Friday, March 30, 2018

Sharing Table


Dua minggu lalu, kedai kopi kami dapat hadiah dua buah meja dari salah satu sobat Kopi Yuk! yaitu Andamawijaya Putra alias Kempot. Terima kasih sedalam-dalamnya untuk Kempot dari kami berdua. 

Mau diapakan meja ini nantinya? 

Rencana A 
Menjadikan meja ini sebagai sharing table. Dalam bayangan saya, konsep sharing table bertujuan menyatukan pelanggan kedai Kopi Yuk! dalam satu meja. Harapan kami mereka bisa saling bertukar informasi atau bahkan menceritakan proyek yang akan atau sedang dijalankan. 

Rencana B 
Memisahkan meja menjadi dua. Menurut hasil pengamatan Bing, yang pengunjung kedai kami sudah mulai beragam latar belakang, bukan hanya dari teman-teman semasa kuliah, tetapi banyak dari luar atau bahkan orang penasaran dengan kopi yang dijual di kedai mungil ini. Jadi, kondisi meja yang dipisah menjadi dua ini untuk menghindari kesulitan berkomunikasi dari dua kubu berbeda (bukan berlawanan). Hal ini kami lakukan agar grup atau sekelompok orang yang datang bisa tetap berkumpul sesuai minat mereka.

Tugas Wak & Bing masih sama. Mengenalkan sobat Kopi Yuk! satu sama lain agar terjadi obrolan bahkan sampai berbagi project dan harapan  kami semua senang dan saling menguntungkan. Mudah-mudahan kamu yang membaca semakin penasaran dengan kedai mungil ini. Masih kami tunggu kedatanganmu untuk berjabat tangan dengan Wak & Bing.

Sunday, March 11, 2018

Peran Barista


Dulu sosok barista dikenal dengan panggilan Bar Men yang kemudian berubah menjadi Barista. Gampangannya yang disebut barista adalah orang yang bertugas menyeduh kopi untuk pembeli di sebuah kedai kopi.

Pengalaman peribadi saya menjadi barista sendiri berawal dari 2009 semasa kuliah. Pada waktu itu belum banyak kedai kopi serius (memiliki berbagai metode brewing dan berbagai jenis biji kopi pilihan). Masa itu saya baru dikenalkan dua jenis kopi, arabica dan robusta. Secara rasa pun saya tidak bisa membedakan. Begitu juga dengan penyeduhan menggunakan mesin kopi. Selain ada uang jajan tambahan dari pekerjaan itu, saya juga sudah merasa keren dengan titel "barista" saat itu. Haha...

Lepas dari cerita di atas, saya mulai mengamati apa saja peran barista sebuah kedai kopi dan juga untuk pelanggannya. Setiap hari minggu, saya dan Bing dengan rute yang berbeda mampir ke kedai kopi di sekitar Jogja.

Tujuannya sangat mulia, memperkenalkan diri, siapa tahu bisa saling bantu antara kedai kopi. Sepanjang perjalanan (yang diberi tagar #mampir) kami banyak ngobrol dengan barista yang bertugas saat itu. Semua punya cerita menarik tentang pengalaman selama jadi barista. Buat kamu yang ke kedai kopi dengan bergerombol, coba deh untuk memberanikan diri berkunjung sendiri. Mulai dengan sebuah pertanyaan untuk barista atau kalau kamu beruntung justru barista yang sedang bertugas itu akan menemanimu ngobrol.


Saya agak takut menyebut diri saya seorang barista. Merasa ilmu masih belum cukup untuk mendapatkan titel tersebut. Belum banyak pengalaman yang saya punya juga jadi sebuah rasa penolakann. Tapi saya dan Bing mencoba fokus pada menu dan yang paling utama adalah kemauan kami untuk NGOBROL.

Kami selalu mengajak pelanggan untuk ngobrol dan kalau bisa kami akan 'paksa' mereka untuk bercerita. Kenapa kami terlihat memaksakan? Menurut saya dan Bing, obrolan itu bisa meringankan beban dan tentu saja, menyenangkan. Dari obrolan sederhana, syukur-syukur menjadi sebuah pertemanan apa lagi pertemanan yang saling menguntungkan, misalnya dengan berbagi proyek, dan masih banyak konsumen dari kedai mungil kami yang akhirnya bisa bekerjasama dalam hal apapun.

