Tuesday, December 8, 2015

Siborongborong Rahayu Roastery



Sumatera Siborongborong 

Rahayu Roastery


Proses Pasca Panen
Giling Basah
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium 
Metode Seduh
Kono Meimon
Tanggal Sangrai
2 Desember 2015
Tanggal Seduh
4 Desember 2015
Harga
Rp 65.000 per 200gr
Nilai
7/10

Rasa yang Timbul
Tembakau, Asap, Tanah, Lada Hitam


Selain dataran tinggi Aceh, salah satu daerah penghasil kopi yang terkenal di Sumatera adalah provinsi Sumatera Utara. Dari provinsi ini, terutama di sekitar Danau Toba, banyak daerah penghasil kopi yang namanya telah dikenal luas dalam skena kopi spesialti, antara lain Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan Sidikalang. Bahkan, kopi dari daerah Siborongborong juga ditawarkan Starbucks sebagai produk spesial "Black Apron Exclusive" dan salah satu pilihan Kopi Sumatera karena keunikan rasanya. Selain itu juga, kopi Siborongborong juga dikenal dengan kandungan kafein yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan sensasi jantung berdebar-debar dan pusing bagi yang tidak terbiasa meminum kopi. Namun, bagi yang terbiasa meminum kopi, efek ini tentunya tidak terlalu terasa atau bahkan bisa menjadi sensasi tersendiri untuk merasakan sensasi kafein setelah sekian lama kebal terhadap dosis kafein yang biasa diminum.

Kopi dari daerah Siborongborong ini disangrai oleh penyangrai asal Yogyakarta bernama Rahayu Coffee Roastery yang memulai usahanya di bulan Oktober 2015. Saat diseduh kopi ini mengeluarkan aroma lada yang tajam bercampur dengan sedikit aroma tembakau. Seperti aromanya, rasa utama yang muncul dalam seduhan kopi ini adalah tanah (earthy), tembakau, asap (smoky), kayu, dan lada hitam yang sangat intens. Kekentalan seduhan kopi ini cukup rendah dengan kekentalan menyerupai seduhan teh hitam. Selain itu, tingkat keasamannya juga sangat rendah, hampir mendekati tidak ada. Saat seduhan dingin, rasa pedas dari seduhan kopi meningkat dan karakter lada hitam semakin terasa. Karakter rasa dari kopi ini bisa dibilang sangat unik dalam skena kopi arabika yang cenderung menonjolkan kopi dengan karakter asam yang tinggi dan karakter rasa bebuahan yang intens. 

Kopi ini cocok bagi peminum kopi yang menyukai rasa kopi dengan karakter keasaman yang rendah atau karakter rempah yang intens dalam seduhan kopi. Namun, bagi peminum kopi yang mencari rasa asam dan bebuahan, tentunya kopi ini bukan pilihan yang cocok. Selain itu juga, intensitas kopi ini membuatnya menjadi kopi yang sangat cocok untuk diminum di pagi hari. Ditambah lagi dengan kadar kafein yang lebih tinggi membuat kopi ini dapat memberikan dorongan lebih di pagi hari bagi para pecinta kopi.

Thursday, December 3, 2015

Bali Pupuan Djourney Coffee


Bali Pupuan 

Djourney Coffee

Proses Pasca Panen
Giling Basah
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium 
Metode Seduh
Kono Meimon
Tanggal Sangrai
24 November 2015
Tanggal Seduh
1 Desember 2015
Harga
Rp 46.000 per 250gr
Nilai
7/10

Rasa yang Timbul
Kulit Jeruk, Teh Hitam, Karamel, Herbal

Pulau Bali, selain terkenal sebagai tujuan wisata, juga terkenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia. Bahkan, kopi dari dataran tinggi Kintamani, Bali, merupakan salah satu kopi di Indonesia pertama yang mendapatkan Geographical Indication pada tahun 2008. Kopi yang disangrai oleh Djourney Coffee berasal dari daerah Pupuan, Bali. Daerah ini berada di bagian Barat pulau Bali dan merupakan daerah dataran tinggi di kaki Gunung Batukaru. Proses pasca panen kopi ini adalah metode giling basah (full washed).

Secara umum, kopi Bali Pupuan yang disangrai oleh penyangrai asal Bandung ini adalah kopi yang sederhana dan nikmat. Rasa yang timbul dalam seduhan kopi ini adalah rasa teh hitam yang bercampur dengan rasa kulit jeruk dan sedikit rasa herbal yang lembut. Dalam seduhan ini juga terasa sedikit rasa manis yang menyerupai rasa karamel. Menariknya, tidak seperti pandangan umum mengenai kopi Bali yang cenderung memiliki tingkat keasaman yang tinggi, kopi Bali Pupuan ini memiliki keasaman yang rendah dan tidak memiliki rasa sisa setelah diteguk (clean aftertaste). Selain itu juga, kopi ini memiliki kekentalan seduhan yang tidak terlalu kental, menyerupai seduhan teh hitam. Saat dingin, rasa asam kopi ini meningkat dengan karakter kulit jeruk yang semakin menonjol.

Kopi Bali Pupuan yang disangrai oleh Djourney Coffee merupakan pilihan yang sangat menarik. Dengan harga dibawah Rp 50.000 yang sudah sangat jarang ditemukan dalam skena kopi spesialti, rasa kopi ini bisa dibilang lebih nikmat dari banyak kopi yang harganya jauh lebih mahal. Dengan rasa asam jeruk yang lembut, kopi ini cocok untuk dinikmati sepanjang hari.

Tuesday, November 10, 2015

Kono Meimon


Kono Meimon


Salah satu peristiwa yang terjadi dalam dunia perkopian di Indonesia akhir-akhir ini adalah kehadiran alat pembuat kopi Kono Meimon. Alat ini disediakan secara massal oleh Philocoffee pada akhir tahun 2014 dan mulai digunakan secara luas oleh penyeduh profesional dan rumahan di Indonesia. Meskipun alat ini baru dikenal di Indonesia, keberadaan alat ini ternyata sudah ada di Jepang sejak tahun 1973. Alat ini diproduksi oleh perusahaan Coffee Syphon co. ltd. yang merupakan perusahaan manufaktur alat seduh syphon sejak tahun 1925. Perusahaan ini memproduksi Kono Meimon pada tahun 1973 setelah melakukan riset selama 5 tahun.

Secara bentuk, pada dasarnya alat ini adalah kerucut yang mengalirkan air melewati bubuk kopi dengan saringan kertas. Sekilas, alat ini menyerupai Hario V60 yang sudah populer terlebih dahulu di kalangan penyeduh di Indonesia. Namun, pada inspeksi yang lebih mendetail, terlihat beberapa perbedaan antara kedua alat tersebut. Perbedaan pertama yang paling menonjol adalah keberadaan alur di Kono Meimon yang tidak sepanjang Hario V60. Berbeda dengan Hario V60 yang memiliki alur spiral yang mengelilingi corong, alur di Kono Meimon hanya berbentuk lurus dan berada di ujung corong. Selain itu, kedua alat seduh tersebut juga memiliki perbedaan diameter lubang kerucut di lokasi keluarnya kopi. Kono Meimon memiliki diameter yang lebih kecil (1 cm) daripada Hario V60 (1.7 cm). Terakhir, perbedaan antara Kono Meimon dan Hario V60 adalah penggunaan kertas yang berbeda. Dari pengalaman beberapa pengguna, kertas yang diproduksi oleh Kono memiliki pori-pori yang lebih kecil sehingga kertas tersebut lebih menahan laju air daripada kertas yang diproduksi oleh Hario. Selain itu juga, berdasarkan pengalaman dari beberapa pengguna, kertas yang diproduksi oleh Kono tidak meninggalkan rasa kertas pada seduhan sehingga tidak memerlukan pencucian sebelum penyeduhan.

