang
  7. Pemenang lelang adalah harga tertinggi
  8. Sistem pembagian hasil 70% untuk seniman 30% untuk Kopi Yuk!
  9. Karya harus diambil pemenang lelang, jika domisili di Jogja. Khusus luar Jogja/Internasional akan dikirim via pos/shipping. Biaya kirim ditanggung pemenang lelang

Logistik:

  1. 30 Paper cup kopi akan dibagi ke peserta dari Hendy dan Adit. Per peserta 3-4 paper cup
  2. Alat gambar bawa sendiri ya :D

Nah, seperti itu kira-kira. Kalau kamu pengin ikutan, silakan beritahu kami di kolom komentar ini, atau DM kami di akun ig @yukkopiyuk atau di page FB Kopi Yuk!

Jika masih ada pertanyaan, silakan dilempar di kolom komentar ini. Terima kasih! :)

Sunday, December 3, 2017

Manusia-Manusia Pasar


Belum genap kami satu bulan di sini tapi sudah banyak kejadian menarik dilewati, dan sayang jika hanya disimpan di dalam ingatan kepala yang rawan hilang dalam hitungan hari. 

Taman Kuliner (TamKul) Condongcatur bagi sebagian masyarakat Yogyakarta pasti sudah tidak asing dengan area yang lebih dikenal sebagai tempatnya untuk memuaskan perut ini. Namun buat sebagian orang, nama Tamkul tidak dikenal sama sekali.

Tapi bagi orang yang tahu, image Tamkul bahkan masih jauh dari harap. Beberapa pengunjung kedai kami ketika ditanya mengidentikkan tempat ini sebagai 'tempat yang tidak ada aktivitas', 'kelihatan sepi', 'gelap', 'terkadang menyeramkan'.

Tidak mengherankan jika respon mereka seperti itu. Karena seperti yang kalian ketahui, dari gerbang masuk, 'pintu sambutan' Tamkul memang menimbulkan kesan tidak ramah: tak terawat, tak teratur, berantakan, rerumputan dan ilalang meninggi. Belum lagi cat gerbang yang memudar, pos satpam tanpa penjaga, lampu-lampu penerangan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Bayangkan, jika seseorang lapar dan hendak menuju Tamkul, tapi begitu sampai depan gerbang dia mengurungkan niat karena berpikir, "ini tempat ada yang jualan ga ya?"

Berdasarkan cerita yang kami dengar, beberapa penjual dalam paguyuban pelapak sudah mengajukan peremajaan disain Tamkul seperti perbaikan lampu jalan, namun hingga kini belum ada respon dari pengurus.

Kesimpulan sementara: Tua dan Muda

Kalau bisa saya simpulkan sementara, ada dua tipe penjual di Tamkul. Penjual dari generasi tua, dan penjual dari generasi muda. Maksudnya bisa berarti dua hal. Pertama mengacu kepada usia, kedua mengacu kepada gaya berjualan.

Untuk hal pertama tidak perlu dijelaskan lagi. Sementara untuk gaya berjualan maksudnya adalah jenis barang, jalur distribusi penjualan, dan teknik marketing.

Sepenangkapan saya, pelapak generasi tua menjual barang setipe: mi instan, kopi sachet, nasi ayam goreng, soto, nasi goreng, gorengan. Artinya, jika ada satu penjual membuka usaha mi instan, maka pelapak di sebelahnya juga menjual dagangan serupa.

Sementara pelapak generasi muda menjual barang dengan jenis dagangan berbeda: teh lokal dengan varian rasa atau kombinasi rempah, jus dengan gabungan buah, kopi dengan ragam rasa, sepatu, baju, perlengkapan skateboard. Namun hal ini sebenarnya merupakan titah dari pengurus Tamkul untuk menjadikan area ini lebih bervariasi dari segi dagangan. Khususnya pelapak generasi muda.

Untuk jalur distribusi penjualan, semua pelapak generasi muda memanfaatkan sosmed sebagai sarana mengkomunikasikan barang yang mereka jual kepada calon pembeli. Katakanlah, Raccoon, Tropical Breeze, Gildan, Lokalti, dan masih banyak lagi. Sementara pelapak generasi tua mengandalkan pengunjung Tamkul yang datang ke kedai mereka.

Teknik marketing yang dilancarkan pelapak generasi tua cukup unik. Pada beberapa kesempatan mereka menawarkan dagangan dengan cara berkeliling saat mengetahui ada kerumunan pengunjung Tamkul. Sebaliknya dengan pelapak generasi muda, promo seperti diskon, harga khusus kadang menjadi andalan dan hal tersebut dilakukan melalui akun sosmed mereka.

Friday, December 1, 2017

Energi Si Hitam Memang Luar Biasa!



Apa olahraga favorit kalian? Siapa tau kita bisa olahraga bareng. Main basket itu udah jadi bagian dari aktifitas mingguan yang tidak mau saya lewatkan, lebih baik saya kerja sabtu minggu daripada harus melewatkan jadwal basket di hari Rabu.