Tujuan yang saya dan Bing impikan adalah menjadi penghubung. Seperti sudah diceritakan, kami berhasil menghubungkan orang-orang yang memerlukan rekan untuk bekerjasama. Setelah berteman dengan beberapa konsumen yang-entah-dari-mana, kami mencoba untuk memasukkan diri ke dalam sebuah obrolan yang lebih luas, yaitu dengan cara mengenalkan kepada pelanggan lain. Seru kan?

"Bagaimana dengan kopi-nya?"
Menyajikan kopi sesuai dengan selera konsumen memang sudah menjadi tugas barista. Saya dan Bing berusaha menjalankan sepenuh dan segenap hati. Jadi, jangan khawatir untuk masalah rasa, karena rasa adalah selera. Belum tentu selera saya dan Bing sama. Yang penting apa pun rasanya silakan bercerita supaya kita bisa memulai sebuah perbincangan.

Monday, March 5, 2018

Kopi & Hobi

Halo!
Mudah-mudahan semuanya baik-baik saja. Sehat-sehat saja.
Kopi dan hobi.

Yang dimaksud kopi dan hobi ini bukan tentang hobi ngopi atau hobi menyeduh kopi. Tapi hobi yang bisa dilakukan sambil minum kopi. Lagi-lagi semuanya berawal dari obrolan-obrolan dan pengamatan saya selama menyeduh kopi di kedai mungil ini.

Mulai dari si Bing yang hobi dengan motor klasik japstyle. Satu bulan ini si Bing sangat antusias dengan mengendarai motornya yang baru saja dimodifikasi. Tapi sayangnnya masih saja masuk bengkel hampir satu minggu satu kali. Karena butuh perawatan yang lebih baik lagi. Pernah satu hari dia minta kepada saya,
"Tolong aku difoto sama motorku sambil minum kopi."
Alasannya karena ingin menonjolkan sosok maskulinnya. Makanya cowok, motor, dan kopi bisa jadi konten yang menarik menurutnya. Harapan nomor satu adalah supaya anak-anak motor klasik mau mampir ngopi juga di tempat kami. Alasan ini saya paling setuju. haha..

Beberapa sobat Kopi Yuk! juga punya hobi yang berbeda-beda. Salah satunya adalah menggambar. Menggambar dengan berbagai macam konsep, mulai dari karikatur, komik, kartun, sketsa, dan masih banyak lagi. Minum kopi sambil menggambar itu cukup melepas stres. Karena salah satu manfaat kopi adalah meningkatkan mood. Jadi, kalau sedang tidak mood, cobalah mampir ke kedai kami. hehe...

Buku dan kopi

Saya bukan orang yang suka membaca buku. Saya lebih suka mendengarkan cerita. Pengalaman saya membaca buku membuat saya mengantuk dan tiba-tiba menurunkan mood. Tapi lain halnya dengan adanya kopi yang menemani membaca buku.

Ritual saya setiap hari minggu adalah berkeliling kedai kopi selain untuk menulis dongeng-dongeng ini, saya sempatkan untuk membaca buku. Menyenangkan. Ditambah lagi dengan ngobrol bersama barista yang membuatkan saya kopi.

Traveling dan kopi

Sebelum berangkat traveling ada baiknya mempersiapkan jadwal perjalanan. Dan jangan sampai lupa untuk menyelipkan mampir ke kedai kopi sekitar. Cobalah ngobrol dengan barista yang bertugas di sana, bisa jadi dia bisa merekomendasikan tempat-tempat menarik lainnya yang mungkin tidak ada dalam jadwal perjalananmu.

Olahraga dan kopi

Ada salah satu dongeng yang ditulis si Bing tentang manfaat kopi sebelum olah raga. Mungkin kamu bisa baca di sini, bukan di sana. Saya termasuk orang yang selalu menyempatkan minum kopi satu jam sebelum olahraga. Biasanya kopi hitam, tapi kalau kalian mau kopi susu juga tidak masalah, asalkan kopi itu digiling bukan digunting. Manfaatnya minum kopi sebelum olahraga yang saya percaya adalah meningkatkan stamina dan adrenalin. Silahkan mencoba!