Gambar Perbandingan Hario V60 dan Kono Meimon dari Ital Coffee
Gambar Perbandingan Hario V60 dan Kono Meimon dari Ital Coffee

Semua perbedaan tersebut berdampak pada metode yang digunakan untuk menyeduh kopi dengan menggunakan Kono Meimon. Yang perlu diingat saat menyeduh dengan Kono Meimon adalah karakteristik alat seduh ini untuk menahan laju air. Hal ini perlu diingat terutama bagi penyeduh yang terbiasa menyeduh dengan menggunakan Hario V60. Pada alat Hario V60, terdapat alur di sepanjang corong yang berfungsi sebagai jalur keluarnya gas dan memandu air untuk keluar dari outlet alat ini. Pada Hario V60, direkomendasikan untuk melakukan penuangan air yang menerus dan dan dilakukan dengan memutar aliran air. Dengan cara ini, Hario V60 dapat melarutkan zat-zat yang terkandung dalam kopi dengan sangat baik. Akan tetapi, metode ini kurang cocok untuk digunakan pada Kono Meimon yang menahan laju air. Dari pengalaman pribadi, cara penuangan ini akan menghasilkan hasil seduhan yang cenderung hambar. Hal ini mungkin disebabkan oleh interaksi air dan kopi yang berlebih akibat berkurangnya debit air yang keluar.

Ilustrasi Metode Perkolasi dengan Teko Yukiwa
Mengingat hal tersebut, sejauh ini terdapat dua cara yang lazim digunakan untuk membuat kopi dengan menggunakan Kono Meimon. Cara pertama adalah dengan meneteskan air pada kopi secara perlahan atau sering disebut metode perkolasi. Cara ini adalah cara yang biasa digunakan oleh penjual alat ini, Philocoffee. Cara yang kedua adalah dengan menuang air ke tengah lingkaran dengan debit kecil sambil memastikan muka air tidak berada di atas gundukan kopi. Dengan kedua cara di atas, aliran air akan melarutkan zat-zat di dalam kopi dengan sedikit turbulensi. Hasilnya adalah ekstraksi kopi yang tuntas dan merata sehingga rasa kopi yang dihasilkan cenderung lebih intens dengan rasio perbandingan air dan kopi yang sama.

Untuk mempermudah metode tuang dengan debit yang sangat kecil, diperlukan teko dengan mulut teko yang khusus. Salah satu teko yang dirancang untuk mengeluarkan air dalam bentuk tetesan adalah teko dengan merek Yukiwa. Pada teko ini, mulut teko melebar dan berbelok kebawah sehingga air yang keluar dapat dikontrol dengan mudah agar berbentuk tetesan. Sayangnya, belum ada importir yang menjual teko ini secara luas di Indonesia sehingga bagi penyeduh yang berminat untuk mendapatkan teko ini harus memesan langsung dari Jepang. Akan tetapi, bagi para penyeduh yang ingin mencoba metode tetes tanpa membeli teko Yukiwa juga dapat melakukan cara penyeduhan ini dengan bentuk mulut teko yang tipis dan lonjong. Teko jenis ini lebih mudah ditemukan karena tersedia di pasaran dan tidak perlu mengimpor sendiri. Contoh teko berujung lancip yang dapat dengan mudah ditemukan di penjual alat seduh manual di Indonesia adalah teko dengan merk Tiamo atau Kalita.

Ilustrasi Metode Perkolasi dengan Teko Tiamo
Kehadiran Kono Meimon dalam skena kopi di Indonesia membuka peluang baru bagi para penyeduh untuk mengeluarkan spektrum rasa dengan metode perkolasi yang relatif baru di kalangan penyeduh Indonesia. Hal ini membuka kesempatan bagi para penyeduh untuk mencoba dan bereksperimen dengan alat yang baru dirilis kurang dari satu tahun. Dari sini, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai kopi yang kita cintai. Dan tentunya, dengan pemahaman yang kita dapatkan, kita bisa berbagi dengan penyeduh lain untuk bertukar pengalaman.

Jadi, bagi para penyeduh, mari mencoba dan silahkan berbagi cerita dalam segmen komentar!

Monday, November 9, 2015

Garut Hiji Coffee Roaster

Jawa Barat Garut 

Hiji Coffee Roaster

Proses Pasca Panen
Proses Madu
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium Light
Metode Seduh
Kono Meimon
Tanggal Sangrai
5 November 2015
Tanggal Seduh
9 November 2015
Harga
Rp 90.000 per 200gr
Nilai
8/10

Rasa yang Timbul
Fermentasi Madu, Mangga, Jeruk, Karamel

Perkembangan industri kopi spesialti (specialty coffee) di Indonesia, khususnya di kawasan urban, telah memicu pertumbuhan banyak penyangrai (roaster) kopi spesialti di Indonesia. Menariknya, tidak hanya penyangrai berskala besar yang hadir meramaikan skena kopi di Indonesia. Penyangrai kopi berskala kecil (micro roaster) atau rumahan (home roaster) juga turut meramaikan dunia perkopian Indonesia. Dengan mesin sangrai berkapasitas 500 gr hingga 1 kg keberadaan penyangrai kopi berskala kecil ini menjadikan skena kopi di Indonesia menjadi lebih semarak. 

Hasil Sangraian Hiji Coffee Roaster
Salah satu penyangrai berskala kecil tersebut adalah Hiji Coffee Roaster yang berlokasi di Bandung. Dari daerah Cisitu yang terkenal sebagai area kos mahasiswa ITB dan dengan mesin sangrai yang dibuat sendiri, Hiji Coffee Roaster telah berhasil untuk menyangrai kopi dengan sangat baik. Hal ini terlihat dari hasil sangraian yang cukup merata pada profil sangrai yang cukup terang.

Kopi yang disangrai oleh Hiji Coffee Roaster adalah kopi dari Garut, Jawa Barat. Kopi ini ditanam pada ketinggian 1400 mdpl dan terdiri dari berbagai macam varietas biji kopi. Proses pasca panen yang digunakan adalah Proses Madu (Honey Process) dimana lapisan lendir (mucilage) yang menyelimuti biji kopi tidak dikelupas saat pengeringan dilakukan. Hasilnya, terdapat sedikit rasa fermentasi yang timbul pada seduhan kopi.

Pada saat diseduh, kopi ini mengingatkan pada Sunda Aromanis dengan rasa bebuahan yang kental. Seduhan kopi ini memiliki aroma vanilla yang bercampur asam bebuahan. Dari seduhan kopi ini, timbul rasa mangga dan manis fermentasi madu yang bercampur dengan rasa asam jeruk yang cukup intens dan pahit karamel. Menariknya, seduhan kopi ini memiliki kekentalan yang cukup tebal dengan kekentalan yang menyerupai sirup (syrupy consistency) terasa memenuhi rongga mulut. Setelah dingin, rasa asam jeruk dari seduhan kopi menurun dan terjadi peningkatan intensitas rasa mangga. Peningkatan intensitas rasa mangga ini terutama terasa di tenggorokan setelah kopi diteguk.

Secara umum, cita rasa kopi Garut yang disangrai Hiji Coffee Roaster adalah cita rasa tipikal dari kopi arabika yang diproses dengan cara honey process. Dengan rasa manis fermentasi dan asam bebuahan yang menonjol, kopi ini akan cocok bagi peminum kopi yang menyukai cita rasa asam dari seduhan kopi. Selain itu, karena rasa seduhan kopi yang cukup ringan, kopi ini juga cocok untuk diminum pada saat bersantai.

Wednesday, November 4, 2015

Batak Bolon Philocoffee


Sumatra Batak Bolon

Philocoffee

Proses Pasca Panen
Giling Basah
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium 
Metode Seduh
Kono Meimon
Tanggal Sangrai
21 Oktober 2015
Tanggal Seduh
27 Oktober 2015
Harga
Rp 70.000 per 200gr
Nilai
8/10

Rasa yang Timbul
Tembakau, Cengkeh, Lada Hitam, Gula Merah, Rokok Kretek

Kopi Sumatera Batak Bolon yang disangrai oleh Philocoffee adalah kopi hasil budidaya perkebunan Klasik Beans Medan yang dipanen pada bulan April 2015. Biji kopi ini berasal dari daerah Dolok Sanggul dan Lintong yang ditanam pada ketinggian 1400-1600 mdpl dan merupakan campuran kopi multivarietas arabika seperti Ateng, Jember, dan Tim Tim. Menariknya, kopi ini disebut Batak Bolon karena kopi yang digunakan hanya kopi yang berukuran besar (dalam bahasa Batak, bolon) dengan ukuran biji kopi 7.5 mm - 8 mm.