Nah! Sekarang ini saya punya tanggung jawab untuk brewing di kedai Kopi Yuk! yang buka setiap hari Senin sampai Minggu, jam satu siang sampai jam sepuluh malam dan setiap hari Rabu saya tetap menyempatkan waktu untuk basket jam lima sore sampai jam tujuh malam. Terus yang di kedai siapa? Ya siapa lagi kalo bukan si Bing. haha. Jadi kalo kalian mencari saya di hari Rabu jam lima sore sampai jam delapan malam, saya ada di lapangan basket Difour (ada kedai kopinya juga lho!).

Waktu itu saya belum jatuh hati dengan kopi. Salah seorang teman saya selalu menyeruput kopi sesaat sebelum tipoff (awal dimulainya pertandingan basket). Sempat saya bertanya, “Apakah itu akan baik-baik saja untuk lambung?” Karena saat itu saya yakin, waktu olahraga seluruh organ akan bekerja lebih keras daripada ketika hanya melakukan aktifitas yang tidak begitu menguras energi.

Salah satu superfood itu ternyata kopi. Kopi punya kelebihan menambah energi saat melakukan olahraga. Percaya? Silakan coba sendiri. Menurut penelitian, konsumsi kopi saat olah raga bermanfaat meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi nyeri otot.

Menurut artikel dari Majalah Otten, waktu terbaik untuk minum kopi adalah satu jam sebelum olah raga. “Manfaat kopi diserap tubuh sekitar 15 – 45 menit setelah meminumnya, dan antara 30 – 75 menit manfaat kopi pada titik optimal tubuh.” (https://majalah.ottencoffee.co.id/kopi-sebagai-suplemen-olahraga-simak-tipsnya/)


Jadi, kapan kamu mulai coba konsumsi kopi sebelum olah raga?

Tuesday, November 28, 2017

Kenalan dengan Tetangga, Nomor 4 Paling Bikin Kamu Kangen!


Nah, sekarang kita ganti topik. Gak melulu bicara soal kopi atau kedai kopi kami. Sekarang saya mau ngobrol soal siapa saja tetangga Kopi Yuk! Apaan tuh?

Seperti rekan-rekan tahu, atau barangkali yang belum tahu, Kopi Yuk! buka di Taman Kuliner Condongcatur Yogyakarta. Artinya, selain Kopi Yuk! banyak pelapak lain buka di tempat jualan yang sempat beken karena event Festival Kesenian Yogyakarta atau Pop Up Ramadhan beberapa tahun lalu.

Nah siapa saja mereka? Baca artikel ini sampai habis :)

1. Lokalti

@kedailokalti

Waktu saya dan Wak beranjangsana, kami langsung disambut oleh dua penjual yang saat itu sedang bertugas. Shit! Waktu menulis artikel ini, saya lupa nama keduanya. Hahaha... Naluri jurnalis saya tampaknya mulai memudar. Anggap saja nama keduanya si A dan si B.

Mereka menyambut kami dengan hangat, sehangat teh yang mereka buat untuk kami. Wak pesan teh kayumanis, sementara saya memesan teh susu.

Well, tempat ini surga buat pecinta teh. Mereka menyediakan beragam teh lokal, dan yang paling istimewa, teh tersaji dengan konten gula batu. Sungguh mengingatkan saya kepada suasana khas desa. Jadi pengen balik ke kampung halaman saya di Blitar, Jawa Timur.

2. Raccoon


@raccoon.id

Nah kalo yang ini temen sendiri. Founder-nya, Ndaru (Kalo orang Jawa biasanya untuk menyebut kata tertentu ada tambahan huruf tertentu, biar terkesan nge-blend, emangnya orang Prancis aja yang bisa, contoh, bensin menjadi bengsin, bantul menjadi mbantul, dst) adalah adik angkatan semasa berkuliah di FISIP UAJY.

Buat kamu yang lagi cari sepatu sneakers, paling pas datang ke sini, apalagi yang datang dari luar Jogja, mau cari oleh-oleh? Kemari aja, oleh-oleh Jogja gak cuman baju sama bakpia kok hehe.

Dijamin gak kecewa kalo beli di sini. Terbukti dengan jumlah followers dan review pada kolom komentar Raccoon yang selalu bagus. Soal harga, silakan tanya Ndaru atau cek langsung aja ke TKP. So, buat kamu shoes enthusiast tapi takut kepergok pasangan karena dianggap buang duit, Raccoon adalah tempat yang cocok. Harga pas, pasti puas! (ini slogannya produk apa ya?)