Kamu punya hobi apa? Coba lakukan hobimu sambil menikmati nikmatnya kopi. Share juga pengalamannya di kolom comment, atau facebook kami.

Sunday, March 4, 2018

Cari Angin: Tentang Rencana Menggaet Gen Z dan Ini Itu

Beberapa pekan terakhir ini, saya mengamati dengan serius, tapi tentunya tidak dengan tatapan tajam, para sobat Kopi Yuk! yang datang. Sebagian besar kini sudah menjadi pengunjung tetap.

Tentu saja, mayoritas adalah teman-teman semasa kuliah. Ada di kisaran usia, kira-kira, lima tahun lebih tua dan 5-6 tahun lebih muda dari saya. Sebagian kecil lainnya merupakan rekan dari teman saya sendiri.

Buat saya yang pernah berada kurang lebih lima tahun di bidang riset pasar, tentu ini merupakan wujud dari existing market. Suatu kondisi dimana pelanggan telah membeli secara berulang dari produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan/bisnis tertentu.

Pada satu sisi, saya merasa bisnis ini aman. Karena sudah memiliki pengunjung tetap.

Namun di sisi lain saya patut waspada.

Mewaspadai Product Life Cycle

Kopi. Sama seperti komoditi lain, benda ini bisa dikatakan tetap dalam rupa dan isi yang sama. Bentuknya pun, sejak dahulu kala konsisten seperti biji, masuk dalam kategori buah, tidak berubah wujud sebagai gas apalagi zat gaib.

Kenapa industri kopi tetap eksis? Tidak lain berkat inovasi, eksplorasi, dan tentu saja marketing (kalau tidak mau dibilang sebagai ilusi marketing) yang tersistem, untuk melanggengkan, suka atau tidak, kemunculan dan kekuasaan institusi tertentu (perusahaan penyedia alat pembuat kopi, kafe, dll). Tentu saja, pada fase ini edukasi bagi pengonsumsinya seolah menjadi mantra: Kamu harus paham apa yang kamu konsumsi. Agar menimbulkan kesan 'konsumsi yang bertanggung jawab'. Namun ujungnya sama, melanggengkan kekuasaan institusi tertentu.

Ah ok, saya tidak ingin terlalu membahas lebih jauh paragraf sebelumnya. Apa yang saya maksud di sini adalah suatu waktu nanti kopi generasi ketiga ini akan berganti era. Dalam kurva product life cycle, barangkali third wave cofffee berada pada titik growth atau barangkali sedang berada di tahap maturity. Bila diibaratkan sebagai seorang pemuda/pemudi, dia sedang banyak gebetannya hehehe...

Namun hal ini perlu diwaspadai, karena sekelas Starbucks, yang dianggap sebagai pelopor second wave musti terseok-seok di lantai bursa awal tahun ini. Berdasarkan artikel Forbes There are Bigger Challenges Facing Starbucks, diduga hal ini disebabkan oleh adanya perubahan perilaku konsumen AS. Kebiasaan kongkow di luar rumah, mulai tergantikan. Warga AS lebih suka 'mendekam' di rumah, terlebih lagi saat ini sudah banyak alat kopi artisan (sebagai dampak dari third wave coffee juga) yang bisa dibeli dengan harga terjangkau.

Nah, itu dia kata kuncinya: perubahan perilaku konsumen.

Pada tahap product life cycle, tren penjualan menurun atau decline suatu produk, salah satu penyebabnya karena ada kejenuhan konsumen dan mereka beralih ke produk lain. Jalan untuk memperpanjang napas adalah melakukan inovasi.

Apa kaitannya dengan Kopi Yuk?

Contoh kasus di atas, jelas merupakan pembelajaran. Memang sih, belum terjadi saat ini untuk Kopi Yuk!. Tapi saya musti waspada. Maka, pekan ini saya sedang getol-getolnya mengadakan riset berkait dengan selera minum kopi di kalangan Generasi Z (kelahiran 1996-2010).

Saya merasa ekspansi pasar masih bisa terus dilakukan. Apalagi saya hanya menggaet sepersekian persen dan itu kecil sekali dari keseluruhan peminum kopi di Jogja. Tentu saya dan Wak harus siap bersaing dengan kedai, warkop, dan kafe lain yang menyajikan produk serupa.

Nah, seperti apa hasil riset saya? Nantikan ya.