Secara rasa, kopi ini merupakan kopi yang kompleks dengan cita rasa yang memenuhi semua ekspektasi dari kopi Sumatera. Pada saat diseduh, tercium aroma gula merah yang bercampur dengan vanilla dan rempah. Saat diminum, ditemukan rasa tembakau yang bercampur dengan cengkeh dan sedikit lada hitam. Sekilas, rasa kopi ini mengingatkan pada rasa rokok kretek seperti Djarum Cokelat. Saat kopi mulai dingin, rasa asam yang pada awalnya tidak terlalu muncul mulai terasa dan memberikan kompleksitas baru pada seduhan. 

Kopi Batak Bolon yang disangrai oleh Philocoffe ini cocok untuk dijadikan kopi pagi karena karakter rasa asam yang rendah dan hasil yang cukup kental. Namun, bagi para penikmat kopi yang lebih menyukai karakter asam buah pada seduhan kopi, kopi Batak Bolon tidak akan memenuhi keinginan tersebut. 

Monday, June 15, 2015

Robusta Jawa Tengah Kopi Tuku

Robusta Jawa Tengah

Toko Kopi Tuku

Proses Pasca Panen
-
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium 
Metode Seduh
Hario V60
Tanggal Sangrai
Mei 2015
Tanggal Seduh
12 Juni 2015
Harga
Rp 47.000 per 180gr
Nilai
8.5/10

Rasa yang Timbul
Gula Tebu, Kayu Manis, Tembakau, Asap, Cokelat Pahit

Berbicara mengenai kopi tentu tidak bisa dilepas dari pembicaraan mengenai jenis kopi robusta. Jenis ini merupakan salah satu spesies tanaman kopi selain kopi arabika yang lazim dikonsumsi oleh peminum kopi di dunia. Dibandingkan kopi arabika, spesies kopi robusta memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap hama, perawatan yang lebih mudah, serta hasil panen yang lebih banyak. Kualitas-kualitas ini yang menjadikan kopi robusta alternatif yang lebih ekonomis dibandingkan kopi arabika. Bahkan, di banyak tempat, penanaman kopi robusta dimulai karena kopi arabika yang sudah tertanam tidak kuat bertahan terhadap serangan hama karat daun. Dalam karakteristik rasa, kopi robusta memiliki rasa yang cenderung pahit dan tidak asam karena kandungan Pyrazine di dalamnya. Selain itu, hasil seduhan kopi robusta juga cenderung lebih kental dibandingkan kopi arabika sehingga kopi ini sering dijadikan campuran kopi Espresso untuk memperkuat rasa seduhan kopi. Saat ini produksi kopi robusta mengambil 30% dari jumlah produksi kopi dunia dan kebanyakan ditanam di Vietnam dan Indonesia. Akan tetapi, karena rasanya yang keras, kopi robusta sering dianggap inferior dari kopi arabika yang memiliki rasa yang lebih halus. Akibatnya, konsumsi kopi robusta lebih sering digunakan untuk industri kopi instan dan tidak dimasukkan dalam gerakan kopi gelombang ketiga yang telah meningkatkan kualitas kopi arabika. Sehingga, kualitas kopi robusta cenderung buruk dan jarang ada penyangrai kopi spesialti yang mau menyentuh kopi robusta.

Salah satu penyangrai di Jakarta yang menyangrai kopi robusta adalah Toko Kopi Tuku yang terletak di Jl Cipete Raya No. 7, Jakarta Selatan. Toko kopi mungil ini dibuka pada awal bulan Juni 2015 lalu sebagai bentuk ekspansi dari Toodz House yang fokus dalam produksi biji kopi. Uniknya, toko ini tidak menyediakan ruang duduk yang luas bagi pengunjung karena toko ini memang diniatkan untuk pelayanan take-away yang cepat saji. Untuk menu kopi, toko ini menyediakan berbagai jenis kopi berbahan dasar espresso serta beberapa menu kopi yang dicampur sirup. Toko ini juga menyediakan racikan kopi bubuk yang telah dicampur dengan gula dan susu untuk pelanggan yang tidak terlalu menyukai kopi hitam. Selain itu, toko ini juga melayani pengunjung yang ingin membeli kopi dalam bentuk biji dan bubuk. Bagi yang ingin membeli kopi, toko ini menjual biji kopi arabika dan robusta oleh Tyo yang disangrai dengan mesin dari Froco. Uniknya, kopi dijual dalam jumlah yang tidak lazim diberikan penyangrai lain, yaitu 30gr, 180gr, 400gr, dan 900gr.

Kopi robusta yang disangrai oleh Kopi Tuku memiliki kualitas Fine Robusta yang merupakan kualitas terbaik untuk kopi robusta. Sebelum diseduh, biji kopi yang baru digiling tercium seperti aroma susu Dancow Putih dan hasil seduhan kopi ini mengeluarkan aroma gula tebu yang semerbak. Ketika diminum, terdapat rasa kayu manis yang bercampur dengan rasa cokelat pahit dan tembakau. Setelah diteguk, terdapat sisa rasa asap (smoky) yang cukup kuat dan memenuhi rongga mulut. Jika dibiarkan dingin, rasa pahit cokelat menjadi lebih dominan dengan sisa rasa asap yang tetap terasa.

Kopi robusta dari Toko Kopi Tuku merupakan alternatif yang menarik bagi peminum kopi yang bosan dengan asam bebuahan kopi arabika. Kopi ini juga merupakan pilihan yang sangat tepat untuk kopi di pagi hari karena kandungan kafein robusta yang lebih banyak daripada kopi arabika sehingga dapat menghilangkan rasa kantuk dengan lebih efektif. Selain itu juga, konsumsi kopi robusta berkualitas juga dapat menjadi pemicu peningkatan kualitas industri kopi robusta dengan adanya permintaan dari konsumen akan robusta yang berkualitas. Mengingat besarnya produksi kopi robusta di Indonesia dan perubahan iklim yang akan menjadi tantangan bagi kopi arabika di masa depan, peningkatan kualitas kopi robusta bisa menjadi solusi masa depan bagi industri kopi di Indonesia.

Sunday, May 24, 2015

Sunda Dewi Rengganis Orkide & Coffee Adorers


Sunda Dewi Rengganis

Orkide & Coffee Adorers

Proses Pasca Panen
Semi Washed
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium Light
Metode Seduh
Hario V60
Tanggal Sangrai
21 Mei 2015
Tanggal Seduh
24 Mei 2015
Harga
Rp 100.000 per 250gr
Nilai
8.5/10

Rasa yang Timbul
Melati, Teh Hitam, Karamel, Jeruk Nipis

Indonesia merupakan daerah pertama di luar dataran Arabia dan Ethiopia dimana kopi ditanam secara luas. Bahkan, hingga sekarang, frase "a cup of Java" masih bermakna segelas kopi di Eropa dan Amerika. Berbicara mengenai kopi di Indonesia, tentunya tidak bisa lepas dari peran kopi di Pulau Jawa, terutama di Tanah Pajajaran. Dengan dataran tinggi yang cukup luas, pulau Jawa memiliki prospek perkebunan kopi varietas arabika yang cukup baik. Prospek inilah yang dikembangkan oleh Belanda pada tahun 1696 dalam upaya mereka mendobrak monopoli perdagangan kopi dunia oleh bangsa Arab. Awalnya, Belanda mencoba penanaman kopi dengan biji kopi yang didapat dari kawasan Ethiopia di Batavia di daerah yang sekarang dinamakan Pondok Kopi namun gagal karena banjir. Namun, karena tingginya permintaan dunia akan kopi, Belanda mencoba lagi untuk membudidayakan kopi pada tahun 1699 dan berhasil. Hingga akhirnya pada tahun 1711, ekspor kopi pertama dikirim dari pulau Jawa ke Eropa oleh VOC. Untuk meningkatkan volume kopi yang ditanam, Belanda memberlakukan sistem tanam paksa dan berhasil meningkatkan ekspor kopi dari Indonesia menjadi 60 ton per tahun dalam 10 tahun. Namun, karena penyakit karat daun yang tersebar pada tahun 1876, banyak varietas arabika Typica yang dibawa oleh Belanda musnah dan digantikan dengan varietas lain yang lebih tahan hama. Kejadian ini mendorong masuknya kopi robusta di Indonesia terutama di ketinggian yang lebih rendah dimana efek hama ini lebih terasa. Selain itu, hama karat daun juga mendorong persilangan varietas untuk memperkuat ketahanan kopi dari hama.