3. Tropical Breeze

@tropicalbreeze_yk

Saya tahu kios ini dari banyaknya supir Go-Jek yang datang ke kedai Kopi Yuk! Loh kok bisa? Apa hubungannya? Ya bisalah. Jadi begini ceritanya, sopir Go-Jek dengan bermodalkan GPS pada gadget mereka mencari di mana posisi tepat Tropical Breeze, dan ternyata pin Google Maps lapak penjual smoothies dan salad ini nyantol di posisi kedai Kopi Yuk! Jadi kesimpulannya, kerap kali kami adalah 'penunjuk jalan' bagi sopir Go-Jek dengan orderan Go-Food menuju Tropical Breeze. Sesekali beramal buat orang lain lha hehe...

Jadi, seperti yang saya bilang tadi, kios ini jualan smoothies, jus dan salad. Ada lagi beberapa produk buah lain, tapi musti pesan dulu dan bisa dilihat daftarnya di papan menu mereka atau di akun instagram. Nah, lagi-lagi penjual yang berjaga saat itu adalah adik angkatan FISIP UAJY.

Buat kamu yang pengen hidup sehat dengan makan buah-buahan dan olahannya. Mampir aja kemari atau order via Go-Jek. Nanti pasti sopirnya mampir ke tempat kami dulu. Hehehe...

4. Kopi Yuk!

@yukkopiyuk

Nah kalo yang ini pasti udah pada tau kan haha...oh iya kita kan lagi ngomong soal tetangga Kopi Yuk! ya? Haha sori-sori. Kalo yang ini gak perlu dijelasin, biar kalian main ke tempat kami berdua. Kangen kan? Kangen pengen ngampleng...  

Friday, November 24, 2017

Kami Akhirnya Memutuskan TUTUP



Oke. Saya bisa jelaskan semuanya. Tujuh hari kedai Kopi Yuk! buka dan hari ke-8 kami memutuskan untuk TUTUP. 

Kami tutup karena di tujuh hari tersebut kami merasa sangat kelelahan. Tidak hanya faktor kelelahan saja, memutar otak untuk menciptakan konten-konten menarik untuk netizen yang kebanyakan lebih memilih mem-viralkan berita hoax, dan masih banyak faktor yang tidak bisa kami sampaikan selengkapnya.

Malam ke-7 kami adakan meeting di sebuah angkringan yang menjual nasi kucing seharga SERIBU RUPIAH (murah kan?). Ditemani kopi sobek yang akhirnya tidak terminum karena yah sudahlah. 

Agenda meeting tersebut awalnya akan membahas tentang strategi berikutnya yang akan kami lakukan. Masing-masing dari kami mengutarakan pendapat tentang ide promosi, menu baru, sampai wacana ruang kreatif yang bisa diadakan di kedai mungil ini.

Pembicaraan ini berlangsung sangat seru, sengit, dan penuh divingpada saat pertandingan Chelsea kesukaan si Bing. Wak hanya terpaku ketika Bing ikutan selebrasi gol melampiaskan kekesalannya karena Chelsea kebobolan. Setelah pertandingan selesai kami baru memulai diskusi yang hampir tiap malam kami gelar setelah jam operasional Kopi Yuk! selesai.

“Saya Lelah!”

Kata keramat dan terlarang itu akhirnya terlontar dari mulut salah seorang dari kami. Entah siapa yang mengucapkan kata-kata tersebut, karena kami tidak saling mengakui. Jangan-jangan... ah! Sudahlah.



Intinya kami akhirnya MEMILIH HARI UNTUK TUTUP setelah tujuh hari bekerja. Kami memilih tutup pada hari MINGGU. Senin sampai Sabtu kami tetap buka mulai jam satu siang sampai jam 10 malam. TUTUP alias LIBUR ya. Hehe... Rencananya kami mau libur dua kali tapi belum menentukan. Nanti kalian bisa lihat jadwal kerja dan libur kami di pintu rolling door kedai Kopi Yuk!

Kecup manis dari kami Wak dan Bing :*

Wednesday, November 22, 2017

Wow! Hanya dengan modal 30 Juta, 2 Pria Ini Sukses

Foto oleh Nico Okada

Setelah 5 bulan akhirnya Wak dan Bing bisa merealisasikan ide yang sudah lama diidamkan. Ide itu padahal hanya berawal dari pertemuan di kantin kampus FISIP Atma Jaya Yogyakarta.

Si Wak waktu itu bekerja di sebuah warung kopi bernama Warkop DIY dan punya keinginan untuk membangun kedai kopinya sendiri. Tetapi Wak membutuhkan kematangan konsep dan lawan bicara dengan visi dan misi yang setidaknya mirip.

Bing datang ke Jogja dari Jakarta memberitakan kabar bahwa dirinya bosan bekerja di tempatnya dahulu. Dia butuh tantangan baru. Singkat cerita, begitu Wak bercerita mengenai idenya ternyata umpan proposal itu disambut dengan terciptanya gol, Bing setuju dengan wacana Wak.

Tahap pertama, ini yang namanya SUKSES menyamakan visi dan misi.

Tanpa ba-bi-bu, skenario dijalankan. Wak mengurusi konten, sementara Bing mengatur manajemen dan tipe bisnisnya. Komunikasi antar keduanya makin sering, waktu itu mereka melakukannya via surat elektronik karena Bing masih melanjutkan pekerjaannya di Jakarta.