Orkide & Coffee Adorers sendiri sudah berkecimpung lama di dunia kopi spesialti Indonesia. Dimulai oleh Levi, panggilan akrab dari Azhar Levi Sianturi, Orkide & Coffee Adorers melakukan penyangraian kopi di Pasar Santa Lt 2 kios No. 118 sejak tahun 2012. Kopi Sunda Dewi Rengganis yang disangrai oleh Orkide & Coffee Adorers adalah kopi arabika dengan varietas Typica yang merupakan varietas asli kopi dari dataran Arabia yang dibawa ke Indonesia oleh Belanda. Bahkan, konon kopi Dewi Rengganis ini merupakan turunan langsung dari kopi yang dibawa Belanda di abad 17 yang dibudidayakan kembali. Kopi ini ditanam di Gunung Manglayang, Bandung Utara pada ketinggian 1400 m di atas permukaan laut oleh koperasi Kopi Florist. Untuk alasan tertentu, nama kopi ini diambil dari nama tokoh Dewi Rengganis yang konon berdiam di puncak gunung Argopuro.

Kopi Sunda Dewi Rengganis yang disangrai oleh Levi memiliki karakter yang lazimnya ditemukan pada kopi yang berasal dari Amerika Latin. Karakter utama yang timbul setelah diseduh adalah aroma melati yang semerbak. Ketika diminum, terdapat rasa teh hitam dan melati yang dominan dengan sedikit rasa herbal dan manis karamel. Keasaman dan kekentalan seduhan kopi ini tergolong rendah dengan rasa asam yang menyerupai jeruk nipis dan kekentalan yang menyerupai teh. Ketika dingin, rasa asam jeruk nipis menjadi lebih terasa sementara rasa teh hitam dan aroma melati tetap dominan.

Kopi Sunda Dewi Rengganis hasil sangraian Orkide & Coffee Adorers memberikan pengalaman mengopi yang unik. Jika pada umumnya kopi dari pulau Jawa memiliki karakter cokelat yang kental, kopi Sunda Dewi Rengganis ini memberikan aroma dan rasa teh hitam bercampur melati yang kental dari awal hingga akhir. Kopi ini cocok untuk diminum di sore hari untuk menemani waktu santai. Rasa manis kopi ini juga membuat kopi ini cocok bagi peminum kopi yang ingin memulai meminum kopi tanpa gula.

Saturday, May 16, 2015

Hario V60

Hario V60


Dari gerakan kopi spesialti yang berkembang dalam beberapa tahun ini, satu alat seduh muncul sebagai sebuah alat seduh yang menyimbolkan penyeduhan kopi spesialti di berbagai belahan dunia, alat itu adalah Hario V60. Alat seduh ini populer karena kemampuannya untuk menghasilkan kopi tanpa ampas dan mengeluarkan banyak rasa yang terkandung di dalam kopi. Selain itu juga, meskipun terlihat mudah, untuk menghasilkan rasa kopi yang nikmat dengan menggunakan alat ini memerlukan kemampuan menyeduh dan pemahaman mengenai kopi yang baik. Sehingga apabila seorang barista menyeduh kopi dengan alat ini, terlihat bahwa barista tersebut memiliki kemampuan dan pemahaman yang mumpuni. Bahkan, karena popularitasnya di dunia kopi spesialti, alat ini juga dipajang di banyak kafe saat ini sebagai penanda bahwa kafe tersebut juga ikut berkecimpung dalam gerakan kopi spesialti. Meskipun tidak sedikit juga kafe yang memajang alat ini namun tidak menggunakannya untuk membuat kopi.

Metode seduh penuangan (pour over) dengan saringan kertas ditemukan oleh seorang ibu rumah tangga bernama Melitta Bentz pada tahun 1908. Dari keinginannya untuk meminum kopi yang tidak terlalu pahit dan praktis, Melitta Bentz bereksperimen dengan berbagai macam material dan menemukan metode saringan menggunakan kertas. Dari penemuannya ini, Melitta Bentz kemudian membuat perusahaan untuk memproduksi saringan kopi dari kertas dan berhasil menjual 1200 lembar pada Leipzig World Fair tahun 1909. Sejak saat itu, perusahaan Melitta Bentz terus berkembang melewati dua perang dunia dan menjadi perusahaan besar yang memproduksi peralatan kopi di Eropa dan Amerika hingga sekarang. Sementara itu, saringan kertas diadopsi oleh banyak perusahaan seperti Chemex dan Kalita untuk membuat alat seduh mereka sendiri.

Hario sendiri merupakan perusahaan dari Jepang yang didirikan pada tahun 1921 dengan fokus membuat kaca tahan panas untuk peralatan laboratorium. Bahkan, nama Hario memiliki arti Rajanya Gelas dalam bahasa Jepang. Dari latar belakang ini, pada tahun 1949 Hario mulai memproduksi alat seduh kopi berupa Coffee Syphon yang kemudian dikembangkan di tahun 1957 menjadi syphon yang menggunakan saringan kain. Alat seduh V60 sendiri diperkenalkan oleh Hario pada tahun 2005 dan langsung mendapatkan sambutan positif dari dunia perkopian internasional.

Nama V60 diambil dari bentuk kerucut alat ini yang berbentuk seperti huruf V dan memiliki sudut 60o. Di sisi dalam alat ini terdapat alur spiral yang berfungsi untuk mengalirkan air dan mengeluarkan gas yang keluar dari kopi pada saat penyeduhan. Di tengah-tengah kerucut, terdapat satu lubang besar tempat keluarnya hasil seduhan kopi. Ukuran lubang yang besar membuat air seduhan kopi dapat mengalir dengan cukup deras sehingga penyeduhan kopi dapat dilakukan tanpa ekstraksi yang berlebih. Selain alat seduh, Hario juga mengeluarkan teko dengan leher angsa bernama Hario Buono sebagai pelengkap yang berguna untuk membantu menyeragamkan aliran penuangan pada saat penyeduhan kopi. Sementara untuk kertas, terdapat dua jenis kertas yang disediakan Hario, yaitu jenis yang dikelantang (bleached) dan yang tidak dikelantang (unbleached) tanpa perbedaan yang signifikan terhadap rasa seduhan kopi. Tetapi dalam praktiknya, untuk kertas yang tidak dikelantang dibutuhkan pencucian yang lebih banyak di awal penyeduhan untuk menghilangkan rasa kertas pada hasil seduhan.