Tidak ada masalah berarti untuk pembelian alat. Memang sempat ada beberapa permasalahan untuk alat-alat kopi tertentu, seperti pembelian milk frothers, dan v60 dripper. Waktu itu kedua alat ini paling susah dibeli, karena stok habis. Wak dan Bing harus menunggu sebulan untuk mendapatinya.

Permasalahan paling rumit adalah lamanya pengurusan surat izin usaha oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman. Wak dan Bing harus menunggu hampir empat bulan lama pengesahan surat. Sebelum akhirnya benar-benar bisa dilakukan renovasi atas tempat usaha.

Nah ini yang namanya SUKSES berkat kegigihan tiada henti.

Tapi perjalanan baru sejengkal terjadi. Usai problem izin rampung, masalah berikutnya adalah melakukan dekorasi ulang dan renovasi terhadap kios. Untuk hal ini Wak dan Bing mempercayakannya kepada Misty, arsitek muda yang juga rekan sekelas Bing di lembaga bahasa IFI Yogyakarta.

Seperti biasa, ide yang diinginkan terkadang tidak berjalan mulus ketika dijalankan. Untuk mencari bahan material murah tapi berkualitas baik ternyata tidak mudah. Wak, Bing dan Misty harus melihat alternatif lain agar ide yang dicanangkan dalam cetak biru rancangan si arsitek muda ini terealisasi.

Tidak jarang, ketiganya bertualang dari satu toko listrik ke toko listrik lain untuk mendapatkan barang tertentu. Kerap juga mencari antartoko bangunan dan toko cat demi mendapat harga yang sesuai budget.

Setelah wira-wiri, beli ini beli itu, lobi tukang cat dan listrik demi merealisasikan ide ini, akhirnya kedai Kopi Yuk! siap meluncur.

Inilah SUKSES berikutnya. Wak dan Bing berhasil mengaplikasikan apa yang mereka bincangkan lima bulan lalu.

Dan kini, perjalanan baru saja dimulai. Pekerjaan rumah berikutnya adalah, bagaimana melayani pengunjung sepenuh hati. Bagaimana menjaga ritme dan emosi masing-masing untuk merawat brand yang baru saja lahir ini. Semoga letupan-letupan SUKSES muncul.













Tuesday, November 21, 2017

Si Sachet Kampret


2010


Namanya mahasiswa tujuan utamanya adalah belajar dan lulus. Pekerjaan pertama sebagai barista di Djendelo cukup 9 bulan. Gimana dengan uang liburan ke Bali-nya? Cerita paitnya adalah saya ditolak oleh gadis yang saya taksir. Tapi tidak apa-apa. Uangnya tetap terkumpul dan digunakan untuk hal yang lebih mulia, yaitu penelitian skripsi di Bali.

Setelah lulus dari Djendelo Coffee & Tea, saya tidak penah minum kopi lagi karena trauma dengan naiknya asam lambung. Akibatnya harus merasakan dinginnya dinding rumah sakit beberapa hari karena kopi sachet yang jadi teman begadang untuk menyelesaikan skripsi.

Usut punya usut, ternyata kopi sachet tidak cocok untuk sebagian lambung manusia. Sejak saat itu saya tidak pernah minum kopi lagi. Sampai suatu ketika saya bertemu salah seorang barista yang bekerja di sebuah Hotel berbintang di Jogja. Dia menjelaskan dari dua jenis kopi yang sering dinikmati (arabika dan robusta) salah satunya aman untuk penderita sakit maag.


Barista yang saya lupa namanya itu menyarankan lebih baik konsumsi kopi jenis arabika karena cukup aman untuk lambung dan tentu saja menyetop kopi sachet. Dari penjelasan yang sedikit saya ingat itu akhirnya saya memberanikan memesan cappuccino (kopi susu). Si barista memberikan kartu nama yang sekarang sudah tidak berjejak keberadaannya. Saya ingat betul dia berkata seperti ini, "Nanti kalau ada masalah sama asam lambung karena minum kopi dari saya, saya berani tanggung jawab mas."


2 hari berlalu tidak terasa.

Kesimpulannya: tidak ada masalah lagi dengan lambung. Saya langsung menghubungi mas barista itu untuk mengabarkan saya baik-baik saja. Jadi saya sudah membuktikan kampretnya si sachet. Gimana denganmu? Masih mau minum kopi sobek?

Terima kasih mas barista yang sekali lagi saya lupa namanya.

Monday, November 20, 2017

Minum Kopi Bikin Panjang Umur?


Belum lama ini, sekitar 6 menit lalu, saya membaca artikel kesehatan mengenai kopi di sebuah situs berita riset internasional. Tulisan tersebut menjelaskan adanya hubungan mengonsumsi kopi dengan rendahnya risiko kematian dini. Ah, yang bener?