Meskipun bentuknya simpel, penyeduhan kopi menggunakan Hario V60 merupakan proses yang cukup rumit. Untuk alat seduh ini, terdapat beberapa faktor utama yang berpengaruh pada rasa seduhan kopi:
  1. Ukuran gilingan kopi berpengaruh kepada level ekstraksi kopi dan waktu seduh. Secara umum, gilingan yang lebih halus menghasilkan rasa kopi yang cenderung pahit sementara gilingan yang kasar menghasilkan rasa kopi yang cenderung asam. Namun, apabila gilingan kopi yang digunakan terlalu kasar, air akan mengalir dengan sangat cepat sehingga ekstraksi kopi menjadi sangat sedikit dan menghasilkan kopi yang hambar. 
  2. Suhu air berpengaruh pada kemampuan air untuk mengekstraksi kopi pada saat penyeduhan. Temperatur yang biasanya digunakan berkisar antara 80 - 95 oC. Secara umum, suhu air yang tinggi menghasilkan seduhan kopi yang cenderung pahit sementara suhu air yang rendah menghasilkan seduhan kopi yang cenderung asam. Perlu diperhatikan juga jika suhu terlalu rendah, kemampuan air untuk mengekstraksi kopi akan menjadi sangat lemah sehingga menghasilkan kopi yang hambar.
  3. Debit air berpengaruh pada waktu seduh dan ekstraksi kopi. Dalam proses penyeduhan, debit air diatur dengan mengatur cara menuang air pada kopi. Secara umum, apabila permukaan air berada lebih tinggi daripada permukaan kopi, aliran air memiliki debit yang lebih besar dibanding jika permukaan air berada di dekat permukaan kopi. Dengan debit air yang besar, waktu seduh menjadi semakin singkat. Namun, jika debit air terlalu besar, kontak antara air dengan kopi tidak berlangsung dengan optimal sehingga ekstraksi kopi tidak terjadi dengan baik dan berakibat pada rasa kopi yang hambar. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan adalah stabilitas debit untuk menyeragamkan ekstraksi selama penyeduhan. Oleh karena itu, penggunaan teko berleher angsa dianjurkan karena teko tersebut dapat mengeluarkan air dengan debit yang stabil.
  4. Rasio kopi dan air berpengaruh pada waktu seduh dan kekentalan hasil penyeduhan. Pada umumnya untuk alat ini rasio yang digunakan adalah 1:10 hingga 1:17, yaitu 1 gr kopi untuk 10 - 17 gr air. Apabila rasio kopi dan air terlalu besar, selain membuat kopi menjadi encer, juga membuat proses ekstraksi yang berkepanjangan sehingga sari kopi yang menghasilkan rasa pahit di akhir ekstraksi juga ikut terlarut dalam seduhan kopi.
  5. Cara menuang berpengaruh pada keseragaman ekstraksi kopi di dalam alat. Cara menuang yang lazim digunakan adalah berputar dengan debit yang stabil sehingga kopi terekstraksi secara merata. Namun tentunya setiap orang memiliki gayanya masing-masing, tergantung pada pengalaman dan kenyamanan masing-masing. Untuk memastikan keseragaman ekstraksi, beberapa orang juga mengaduk kopi di dalam alat V60. 
Semua faktor di atas berkelindan erat pada saat penyeduhan kopi dengan masing-masing faktor mempengaruhi faktor lainnya sehingga diperlukan eksperimen dan latihan untuk dapat menguasai alat ini. Hal ini tentunya dianjurkan karena berlatih dengan alat ini dapat membantu banyak dalam pemahaman mengenai teknik penyeduhan kopi. Selain itu juga, apabila bisa menguasai teknik penyeduhan dengan alat ini, salah satu keunggulan alat ini adalah kemampuannya untuk menghasilkan spektrum rasa yang sangat beragam dengan mengubah faktor-faktor penyeduhan. Hal ini tentunya menguntungkan karena dengan demikian kita dapat memenuhi banyak tipe selera sesuai dengan kebutuhan.

Hario V60 adalah alat penyeduh kopi yang mampu menghasilkan rasa kopi yang lebih intens dibandingkan alat seduh lainnya. Selain itu juga, banyaknya faktor yang dapat diubah membuat alat ini sangat fleksibel dan mampu menghasilkan spektrum rasa yang beragam. Namun demikian, apabila tidak dilakukan dengan baik, menyeduh dengan alat ini juga berpotensi membuat rasa kopi menjadi sangat tidak enak, baik hambar, pahit, atau masam. Perlu diingat juga bahwa masing-masing kopi memiliki parameter penyeduhan optimal yang berbeda, bergantung pada jenis kopi dan profil sangrai yang digunakan. Untuk itu, diperlukan latihan dan eksperimentasi yang berulang untuk mendapatkan hasil seduh yang optimal dari alat ini.

Selamat berlatih dan bereksperimen!

Friday, May 15, 2015

French Press


French Press


Bagi anda yang menggeluti seduh manual, pasti sudah tidak asing dengan alat seduh ini. Wajar saja, alat ini merupakan alat yang biasanya menjadi gerbang ke dunia seduh manual karena harganya yang relatif murah dan penggunaannya yang sangat mudah. Karena alasan ini juga, alat French Press dipasarkan kepada konsumen umum oleh salah satu produsen kopi besar di Indonesia untuk memberikan pengalaman baru dalam mengopi kepada khalayak umum.

Karena luasnya persebaran alat ini di dunia, terdapat banyak nama yang diberikan kepada alat ini di masing-masing negara. Di Italia, alat ini disebut caffettiera a stantuffo. Sementara di Selandia Baru, Australia, dan Afrika Selatan alat ini disebut coffee plunger. Sementara di Prancis sendiri alat ini disebut cafetière à piston, meskipun banyak orang Prancis juga sering menyebut alat ini dengan nama merek yang popular seperti Melior atau Bodum. Di Inggris dan Belanda, alat ini disebut cafetière. Dan nama French Press sendiri berasal dari Amerika dan Kanada yang juga menamakan alat ini Coffee Press.

Meskipun banyak digunakan, jarang orang yang tahu bahwa sejarah French Press dipenuhi dengan kontroversi. French Press pertama kali dibuat dengan menggunakan saringan logam atau kain yang disambung pada batang kayu. Alat sederhana ini kemudian digunakan untuk menyaring kopi dari panci yang mendidih. Hak paten pertama untuk alat French Press ini dimiliki oleh desainer dari Milan bernama Attilio Calimani dan Giulio Moneta yang mematenkan desainnya pada tahun 1929. Lalu, desain tersebut diubah oleh Faliero Bondanini dari Swiss yang kemudian mematenkan desainnya sendiri pada tahun 1958 dan memasarkannya dengan nama Chambord. Faliero Bondanini juga memulai produksi massal di sebuah pabrik Klarinet di Prancis bernama Martin SA dan meningkatkan popularitas alat ini di Eropa. Popularitas alat ini di Eropa semakin melesat dengan produksi oleh perusahaan lain seperti Household Articles Ltd. di Inggris dan Bodum di Denmark. Hingga saat ini, French Press menjadi alat seduh kopi manual yang mudah digunakan dan dapat menghasilkan kopi tanpa ampas yang nikmat.

Untuk memaksimalkan rasa kopi yang didapat dari penggunaan French Press, perlu diingat bahwa pencampuran antara kopi dan air terjadi pada bubuk kopi yang terendam penuh di dalam air yang tidak mengalir. Oleh karena itu, faktor yang perlu diperhatikan dalam penyeduhan adalah ukuran gilingan kopi, suhu air, dan lama perendaman. Pada umumnya, ukuran gilingan biji kopi yang digunakan untuk alat ini adalah ukuran kasar. Sementara, untuk suhu air dan lama perendaman, terdapat standar yang beredar untuk merendam bubuk kopi selama 4 menit dengan suhu air 85 - 92 Celsius. Namun tentunya, berhubung pada akhirnya kenikmatan kopi ditentukan oleh peminumnya, tidak ada metode pembuatan yang bersifat baku dan kaku. Bahkan, jika diinginkan, alat ini juga dapat digunakan untuk membuat kopi seduh dingin dengan cara merendam bubuk kopi pada air dingin selama 6 - 24 jam sebelum disaring. Hal ini tentunya wajar karena dalam penyeduhan manual masing-masing variabel penyeduhan dapat diubah agar hasil seduhan kopi dapat menyesuaikan dengan selera masing-masing orang dan perlu eksperimentasi yang berulang untuk mendapatkan rasa seduhan yang cocok.

Penyeduhan kopi dengan French Press berpotensi menghasilkan rasa kopi yang relatif lebih kental dan kuat dibanding metode seduh lainnya. Namun demikian, penyeduhan dengan menggunakan French Press juga berpotensi membuat rasa kopi menjadi hambar. Hal ini biasanya terjadi akibat kurang maksimalnya ekstraksi kopi akibat gilingan kopi yang terlalu kasar, waktu perendaman yang kurang lama, atau suhu air yang terlalu rendah. Perlu diingat juga bahwa masing-masing kopi memiliki parameter penyeduhan optimal yang berbeda. Sehingga diperlukan eksperimentasi yang berulang untuk mendapatkan hasil seduh yang optimal dari alat ini.

Selamat mencoba!