Studi yang dilakukan Universitas Navarra di Spanyol menemukan tingkat konsumsi kopi yang tinggi berkaitan erat dengan rendahnya risiko kematian dini. Tim peneliti menemukan partisipan yang meminum kopi empat gelas per hari memiliki risiko kematian dini lebih rendah daripada partisipan yang tidak pernah meminum kopi.

Penelitian yang dimulai sejak 1999 ini mengikutsertakan hampir 20 ribu partisipan dari lulusan beberapa universitas di Spanyol. Niat banget yak? Kemudian para partisipan dicek kembali setelah 10 tahun. 337 Partisipan di antaranya meninggal dunia.

Dr Adela Navarro mengatakan, "Kami menemukan hubungan terbalik* antara mengonsumsi kopi dan risiko kematian umumnya di kalangan partisipan usia 45 tahun dan ke atas. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya asosiasi protektif yang kuat di antara mereka."

Penelitian tersebut juga merekomendasikan untuk meminum empat gelas kopi per hari sebagai langkah untuk memulai hidup sehat. Nah, sekarang sudah percaya kan? Sruput kopi yuk mulai hari ini. :)



*Semakin tinggi mengonsumsi kopi, maka semakin rendah risiko kematian, begitu pula sebaliknya

Sumber: Sciencedaily.com

Friday, November 17, 2017

Malam? Enaknya nge-Bir


Bingung gak sama judulnya?
Sengaja, biar kontroversial :D

Beberapa waktu lalu saya berkesempat ke Eropa dan beberapa negara di sana. Gak mau ketinggalan donk, saya coba jamah ke beberapa coffee shop. Di Eropa menu kopi itu wajib ada di semua restoran. Tidak tanggung-tanggung semua restoran di sana punya mesin kopi yang gede. Bahkan di mini market tiap pom bensin yang saya singgahi saat Euro Trip pasti ada mesin kopi besar. Dalam benak, di Eropa semua orang yang kerja di restoran atau mini market pasti barista kopi. Kagum donk.

Lucunya, ternyata si pembuat kopi tidak serius-serius banget untuk membuat secangkir espresso. Tidak jarang saya menjumpai pembuat kopi tanpa ada teknik tamping (teknik menekan bubuk kopi ke dalam wadah berbentuk silinder/porta filter agar materi kopi padat, ini syarat utama untuk menghasilkan ekstraksi espresso secara sempurna).


Jadi, begitu kopi memenuhi porta filter, lalu dipasangkan ke group head (bagian mesin espresso yang disambungkan ke porta) Entah mereka malas atau tampernya (alat untuk melakukan teknik tamping) hilang dicolong tikus. Haha. Tapi ya sudahlah, yang penting kopi yuk.

Perjalanan itu membuat saya mengklasifikasikan dua karakter coffee shop. Kedai kopi niat dan jenis kafe yang penting ngopi. Kriteria pertama, tempat yang memiliki teknik seduh dengan menggunakan mesin kopi, umumnya menggunakan beberapa pilihan biji single origin (asal mula tempat kopi berasal) minimal dua, dan manual brewing (salah satu teknik menyeduh kopi secara manual tanpa mesin), terutama menu kopi filter (sajian kopi dengan disaring, tanpa ampas). Sedangkan karakter kedua adalah coffee shop dengan mengandalkan mesin kopi.

Paragraf berikut ini akan menjawab judul di atas. Yaitu mengenai jam operasional kafe di sana. Semua coffee shop yang saya kunjungi paling cepat buka jam sembilan pagi dan tutup pada jam 3 sore.

Mengapa? Selain karena standar operasional di sana, ternyata ada penelitian yang menyebutkan waktu paling efektif untuk minum kopi itu ada pada jam 9.30 pagi sampai 11.30 siang. Pada jam tersebut hormon kortisol dalam tubuh sedang rendah. Hormon pengendali stres ini justru perlu mendapat perhatian khusus, karena semakin rendah kadar kortisol, stres akan meningkat.

Jadi, minum kopi membantu mengurangi risiko stres.

Karena cairan kopi mencegah si kortisol dalam tubuh menurun. 

Lalu bagaimana dengan bir? Oke itu hanya gurauan seorang barista sekaligus owner Bahasa Kopi di bilangan Mrican, Gilbert Sandy. Ketika saya coba berkunjung ke Bahasa Kopi, ada pelanggan yang bertanya, "Kenapa gak buka sampai malam mas?" Gilbert gampang saja bilang, "Kalo malam enaknya nge-bir mas, biar lebih rileks."

Jadi, kamu minum kopi berapa cangkir sehari dan jam berapa?
Di mana? Kopi Yuk! donk pastinya.
Mampir yes!

Monday, November 13, 2017

Beberapa Langkah Lagi Kopi Yuk!



Ini adalah cerita tentang terwujudnya kedai kopi sederhana yang kami sepakat memberikan nama Kopi Yuk! Alasan kami memberi nama Kopi Yuk bisa kamu baca di artikel sebelah kalau sudah di-upload.

Cerita dimulai dari sebuah pertemuan dan kesepakatan yang singkat.

Tahapan selanjutnya adalah membuat budgeting, menu, dan tempat. Kebetulan kami benar-benar membagi dua job description. Saya mengurusi konten kopi dan Hendy sebagai management bisnis kedai ini. Terdengar familiar sekali dengan pembagian kerja ini. Yes Betul! mirip Ben & Jody di film Filosofi Kopi, tapi mungkin kami versi super sederhana dan anti repot-repot.

Keinginan untuk membuka kedai kopi sederhana ini sebetulnya sudah diceritakan kepada teman-teman dekat kami. Sayangnya kami terhambat dengan birokrasi penyewaan tempat. Maklum, kami berurusan dengan lembaga pemerintahan. Harapan ke depan adalah tidak ada masalah dengan usaha dan kami juga punya ijin usaha yang jelas. Tapi tidak apa-apa semuanya sudah beres.

Renovasi jadi tantangan berikutnya setelah semua alat yang kami perlukan untuk menyeduh terbeli sesuai harapan. Dengan bantuan dari seorang arsitek muda, Misty yang menerjemahkan obrolan seru menjadi sebuah gambar. Dia mampu membuat kami berdua takjub dengan konsepnya.

Sejak artikel ini ditulis, langkah kami tinggal sedikit lagi untuk seduhan pertama di kedai Kopi Yuk! yang sederhana.

"Bangun! Berhenti mimpi."

Saturday, November 11, 2017

Pasar Sagan 2: Sekuel Berlanjut

Akhir-akhir ini Jogja rutin diguyur hujan deras. Tidak hanya itu, banyak kejadian unik mewarnai pekan kedua November. Apa saja? 

Timeline media sosial saya dalam seminggu ini penuh hujan kritikan warganet kepada ujaran Sandiaga Uno yang konon susah dimengerti maksudnya. Begitu saya lihat video dan transkripsi ucapan beliau, saya sepakat dengan netizen bahwa untuk dapat mengerti ucapan Wagub DKI Jakarta tersebut hanya bisa disaingi dengan sulitnya mengetahui arti di balik kata-kata "oh", "terserah", "ya makasih", "ok" yang kerap dilontarkan kaum hawa.

Kejadian lain, baru-baru ini saya melewatkan minggu menegangkan ujian tingkat kelulusan untuk bahasa Perancis. Menegangkan karena ya jelas lah ya...namanya juga 'ujian' bukan 'simulasi' atau 'tes persiapan'. Sempat pesimis karena saat sesi compréhension de l'orale (ujian sesi listening dalam bahasa Perancis), banyak soal yang tidak saya jawab. Waktu itu rekaman audio sangat tidak jelas terdengar, karena penutur berbicara melalui telepon. Sehingga banyak bunyi-bunyian mengganggu ujaran si pembicara. Yah, apa boleh buat...saya berusaha sebaik mungkin di tiga sesi setelahnya.

Pasar Sagan gan!
Berikutnya, saya dan luak a.k.a Radit berpartisipasi kembali dalam pasar organik bertajuk Pasar Sagan pada 11 November 2017 lalu. Barang jualan kami masih sama: kopi. Belum berubah jadi durian atau Tinospora Cordifolia alias brotowali. Ini keikutsertaan kami yang kedua. By the way, pasar ini diselenggarakan rutin dua minggu sekali tiap hari Sabtu di IFI-LIP Sagan Yogyakarta. Silakan mampir buat yang tertarik mencoba kreasi organik, karena pelapak dan pilihan produk di sini lumayan banyak. Semua bisa kemari, tapi catatannya satu, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.

Kami juga kedatangan tamu istimewa, Diki. Dia istimewa karena ingin diistimewakan, haha ora dink. Dia adalah seorang fotografer handal dan berbakat. Kemampuan memotretnya tak perlu diragukan. Begitu datang, senjata andalan Nikon-nya langsung dia gunakan dan bidik pada tiap momen yang menurut pria bernama belakang 'Gumelar' ini mantap bin cihuy. Aktivitas kami selama membuat kopi, berinteraksi dengan pembeli dia potret.

Pada kesempatan kali itu, konten yang kami bawa masih sama dengan dua pekan sebelum ini. House Blend Kalingga, Temanggung, dan Gayo.
Kalingga menjadi yang terlaris hari Sabtu kemarin. 
Mungkin ada hubungan pilihan biji kopi dari pembeli dengan suasana langit mendung dan hujan malu-malu saat itu. 

Nah ok kita sudahi soal Pasar Sagan. Lapak kami di Taman Kuliner Condong Catur menjelang buka. Saat ini kami masih dalam tahap renovasi ini-itu. Beberapa kebutuhan kayu dan tanaman masih kami cari dan lengkapi. Barang-barang kecil tapi penting, kadang terlewat dan belum kami beli.