Thursday, May 14, 2015

Toraja Roroan Bara-Barra Kopikohlie


Toraja Roroan Barra-Barra

Kopikohlie

Proses Pasca Panen
Metode Basah
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium Light
Metode Seduh
Hario V60
Tanggal Sangrai
7 Mei 2015
Tanggal Seduh
11 Mei 2015
Harga
Rp 75.000 per 250gr
Nilai
8.5/10

Rasa yang Timbul
Rempah-rempah, Jahe, Gula Jawa, Asam Jawa, Gurih

Berbicara mengenai kopi Indonesia pasti tidak akan lepas dari kopi yang berasal dari daerah Toraja. Wajar saja, daerah Tana Tinggi Toraja sudah terkenal sebagai penghasil kopi sejak dari zaman Belanda. Namun demikian, sejarah mengenai kopi dari daerah Toraja memiliki banyak ketidakjelasan. Bahkan, terdapat beberapa versi mengenai asal-usul keberadaan tanaman kopi di daerah ini: antara dibawa oleh Pemerintah Belanda pada saat itu atau oleh pedagang Arab sebelum kedatangan Belanda di Tana Toraja. Tapi yang jelas, kopi di daerah Toraja sudah menjadi komoditas utama sejak akhir abad 19. Perdagangan kopi di daerah Toraja mengubah pola hidup dan demografi masyarakat di daerah Toraja dengan mendorong masuknya suku Bugis dan senjata api di Toraja sehingga menciptakan ketegangan antar-etnis. Meskipun literatur mengenai hal ini sangat terbatas, dari literatur yang tersedia disebutkan bahwa persaingan pedagang-pedagang kopi di Toraja untuk memonopoli perdagangan kopi sempat memicu perang yang sering disebut Perang Kopi Toraja pada akhir abad 19 yang memecah masyarakat Toraja hingga kedatangan Belanda memaksa mereka untuk bersatu melawan penjajah. 

Kopi yang disangrai oleh Kopikohlie ini berasal dari Lembang Roroan Barra'-Barra' di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Metode pasca panen yang digunakan adalah metode basah (full-washed) dimana kopi dikupas hingga bersih, termasuk kulit tanduk (mucilage) yang menempel pada biji. Proses ini merupakan proses yang sering digunakan di dunia. Bahkan, hampir 50% kopi di dunia diproses dengan metode basah dan untuk kopi spesialti, proses ini merupakan cara yang lebih disukai. Pada proses ini, pertama, kulit buah dikupas menggunakan mesin pulper dan air dalam proses pulping. Kemudian, biji kopi difermentasikan selama 1 hingga 2 hari dan dicuci untuk menghilangkan lapisan gula (mucilage) yang menempel pada biji. Setelah itu, biji kopi dikeringkan kembali hingga kadar airnya mencapai 12% sebelum dibersihkan lagi menggunakan huller. Proses ini dapat menghasilkan kopi berkualitas tinggi, namun membutuhkan air yang banyak — antara 2 hingga 10 Liter air per kilogram biji — dan membutuhkan manajemen yang sangat baik pada saat proses fermentasi dan pencucian untuk memastikan rasa kopi tidak rusak dalam proses pasca panen. Jika dilakukan dengan benar, hasil dari proses basah lebih bersih dan lebih konsisten dibandingkan proses lainnya.

Hasil seduhan kopi Toraja Roroan Barra-Barra ini memiliki aroma manis vanila yang bercampur dengan coklat dan aroma rempah-rempah. Secara rasa, kopi ini merupakan kopi yang kompleks dan intens dengan rasa rempah yang dominan dan manis gula jawa. Saat meminum kopi ini, terdapat rasa gurih di ujung lidah kemudian dilanjutkan dengan rasa jahe dan rempah yang intens. Keasaman kopi ini cenderung rendah sementara kekentalan kopi ini termasuk dalam level menengah. Saat kopi mulai dingin, terdapat rasa asam jawa yang muncul dari seduhan kopi.

Kopi ini sangat cocok bagi peminum kopi yang menyukai rasa kopi yang kompleks dan kuat. Selain itu juga, karena rasanya yang intens, kopi ini juga cocok menjadi kopi di pagi hari dimana karakter tersebut dibutuhkan untuk memulai hari. Namun, karena intensitas rasa yang kuat ini, kopi ini kurang cocok bagi peminum kopi yang menginginkan rasa kopi yang lebih lembut. 

Tuesday, April 28, 2015

Bali Petang Kolt Bruh



Bali Petang

Kolt Bruh

Proses Pasca Panen
Semi Kering
(Honey Process)
Penyeduh
Kolt Bruh
Profil Sangrai
Medium Dark
Metode Seduh
Seduh Dingin
Tanggal Sangrai
Tidak tersedia
Tanggal Seduh
Tidak Tersedia
Harga
Rp 35.000 per botol
isi 300ml
Nilai
7/10

Rasa yang Timbul
Tembakau, Asap (smoky), Gosong (toast), Tanah (earthy)

Popularitas kopi seduh dingin (cold brew coffee) adalah sebuah fenomena tersendiri bagi gerakan kopi spesialti. Tren kopi seduh dingin dimulai di Amerika dengan terlibatnya nama-nama besar dalam kopi seperti Stumptown dan Blue yang memulai produksi kopi seduh dingin untuk kemudian dikemas dalam botol atau kaleng. Keuntungan utama dari teknik ini adalah berkurangnya rasa asam dari hasil seduhan kopi. Akibatnya, rasa kopi menjadi lebih dapat diterima bagi peminum kopi yang memiliki gangguan pencernaan akibat keasaman kopi dan menjadi lebih mengejutkan bagi peminum kopi yang mengasosikan kopi dengan rasa pahit. Selain itu juga, karena kopi ini dapat dikemas secara praktis, konsumsi kopi seduh dingin menjadi lebih mudah sehingga dapat diakses oleh lebih banyak orang. 

Meskipun ketenarannya saat ini di dunia dimulai dari Amerika, sejarah awal mula kopi seduh dingin ternyata berhubungan dengan perkebunan kopi di Indonesia pada saat penjajahan Belanda. Praktik perkebunan kopi di Pulau Jawa pada saat itu mendorong perdagangan kopi dari Indonesia (pada saat itu Hindia Belanda atau Dutch East Indies) ke Jepang dan Korea. Dalam perjalanan perdagangan, para pelaut membutuhkan metode seduh yang mampu menyeduh dalam jumlah besar dan tidak basi di saat perjalanan. Dari sinilah metode seduh dingin muncul sebagai solusi yang dapat mengawetkan seduhan kopi selama perjalanan dagang ke Jepang dan Korea. Melalui perendaman kopi dalam air dingin, para pelaut dapat menyeduh kopi dalam jumlah besar dan hasilnya pun tahan lama. Karena pengaruh praktik perdagangan Belanda dengan Jepang dan Korea pada saat itu, konsumsi kopi seduh dingin sudah dilakukan di warung-warung kopi Jepang sejak tahun 1920 pada Periode Taisho. Bahkan hingga saat ini, kopi seduh dingin di Jepang masih disebut Dutch Coffee (ダッチ・コーヒー).

Saat ini di Jakarta, kopi seduh dingin sudah dapat ditemukan di kafe-kafe sebagai salah satu opsi minuman kopi - meskipun di banyak kafe, metode seduh dingin baru pada tahap ekplorasi. Kemudian, karena kemampuan kopi seduh dingin untuk tidak basi dalam waktu yang cukup lama tanpa penambahan pengawet, kopi seduh dingin menjadi pilihan yang rasional untuk dijual secara botolan atau kalengan. Ditambah lagi, iklim Jakarta yang panas memberikan kesempatan tersendiri bagi penjualan minuman dingin ini kepada pecinta kopi di Jakarta. Selain itu juga, ketiadaan pihak yang mendominasi penjualan jenis kopi ini memberikan kesetaraan kesempatan yang merata bagi pengusaha yang ingin memulai bisnis penjualan kopi seduh dingin dalam kemasan botol di Jakarta. Salah satu merek yang menjual kopi seduh dingin saat ini adalah Kolt Bruh yang menjual produk mereka secara online melalui Facebook dan Instagram

Dari wawancara singkat yang dilakukan dengan pemilik Kolt Bruh, Wulan Tri Oktaviani dan Blaise Russell, Kolt Bruh dibuat sebagai sarana aktualisasi diri Wulan yang memilih untuk berkecimpung dalam dunia kopi. Sebelumnya, Wulan memang sudah berkecimpung di dunia perkopian Bali sebagai Barista dan Asisten Penyangrai di salah satu kafe besar di Bali. Setelah pindah ke Jakarta, Wulan ingin tetap berkecimpung dalam dunia kopi namun tidak mau menjadi Barista karena takut sosoknya akan lebih dinilai ketimbang kemampuannya membuat kopi. Selain itu juga, Wulan juga ingin mendapatkan kebebasan yang tidak bisa didapat dari pekerjaan kantoran sehingga Wulan mencoba untuk membuat usaha Kolt Bruh ini. Dengan ketiadaan pihak yang mendominasi produk kopi berjenis kopi seduh dingin, Wulan berharap produk Kolt Bruh dapat menjadi produk unggulan di pasar kopi seduh dingin. Untuk mewujudkan hal ini, Wulan dan Blaise rela mengantar produk ini di daerah Jakarta untuk mempermudah akses publik kepada produk Kolt Bruh dan sedang memikirkan sistem pengiriman ke luar Jakarta.