Kami tahu kalian sudah tak sabar :p Jika tak ada jamur pada biji kopi (perumpamaan untuk menggantikan idiom yang sudah terlalu sering dipakai: jika tak ada aral melintang), kami buka minggu depan :) Ketika waktu itu datang, mari kemari, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.

Tabik!

Saturday, October 28, 2017

Sagan Punya Pasar



Pernah mendengar Pasar Sagan?

Sabtu itu (28 Oktober 2017) tepat pada hari Sumpah Pemuda dan ulang tahun seorang teman. Kopi Yuk! berkesempatan ikut serta berjualan di Pasar Sagan.

Pasar Sagan merupakan pasar komunitas yang mempertemukan antara prosumer (produsen-konsumer) dengan prosumer lain. Intinya, Pasar Sagan menjual barang hasil karya mereka sendiri untuk dijual pada sesama anggota komunitas tersebut. Paham? Kalau masyarakat Eropa menyebutnya kolaborasi konsumsi.

Pasar Sagan diadakan setiap satu bulan dua kali, tepatnya di minggu ke-2 dan ke-4. Bertempat di IFI (Institute Francais Indonesie) Yogyakarta. Sang penggagas Pasar Sagan tidak lain adalah Sarah yang berbaik hati mengajak kami untuk turut meramaikan Pasar Sagan edisi Sumpah Pemuda.

Dari total tiga jam keikutsertaan pada hari itu ada beberapa hal unik yang kami jumpai. Mulai dari komentar pembeli:

"Alatnya serius banget mas," 

"bedanya kopi ini sama yang itu apa ya?" sampai "saya sukanya yang agak pahit (pertanyaan ini muncul kebanyakan dari pembeli kaum Hawa)"

Cerita unik lainnya ada pada biji kopi yang kami bawa. Kami memperoleh biji kopi tersebut dari salah seorang teman bernama Albertus Eko yang sangat akrab dipanggil Berto. Kopi tersebut merupakan karya tanah Temanggung.

Kami mengira kopi Gayo dan Kalingga yang kami bawa bakal mendapatkan apresiasi lebih dari pembeli. Namun setelah disimpulkan, penjualan terbanyak justru didapatkan oleh "kopi tamu", yaitu kopi Temanggung.

Kami menduga bahwa pilihan konsumen didasarkan pada harga di selembar menu yang kami pajang. Dan asumsi berikutnya adalah, barangkali konsumen kami tampaknya belum bisa membedakan rasa biji kopi.

Hal ini diperkuat dengan pertanyaan dari konsumen, "apa bedanya?" meskipun kami telah memberikan rekomendasikan pilihan lain yang labih baik (dengan rasa yang sudah bisa dilegitimasi berdasarkan lidah ahli).

Sebagai penutup, berdasarkan observasi kami selama tiga jam, pembeli Kopi Yuk! tampaknya lebih mengutamakan harga daripada rasa. Karena itu, rekomendasi barista belum begitu dijadikan pertimbangan atas keputusan pembelian. Well, mungkin terlalu awal untuk menyimpulkan, kami harus 'bertualang' lagi untuk menemukan apa yang cocok buat pembeli kami.

Boleh lupa nama, tapi jangan lupa rasa.

Friday, September 15, 2017

Pada Mulanya Saya Suka Dia...






Tidak ada yang menyangka, bahwa bersama orang lain, selera kita terhadap pilihan minuman bisa berubah. 

Dulunya saya bukan penyuka kopi, apalagi kopi tanpa gula. Pahit, gak enak. Saya lebih doyan minum Extra Joss atau Kuku Bima ketimbang kopi, saat mengenyam kuliah dulu. Yoi, fungsinya untuk menemani tugas kuliah, dan bikin skripsi. Tenggelam dalam mimpi iklan. Untungnya bukan obat kuat yang saya minum.

Waktu itu, sekitaran tahun 2009, saya mengonsumsi kopi pastinya bersama gula. Bro, orang Indonesia suka banget sama yang manis-manis kan? Bahkan waktu itu, rasa kopinya bisa tergantikan dengan rasa manisnya gula. Alias lenyap rasa kopi, lebih mirip menikmati air gula yang barangkali membuka peluang saya terkena diabetes.

Plus dulu masih doyannya kopi sobek alias kopi sachet.

Saya benar-benar gak tahu rasa kopi seperti apa, hingga seorang perempuan mengenalkannya kepada saya di tahun 2016.

Rasanya tetep pahit...

Yoi broh, demi bisa jalan terus bareng doi, saya harus berkorban. Kali ini bukan berkorban Idul Adha, tapi menggantikan selera. Jika biasanya harus minum kopi sachet, sekarang bergaya, musti minum dari biji kopi yang digiling. Kalau dahulu pakai gula, sekarang nggak lagi.

Ibarat musik, barangkali saya mengubah dari aliran pop ke blues rock. Sesuatu yang asing. Mulanya tidak bersahabat, tapi perlahan dan tidak pasti, lama-lama jadi kebiasaan yang terpaksa. Tapi pada akhirnya, sekali lagi gara-gara dia, saya jadi suka (suka dia, kopinya mah nggak hahah).

Dari perempuan tersebut, dia mengajari saya banyak hal, kafe rekomendasi di Jakarta, kopi yang nikmat menurut dia, bagaimana merasakan, membaui kopi. Yep, tiap berapa malam, kami pasti bertemu di kedai kopi. Kadang bahan perbincangan kami tidak melulu soal kopi, melainkan soal hal remeh temeh, receh, soal hidup, bahkan soal hati masing-masing.

Seiring dengan berjalannya waktu dan makin bertambah macetnya Jakarta, lama-lama lidah saya makin terbiasa merasakan pahit, asam dan kadang gosongnya rasa kopi tanpa gula. "Inilah rasa kopi yang jujur," kata saya pada diri sendiri waktu itu.

Tapi rasa pahit itu juga meninggalkan bekas, si perempuan tiba-tiba menghilang. Tidak ada lagi orang yang menemani. Barangkali juga dialah gula yang selama ini menutupi rasa asli si kopi.

Jadi, pesan moral yang didapat dari kisah kali ini adalah: pait cuk...

Pertemuanku Dengan Si Hitam Nikmat



2009.

Kalau tak salah ingat berawal dari pertemuanku dengan seorang gadis mahasiswa baru di kampusku yang kutaksir. Iya betul! Itu tahun 2009. Singkat cerita kami berkenalan dan singkat cerita lagi, kami saling bertukar cerita dan akhirnya aku tahu dia sangat ingin berlibur ke Bali.

“Aku harus cari uang tambahan untuk liburan ke Pulau Dewata”, begitu batinku.

Salah seorang temanku merekomendasikan sebuah tempat untuk bekerja di Jogja yang mencari mahasiswa untuk partime, Djendelo coffee & tea nama cafe-nya. Kali itu pertaman kalinya aku bekerja. Di sebuah cafe, bukan coffee shop.
Menu kopi yang disajikan cukup bervariasi mulai dari yang panas sampai kopi dingin. Tetapi menu andalan cafe tersebut adalah Coklat. Aneh. Tapi mengagumkan.

Memang terdengar aneh dari nama tempat tidak sesuai dengan menu andalannya.
Tapi tidak apa-apa, kalian bisa mencobanya sendiri kalau tidak percaya. Menurut pendapat pribadiku, sampai ketika artikel ini ku tulis (2017) menu coklat di Djendelo belum ada tandingannya.


Kembali lagi ke si hitam nikmat alias kopi. Cara penyeduhan kopi yang aku pelajari sangat cukup untuk pemula sebagai barista. Dimulai dari mengenal biji kopi arabika dan robusta, kopi halus dan kasar, sampai menggunakan mesin kopi sederhana.

Thursday, September 14, 2017

Bagaimana Menikmati Secangkir Kopi


Sekarang, saya jelaskan kepada sobat 'bagaimana menikmati secangkir kopi'. Ini adalah subjek dimana saat ini saya tengah mengeksplorasinya.

Kita tahu, beberapa cara orang saat menikmati kopi beragam. Ada yang meminumnya dengan air panas, air dingin, atau bahkan dengan es. Ada yang menikmati kopi sachet, ada juga yang membuatnya dari biji kopi gilingan. Ada pula yang mencampur dengan gula atau tidak. Kondisi meminumnya tergantung dari situasi, perasaan, nuansa, dan barangkali, bersama siapa meminum kopi. Lalu, bagaimana sobat dapat menikmati secangkir kopi?

Pertama, sobat harus mencoba berbagai cara meminum kopi. Maksudnya, mencoba berbagai kemungkinan untuk membiasakan lidah sobat mencoba berbagai rasa. Cara ini dapat menemukan posibilitas terhadap rasa yang paling sobat suka.

Berikutnya, sedikit demi sedikit sobat mulai mencicipi variasi biji kopi. Silakan coba Arabica, Robusta dan Liberica (Liberica tidak terlalu populer dibanding dua yang lain, tapi terserah sobat). Selagi minum, sobat dapat mencatat dan menyimpulkan rasa di antara mereka. Untuk membiasakan lidah terhadap rasa kopi, memang tak mudah. Tapi dengan terus berlatih, sobat dapat membedakan diferensiasi dan karakter biji kopi.

Langkah berikut, sobat mengkomparasi dan mendiskusikan penemuan kepada rekan atau peminat kopi. Hal ini merupakan langkah cerdas untuk meningkatkan pengetahuan dan sensibilitas sobat terhadap rasa.
Oke, sekarang sobat adalah le connaisseur
Ini dia! Pada akhirnya, kesimpulan kembali kepada sobat. Tiap orang memiliki selera. Problemnya bukan kepada pilihan, melainkan 'apakah sobat tahu dengan baik apa yang sobat minum beserta konsekuensinya?'