Dalam keberjalanan Kolt Bruh, Wulan didukung oleh tunangannya, Blaise Russell, yang mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan baru mengenai kopi dari Wulan. Dalam wawancara singkat ini Blaise mengakui bahwa sebelum bertemu dengan Wulan, guru dari Texas yang sudah tinggal di Jakarta selama 4 tahun ini tidak mengetahui apa-apa tentang kopi. Sehingga, pengalamannya membuat Kolt Bruh bersama Wulan menjadi pengalaman yang telah membuka matanya pada banyaknya rasa cinta yang diberikan oleh setiap orang di setiap proses pengolahan kopi dari pohon hingga ke gelas. Dari pengalaman ini, Blaise berharap untuk membagi rasa cinta yang telah diberikan dalam pembuatan kopi melalui Kolt Bruh. Blaise berharap agar Kolt Bruh dapat mengubah pandangan orang mengenai kopi dan mengubah asosiasi kopi dengan rasa pahit yang harus diberikan gula. Melalui Kolt Bruh, Blaise berharap agar publik dapat fokus merasakan dan mengapresiasi kopi yang diminum.

Kopi yang digunakan untuk membuat Kolt Bruh adalah kopi arabika organik dari daerah Petang, Bali. Kopi ini dipilih oleh Wulan sebagai bahan dasar Kolt Bruh karena kedekatan Wulan dengan masyarakat di daerah perkebunan kopi tersebut. Metode yang digunakan untuk membuat kopi ini adalah imersi (perendaman) dalam air untuk mengekstraksi kopi dan kemudian kopi disaring menggunakan saringan kertas untuk menghilangkan ampas kopi. Hasilnya adalah seduhan kopi dengan aroma fermentasi yang cukup kuat dan rasa pahit yang halus namun cukup intens. Rasa yang timbul dari kopi ini adalah rasa tembakau, tanah (earthy), dan sedikit kayu manis. Setelah diteguk, terdapat rasa asap (smoky) dan gosong (toast) yang menyisa di tenggorokan. Tingkat kekentalan kopi ini termasuk dalam kekentalan menengah. Sementara untuk keasaman kopi, sesuai dengan keinginan penyeduhnya, Kolt Bruh telah berhasil untuk menghilangkan keasaman kopi sehingga seduhan kopi ini sama sekali tidak asam. 

Kolt Bruh dapat menjadi pilihan yang menarik bagi peminum kopi yang tidak menyukai rasa asam dan cenderung menyukai rasa pahit pada kopi. Ditambah lagi, panasnya Jakarta juga memberikan nilai tambah bagi penikmat kopi untuk menikmati kesegaran kopi dingin ini. Akan tetapi, karena pilihan penyeduh untuk menghilangkan rasa asam pada seduhan kopi, rasa lain yang mungkin timbul dari asam kopi, seperti rasa bebuahan dan manis fermentasi, juga ikut hilang. Sehingga rasa kopi Kolt Bruh tidak akan memenuhi ekspektasi peminum kopi yang menyukai rasa fermentasi yang sering timbul pada kopi seduh dingin.


Galeri Foto:

Thursday, April 23, 2015

Klub Kajian Kopi Volume 9


Klub Kajian Kopi Volume 9

Pengaruh Konsumsi Lokal Kopi Spesialti terhadap Pendapatan Petani Kopi di Indonesia

Penyelenggara
Philocoffee
Tanggal
22 April 2015
Lokasi
Philocoffee
Jl. Pondok Labu I No 10
Cilandak, Jakarta Selatan

Ihwal mengenai kesejahteraan petani menjadi isu yang penting di dalam gerakan kopi spesialti (specialty coffee). Didorong dari keinginan konsumen kelas menengah yang menginginkan konsumsi berkeadilan, banyak penggerak kopi spesialti yang berada di hilir rantai pasokan kopi (kafe dan penyangrai) mengangkat isu peningkatan mutu hidup petani sebagai nilai tambah dari kopi spesialti. Akan tetapi, peningkatan kesejateraan petani bukanlah isu yang mudah untuk dipahami. Dalam praktiknya, ihwal keuangan berkelindan erat dengan isu sosial budaya yang memberikan dimensi tersendiri dalam isu kesejahteraan petani. Belum lagi, praktik perdagangan kopi global dengan mata rantai yang panjang dan berliku menambah kompleksitas pada relasi antara aliran uang, barang, atau bahkan ilmu dan pengetahuan mengenai komoditas kopi itu sendiri pada semua simpul perdagangan. Tentunya, dari semua kompleksitas tersebut, validitas berbagai bentuk generalisasi dan simplifikasi yang selama ini beredar di hilir rantai pasok komoditas kopi dapat dipertanyakan.

Hal inilah yang dibahas dalam Klub Kajian Kopi Volume 9 (KKK-IX) untuk menilik dampak pertumbuhan konsumsi lokal kopi spesialti di area-area urban di Indonesia terhadap pendapatan petani kopi di Indonesia. Diskusi mengenai perkopian Indonesia ini kembali dilaksanakan oleh Philocoffee setelah absen selama dua tahun dengan mengundang tiga pembicara sebagai narasumber:
  1. Dr. Jeffrey Neilson, dosen dan peneliti dari University of Sydney yang telah melakukan penelitian rantai pasok kopi di Indonesia, terutama di daerah Toraja, Sulawesi sejak tahun 2001.
  2. Maryam Rodja, sociopreneur dari Baraka Nusantara yang mengolah perkebunan kopi di Sembalun, Lombok.
  3. Win Hasnawi, petani dan penjual kopi dari Qertoev Coffee yang menjual kopi dari Gayo langsung di Jakarta.
Masing-masing narasumber memberikan pandangan yang berbeda terkait dampak kopi spesialti terhadap petani kopi sesuai dengan pengalaman dan posisi masing-masing pada rantai pasok kopi.

Pada sesi pertama, masing-masing narasumber memaparkan sudut pandang masing-masing terkait tema yang dibahas. Terdapat kesepakatan dari semua narasumber bahwa pasar kopi spesialti di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis dari pasar lokal selama satu dekade terakhir meskipun jumlah kuantitatif peningkatan tersebut sulit untuk dibilang karena ketiadaan data yang definitif.

Dari peningkatan konsumsi spesialti kopi di Indonesia, banyak orang yang beranggapan bahwa karena harga kopi spesialti lebih mahal, pasar kopi spesialti akan lebih menguntungkan bagi petani. Akan tetapi menurut Win Hasnawi, dalam praktiknya, meskipun harganya lebih mahal, kopi spesialti membutuhkan kerja yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama sehingga memberikan resiko yang lebih besar kepada petani sementara perbedaan harga bisa hanya Rp.500 per kilogram. Maka wajar jika petani biasanya enggan untuk melakukan pengolahan kopi menjadi kopi spesialti.

Selain itu juga, menurut Win Hasnawi, pengolahan pasca-panen kopi menjadi kopi spesialti tidak akan bisa dilakukan oleh petani perorangan sehingga umumnya petani hanya bisa menjual biji merah kepada koperasi atau perusahaan pulping untuk mengupas kopi. Jika koperasi atau perusahaan tersebut tidak memiliki fasilitas penjemuran, penjemuran biji kopi dilakukan dengan penyewaan fasilitas penjemur untuk kemudian dikupas lagi dengan huller. Untuk kopi spesialti, diperlukan proses tambahan yaitu sortasi (grading) sesuai dengan kualitas biji kopi. Karena harga alat sortasi yang sangat mahal, sortasi biji kopi biasanya dilakukan secara manual oleh pekerja yang biasanya wanita. Baru setelah melalui proses sortasi, kopi dapat dijual untuk ekspor dan kelas kopi yang terbaik bisa mendapatkan julukan spesialti. Selama proses tersebut, resiko yang mungkin timbul dari faktor alam dan ketidakstabilan harga pasaran kopi dipegang seluruhnya oleh petani dan pengolah kopi.

Dengan lamanya proses panen dan rumitnya pengolahan pasca-panen, wajar jika banyak petani yang memilih untuk menanam tanaman lain seperti bawang atau palawija yang lebih cepat panen dan menghasilkan arus kas yang lebih cepat. Bahkan, menurut Jeffrey Neilson, mengganti tanaman komoditas merupakan salah satu cara untuk petani bertahan hidup dan justru lebih menguntungkan bagi petani untuk beralih profesi menjadi pedagang. Menurut Jeffrey Neilson, jika memang ingin mendorong kesejahteraan petani kopi dari bertanam kopi, harus ada sebuah mekanisme pembagian resiko yang dilakukan oleh konsumen hilir dengan petani, seperti pembayaran uang muka kepada petani sebelum panen atau penanaman modal yang berkelanjutan di kawasan kebun kopi.

Pertambahan pembeli lokal di hilir rantai pasok kopi juga menambah dinamika tersendiri bagi perkembangan industri kopi di Indonesia. Berbeda dengan konsumen internasional yang harus memesan dalam jumlah banyak (minimal satu kontainer atau sekitar 18 ton) yang disyaratkan dalam proses ekspor, konsumen lokal dapat memesan dalam jumlah yang lebih relatif lebih kecil (500kg - 1 ton). Di satu sisi, volume yang kecil memungkinkan penyangrai kopi spesialti untuk mengeksplorasi kopi dari daerah-daerah baru tanpa mengalami kerugian yang besar. Hal ini tentunya berdampak positif bagi daerah penghasil kopi yang namanya tenggelam di bawah nama daerah yang sudah tenar. Salah satu contoh dari keberhasilan jenis transaksi ini adalah kopi dari daerah Gunung Kerinci, Jambi yang sempat tenar di kafe-kafe Jakarta atau daerah Sembalun, Lombok yang dikembangkan oleh Baraka Nusantara dari hasil eksplorasi Maryam Rodja sendiri.

Akan tetapi, di sisi lain, model eksplorasi seperti ini diakui memiliki sisi negatif oleh Jeffrey Neilson dan Win Hasnawi dari segi relasi antara penyangrai dan petani. Karena proses pengolahan kopi yang rumit seperti dijelaskan di atas, petani cenderung enggan untuk melakukan proses tersebut apabila volume permintaan tergolong kecil. Sehingga model eksplorasi tersebut biasanya baru bisa terjadi di daerah dimana proses pasca-panen kopi sudah berjalan dengan baik, bukan memperbaiki pengolahan kopi di daerah tersebut. Selain itu juga, pembelian dalam jumlah besar mendorong relasi kepercayaan yang lebih dalam dan biasanya diiringi dengan penanaman modal yang lebih berkelanjutan untuk memastikan kualitas biji kopi yang diborong. Inilah sebabnya petani kopi spesialti lebih memilih untuk mengekspor kopi daripada menjual ke pasar dalam negeri. Selain harga jual yang lebih mahal, pembeli luar negeri juga membeli dengan volume yang lebih besar.

Poin selanjutnya dari diskusi ini adalah pembicaraan mengenai tengkulak yang menjadi perantara bagi pembeli di hilir dan petani di hulu rantai pasok kopi. Berbeda dengan sentimen publik terhadap kata tengkulak, semua narasumber menganggap bahwa tengkulak memegang peranan penting dalam rantai pasok kopi sebagai penghubung antara kemauan pasar dan kemampuan petani. Selain itu juga, menurut Win Hasnawi, tengkulak memiliki peranan untuk mengurangi unsur ketidakpercayaan pada setiap transaksi. Melalui tengkulak yang umumnya sudah dikenal di daerah asal kopi, pembeli dapat memastikan kualitas dan volume kopi yang dipesan dan petani dapat memastikan pembayaran diterima. Selain itu, Jeffrey Neilsen juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang salah beranggapan bahwa pembelian langsung kepada petani akan menghasilkan harga yang lebih murah dan lebih adil kepada petani. Ternyata, dalam praktiknya, pembelian langsung justru lebih tidak efisien daripada rantai pasok yang sudah ada sehingga menghasilkan harga yang lebih mahal dengan harga beli ke petani yang sama.

Terkait tengkulak pada rantai pasok kopi, Maryam Rodja mengungkapkan bahwa permasalahan tengkulak timbul ketika perantara serakah dan memberikan harga yang tidak berkeadilan. Namun apabila tengkulak mengembangkan hubungan kerja sama dan mengembangkan daerah kebun kopi maka akan terjalin hubungan yang lebih berkelanjutan dan akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang. Hal inilah yang dicoba dibangun oleh Baraka Nusantara yang akan membuat Rumah Belajar Sankabira di Lombok untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di Sembalun. Meskipun saat ini Baraka Nusantara masih menggunakan sistem beli-putus, Maryam Rodja mengaku bahwa saat ini sistem yang lebih berkelanjutan sedang dikembangkan oleh Baraka Nusantara untuk menjalin kerja sama yang lebih erat dengan petani.

Peran tengkulak juga diperlukan sebagai pengumpul biji kopi dari petani kopi. Menurut Jeffrey Neilsen, selama penelitiannya dia jarang melihat petani kopi yang besar, tapi yang sering teramati adalah rumah tangga yang memproduksi kopi sebagai salah satu mata pencaharian. Di lain waktu, rumah tangga tersebut bisa bekerja di tempat lain, seperti mengojek, berdagang, atau menanam tanaman lain di kebun yang mereka miliki. Bahkan, dari pengamatan Jeffrey Neilsen, penghasilan dari bertanam kopi kurang dari 50% dari komposisi penghasilan rumah tangga penghasil kopi. Hal ini tentunya menambah kompleksitas diskursus penyejahteraan petani kopi di Indonesia.

Selain itu juga, dalam diskusi ini dibahas juga isu lingkungan dan pemanasan global yang sedang terjadi saat ini. Karena kopi arabika membutuhkan area yang sejuk, pemanasan global akan mengurangi daerah yang dapat ditanami kopi arabika. Berdasarkan permodelan yang pernah dilakukan oleh Jeffrey Neilsen, pada tahun 2050 arabika akan sangat sulit ditanam di dunia karena area tanam yang memiliki iklim yang sesuai sudah sangat sempit. Namun, dari permodelan tersebut, terlihat bahwa kondisi di Indonesia lebih baik daripada negara penghasil kopi lain di dunia dengan daerah terluas berada di Sulawesi.

Isu lingkungan terkait penanaman kopi juga dibahas oleh Maryam Rodja dari pengalaman Baraka Nusantra di Sembalun. Maryam Rodja menjelaskan bahwa pada tahun 1970an daerah Sembalun berubah dari daerah penanam kopi menjadi penanam bawang putih karena alasan ekonomi. Penanaman bawang putih dilakukan dengan intensif menggunakan pupuk kimia hingga tanah daerah Sembalun jenuh. Maryam Rodja juga menjelaskan pengalaman di Gunung Malabar dimana masyarakat lebih memilih untuk menanam palawija karena alasan ekonomi. Namun, masyarakat juga menyadari peran pohon kopi sebagai pohon keras yang menahan arus air bawah tanah dan mencegah longsor. Sehingga penanaman kopi dan pohon penaungnya memiliki keuntungan sendiri.

Dari hasil diskusi selama dua jam ini, banyak hal yang disampaikan oleh semua narasumber mengenai rantai pasok kopi di Indonesia. Akan tetapi, hal-hal yang disampaikan oleh narasumber KKK-IX justru menambah pertanyaan dan memperpanjang diskusi mengenai kopi yang hampir tidak ada habisnya. Bahkan, di akhir diskusi, tercetus sebuah wacana dari peserta diskusi mengenai pendefinisian kopi spesialti yang tidak ditemukan sekarang sehingga menghasilkan banyak kebingungan pada pelaku kopi spesialti di dunia mengenai praktik kopi spesialti yang seharusnya. Namun karena keterbatasan waktu diskusi KKK-IX wacana ini tidak dibahas habis pada kesempatan ini sehingga memungkinkan pembahasan lanjutan di waktu lain.


Galeri Foto: