Monday, January 29, 2018

Tenang! Kami Tetap Bisa Jualan Terus


Oke!
Saya akan ngomongin soal harga. Walopun bukan direktur keuangan (itu kerjaannya si Bing), tapi saya juga ikut serta memikirkan atau setidaknya memberikan pendapat dalam hal menentukan harga per cangkir kopi yang disajikan di kedai mungil kami.

Mimpi saya pribadi adalah ngopi itu bisa dinikmati siapa saja (yang gak doyan gak termasuk, tapi kalo mau coba ya boleh lah.). Jadi, di benak saya harga kopi sangat menentukan kesuksesan dari segi penjualan. Apa lagi dari hasil riset si Bing yang menyatakan bahwa harga itu tetap jadi pertimbangan di Kota Gudeg ini.

Emang siapa aja sih tamu yang udah pernah ke Kopi Yuk? Kok risetnya menentukan banget? Konsumen yang datang ke kedai mungil kami itu masih dalam lingkaran pertemanan saya dan si Bing, kadang beririsan, bahkan kadang tidak. Di bulan ke-2 kemarin sudah mulai ada tamu dari antah berantah datang, mulai dari tetangga kios di Taman Kuliner tempat kedai Kopi Yuk menyeduh, teman dari teman, dan lain-lain walopun tidak banyak.

Bagian paling serunya ada di paragraf ini.

"Eh! kalian jualan ini untung gak to?" 

Begitulah celotehan konsumen kedai mungil ini. Usut punya usut ternyata bukan ingin mencari tahu tentang bisnis kopi itu menguntungkan atau tidak, tetapi celotehan itu ingin meyakinkan apakah kami tetap mendapatakan keuntungan dengan harga yang dirasa terlalu murah untuk konsumen kami.

Lucu ya? Haha! saya dan bing hanya tertawa jika ada pertanyaan semacam itu. Dan kami juga tidak gila untuk menjual kopi dengan harga rugi demi mendapatkan konsumen yang banyak. Saya dan bing sepakat, dengan kebulatan tekad untuk menjawab,

"Tenang to! untung.. untung..!" 

Sunday, January 28, 2018

Catatan 2 Bulan: Jika Kau Tersesat Tanya Saja Barista

Cerita tentang manusia selalu menarik. Entah kisah soal pencapaian, masalah yang dia hadapi, atau barangkali hal-hal lucu seputar kehidupan sehari-hari.

Kisah-kisah ini tentu bukan dari pengalaman saya saja. Melainkan dari pengunjung Kopi Yuk! dengan latar belakang berbeda. Dari cerita mereka, saya belajar banyak, mendapat pengetahuan yang belum saya tahu, sekaligus menerima ragam masukan serta saran dari mereka.

Saya jadi paham ungkapan 'jika kau tersesat tanya saja barista' yang pernah disebutkan salah satu tokoh fiksi dalam komik Jepang berjudul Barista. Ungkapan itu bisa jadi bermakna: barista tahu segala hal karena kerap 'dicurhati' pelanggannya. Artinya, tak melulu ahli teori dan praktik membuat kopi, melainkan bisa tahu juga kenapa anak Moldi kucing Tamkul akhir-akhir ini tidak tampak seliweran di depan kedai.



Menjadi jembatan

Saya sangat antusias mendengar cerita terbaru dari pengunjung. Selagi mereka bercerita, selintas saya berpikir barangkali cerita-cerita ini bisa menjadi anekdot, atau saya ceritakan ulang kepada pengunjung lain atau bisa saja menjadi sebuah buku hahaha.

Jujur saja, sebagai pedagang, saya ingin menjembatani jarak antara pedagang dan pembeli. Jembatan itu adalah komunikasi intim. Dengan segala kekurangan yang kami miliki baik fisik maupun tidak, kami berusaha menambalnya dengan membuat nyaman pengunjung. Kami lakukan dengan mengajak ngobrol dan bermain board games Candrageni atau Cluedo bersama.

Lagi-lagi ini bukan cuma soal kopi. Ini soal aria, atau 'suasana' dalam bahasa Italia.Yang terakhir disebut ini saya kutip lagi dari komik Barista. Esensi kafe bukan cuma soal kopi, melainkan atmosfir yang ditawarkan. Sesuai dengan hasil riset terhadap 100 pengunjung Kopi Yuk! sebulan lalu dimana pelayanan ramah dan atmosir kafe yang menyenangkan masuk lima besar hal paling penting ketika mengunjungi sebuah kafe di Yogyakarta.

Kafe sebagai institusi kultural

Habermas pernah meneliti tentang public sphere atau ruang publik (shit tulisan ini jadi semakin serius hehe...). Posisi istimewa ini disematkan pada coffeehouses dalam istilah peneliti Jerman itu.

Kehadiran kafe, menurut dia, merupakan wahana yang berkontribusi menciptakan, merawat apa yang disebut Habermas sebagai webs of social development. Di tempat ini pengunjung dari berbagai latar belakang budaya, jabatan, status sosial dapat ngobrol bebas apa yang dia maui, tanpa takut terintervensi, terintimidasi kekuatan politik-ekonomi lain.

Nah, dalam pemahaman saya, tentu saja hal tersebut baru bisa terjadi jika pemilik tidak hanya memfasilitasi tempat melainkan juga mau terlibat untuk ikut ngobrol dengan si pengunjung. Sayangnya saya tidak menemukan literatur lengkap bagaimana keterlibatan pemilik dapat berkontribusi positif terhadap hal ini. Namun setidaknya inilah yang saya jalankan dan yakini hingga saat ini.

Disambung lagi di tulisan berikutnya ya... :) 






Sunday, January 21, 2018

Catatan 2 Bulan: Bisnis kopi seru seperti main Yu-Gi Oh!

Foto oleh: Dian Kristiawan

Di antara kesibukan saya bermain aplikasi gim Yu-Gi Oh! yang sulit tapi seru, saya mendadak teringat jika bisnis ini sudah berjalan dua bulan lebih.

Maklum gawai baru perlu dicoba performanya. Saya coba berhenti sejenak main gim kartu yang sempat beken zaman SMA dulu. Kemudian mencoba menulis -semacam- perjalanan dua bulan ini:

Barangkali seperti pada umumnya sebuah UMKM berdiri, pengunjung atau calon pelanggan awal biasanya lingkaran pertemanan, atau setidaknya keluarga sendiri. Kami juga seperti itu. Bisa dikatakan mayoritas pelanggan kedai merupakan rekan-rekan semasa kuliah dulu. Di sini saya perlu mengapresiasi kesetiaan kawan-kawan hingga hari ini: Terima kasih sobat!

Namun bukan berarti kami mengandalkan lingkaran pertemanan. Kami tidak mau terlena. Saya sendiri adalah orang yang percaya pada satu titik tertentu, segmen tersebut pasti akan stagnan dan bisa saja meninggalkan kami kapan pun. Bahasa bekennya: Udah bosen.

Maka, kami perlu inovasi terus menerus. Belajar dari fesbuk. Sempat ditinggalkan 3-4 tahun lalu. Tapi sekarang mulai bangkit lagi. Karena sosmed besutan Mark Zuckerberg ini terus melakukan inovasi. Saya setuju dengan pendapat ahli bisnis: Jika tidak berinovasi maka (bisnis)mu akan mati.

Kami sadar, Kopi Yuk! berada di antara persaingan 400-an kedai atau kafe di Jogja. Mimpi kami tidak muluk: dapat terus menyeduh kopi dengan harga terjangkau. Bagi kelas atas, menengah maupun bawah. Seperti yang terus diucapkan rekan senasib, Wak.

Kembali lagi ke inovasi tadi. Beberapa sobat Kopi Yuk! yang rutin berkunjung atau terus membaca kabar terbaru via blog ini pasti tahu apa saja kegiatan yang dilakukan. Hal-hal baru atau barangkali kegilaan kami.

Riset itu baik dan perlu

Ada langkah yang kami biasakan sebelum melakukan sebuah inovasi: Riset. Riset ini bukan berarti harus dilakukan secara formal seperti dalam kegiatan akademik di universitas. Tidak, tidak harus selalu seperti itu.

Kerap kami melakukan observasi di lapangan, wawancara tak terstruktur dengan pelanggan untuk meminta pendapat dan masukan. Di samping itu, kami juga memiliki survei pasar terhadap customer dan rencananya secara rutin akan dilakukan tiap dua atau tiga bulan sekali.

Intinya, usaha ini adalah panduan kami agar tidak ngawur.




Wah, udah jam segini, waktunya buka kedai dulu. Obrolan ini dilanjutkan pada tulisan berikutnya ya...

:)

Tuesday, January 16, 2018

Café Bombón yang Rasanya Gak Boong


Singkatnya, seorang Disc Jockey dari Spanyol yang juga rekan kami, Kamikaze (begitu nama panggungnya) menamai kopi baru hasil racikan Wak. Penamaan ini bukan asal-asalan, karena ternyata minuman ini berawal di Valencia sana.

Kamikaze atau lebih dikenal dengan nama Kami, begitu membaui aroma kopi yang dibuat Wak langsung bereaksi. "In Spain, it is called: café bombón," kata dia. Tanpa ba-bi-bu, nama yang terdengar enak di telinga itu langsung kami acc sebagai titel program kami di #menutamu bulan ini.

Sejarahnya...

Café Bombón sudah cukup populer di kota terbesar ketiga Spanyol, Valencia sejak lama. Kopi ini ditujukan buat para pecinta kopi manis. Di kawasan Asia, kopi ini juga punya nama lain, "Kopi Susu Panas", "Kopi Tiam"  di Malaysia, "Kafe Ron" di Thailand. Seiring penyebaran dan kepopulerannya, Café Bombón dikreasikan dengan banyak tambahan konten, seperti bubuk kakao, tetesan vanila, bahkan liquor. 

Jadi apa isinya?

Kontennya gak susah kok Sobat Kopi Yuk! Susu kental manis dan espresso perbandingannya 1 banding 1. Plus susu segar. Selain itu, di sini kami tambahkan ramuan lain, yaitu beberapa tetes sari tebu. Nah kemudian kami sajikan dingin dengan es.

Penasaran kan kayak apa rasanya? Main aja ke Kopi Yuk! Harganya cuma Rp 17,000. #menutamu ini hanya muncul dua minggu dari sekarang.


Monday, January 15, 2018

Kopi Mburi Omah


Kopi Mburi Omah kalau dalam bahasa Indonesia artiya Kopi Belakang Rumah. Albertus Eko adalah teman saya dan si Bing semasa kuliah dan sampai sekarang. Dia adalah orang yang memberikan oleh-oleh kopi mburi omah yang memang benar-benar ditanam di belakang rumahnya di daerah Temanggung, Jawa Tengah. 

Sebelum kami mulai menyeduh di Taman Kuliner Condongcatur, Berto panggilan akrabnya menawarkan kami satu kilogram kopi Mburi Omah (Temanggung) berjenis robusta kepada kami untuk diolah menjadi sebuah minuman. Dengan senang hati tiada tara kami menerima kopi yang masih berwujud green bean (belum di-roasting).

Saat tes pasar di acara bulanan Pasar Sagan kopi tersebut jadi primadona. Kebanyakan orang masih menyukai kopi dengan cita rasa pahit (bukan kopi arabica) yang masih kental melekat di kebanyakan orang Indonesia. Tengah bulan Januari ini kebetulan masih ada sisa panen untuk kami. Kali ini buah kopi untuk kami sudah petik merah semua, sebelumnya masih ada yang petik hijau.

Kopi Mburi Omah tentu saja jadi kopi oleh-oleh di kedai Kopi Yuk! yang artinya kami jual dengan harga sangat terjangkau karena kami dapatkan dari petani langsung. Saat ini kami punya tiga jenis kopi yang bisa dinikmati di antaranya house blend, arabica, dan robusta. Mudah-mudahan kami selalu bisa menyajikan kopi sesuai selera pelanggan kami.


Sudah ngopi hari ini?

Sunday, January 14, 2018

Gaji ke-2

Januari 2018, bulan kedua sejak seduhan pertama Kopi Yuk! Ini waktunya saya dan Bing gajian. Kami sepakat untuk gajian tiap bulan supaya pencatatan keuangan kedai yang kami rintis ini tetap berjalan rapi seperti paskibra. Walopun saya dan Bing adalah kreator tapi kami tidak mengambil semua keuntungan kedai.

Saya gak akan menceritakan tentang gaji kami. Tapi kami mau cerita tentang rencana di bulan kedua ini. Mimpi kami berdua adalah berusaha maju terus pantang mundur untuk memajukan si kedai mungil. Di antaranya, ada beberapa promo yang akan segera kami luncurkan di bulan Januari - Februari ini. 

Pertama
Kami segera mendatangkan menu tamu spesial tanggal 16 Januari ini. Menunya adalah es kopi susu yang kami beri nama Café Bombón. Detilnya akan kami bahas lebih dalam di artikel lain ya. Jadi sabar aja. 

Kedua
Kami punya rencana untuk masuk Go-Food. Menurut kami sepertinya seru kalo ngikutin tren jualan es kopi susu. Setuju gak?

Ketiga
Ikutan 30 Hari bercerita yang lagi hitz di Instagram. Sepertinya akan seru kalau kami menulis cerita menarik tentang sobat Kopi Yuk! dan di-posting di social media.

Keempat
Nge-Vlog asik kali ya? Berhubung smartphone kami sudah sembuh dari ancaman mendadak mati disaat genting. Kami mau mulai ngerekam kegiatan sehari-hari kami di kedai. Siapa tau jadi viral.


Jadi gimana? Menarik kan beberapa rencana kami untuk bulan kedua ini? Ini berkat kalian yang sudah pernah mampir ke kedai kami. Semua masukan dari obrolan yang jelas sampai obrolan gak jelas semuanya akan kami ramu supaya kedai kami untung lah.
haha

Riset: Kopi Tingkatkan Performa Atlet


Sering saya lihat, Wak minum kopi sebelum rutinitas dia main basket bersama rekan-rekannya. Tepatnya satu jam sebelum dia bertanding. Apakah ada penjelasan ilmiahnya?

Seperti biasa, rasa penasaran saya berakibat kepada pencarian jurnal, hasil riset, publikasi ilmiah dan sejenisnya di dunia maya. Barangkali di antara Sobat Kopi Yuk! sudah banyak yang tahu jika kopi mampu meningkatkan performa atlet. Nah, di tulisan kali ini saya berbagi buat sobat yang belum tahu hehe.

Studi terbaru oleh Coventry University di Inggris menemukan konsumsi kopi satu jam sebelum kompetisi lari satu mil (sekitar 1,6 Km) dapat meningkatkan performa waktu lari atlet hampir dua persen.

13 Atlet pria terlatih diikutsertakan dalam riset berjudul 'Coffee Ingestion Enhances One Mile Running Race Performance' ini. Atlet-atlet tersebut diminta untuk meminum kopi berkafein dan tanpa kafein secara acak. Alhasil, atlet peminum kopi berkafein memiliki waktu lari lima detik lebih cepat dibanding yang tidak. 

"Konsumsi kafein dapat meningkatkan performa ketika berolahraga. Dalam riset ini peningkatan performa akibat konsumsi kafein terjadi sebanyak dua persen," ujar Dr. Neil Clarke, salah satu peneliti. 

Namun, dalam riset lain disebutkan efek kafein dari kopi tidak berdampak efektif kepada non-atlet atau orang-orang yang tidak pernah atau terbiasa melakukan olahraga.

Apakah termasuk doping dan ilegal dalam kompetisi olahraga?

Nah ini pertanyaan berikutnya. Dalam dunia olahraga profesional, penggunaan doping atau senyawa peningkat performa jelas tak termaafkan. Namun, kandungan kafein dalam konsumsi atlet pernah punya beberapa cerita. Badan Anti-Doping Dunia (WADA), pernah memasukkannya ke dalam daftar senyawa terlarang untuk dikonsumsi atlet. Tapi kemudian, organisasi tersebut mencopot larangan itu pada tahun 2003

Uniknya, kabar terakhir menyebutkan kafein kini masuk lagi ke dalam tinjauan ulang WADA. Nasib kafein akan ditentukan kemudian, apakah senyawa ini termasuk doping atau tidak.

Aish, daripada bingung, kata pengunjung kami dalam bahasa Jawa, "timbang mumet, ditinggal ngopi wae...(daripada pusing, mending ngopi saja)"

Monday, January 8, 2018

Kopi Yuk! Didemo

Kopi Yuk Doc.


Indahnya awal tahun 2018. Penuh diwarnai dengan semangat mengejar resolusi tahun 2018 dan energi kembali terisi untuk mengejar mimpi-mimpi yang belum sempat tergapai. Bagaimana denganmu?

Ternyata awal tahun 2018 tidak begitu baik untuk perjalanan Kopi Yuk!. Tanggal 1 Januari 2018 dan baru beberapa jam buka sudah diserbu pengunjung yang protes. Masing-masing dari mereka mulai ‘meledak’ satu-persatu. Mereka saling mempengaruhi seperti sebuah gosip yang digosok semakin ‘sip’. 

Protes itu tentang menu tamu Cafe Au Lait Sucre yang muncul di bulan Desember lalu, dan kini tidak lagi bisa dipesan. Protes melas sampai keras terus menghujani kami yang meminta untuk mengadakan kembali menu tersebut.


Sebenarnya, rencana tentang menu tamu hanya hadir dua minggu tiap bulannya. Bahkan kami sudah membuat menu tamu baru untuk bulan Januari 2018 yang akan diluncurkan pada tengah bulan ini. Karena banyaknya permintaan yang tidak terduga ini, kami memutuskan untuk membangkitkan kenangan bersama Cafe Au Lait Sucre kembali setiap hari Selasa secara terus-menerus.

Sunday, January 7, 2018

Mencoba Kopi Bung Karno

Berlagak yang punya kebun
Oke, saya menyadari kalau saya bukan orang yang mudah peka dengan cewek dan ngg... terutama terhadap sejarah kampung halaman sendiri, Blitar. Kota ini ternyata punya perkebunan kopi yang telah dikelola sejak zaman pemerintahan Belanda. Nah setidaknya saya mulai bangga dengan tempat ini.

Sudah cukup lama saya cuek dengan keadaan kota ini. Jujur saja, kota ini terlalu kalem untuk anak muda seperti saya yang gemar cari masalah. Buat kebanyakan orang, Blitar identik dengan 'Bung Karno', 'nasi pecel','jimbe' atau barangkali 'nanas'. Tiga hal yang disebut terakhir pun juga tidak terlalu beken dikenal.

Kantornya nih


Blitar penghasil kopi robusta? Hmm mulanya saya tidak percaya. Tapi ternyata, perkebunan kopi itu ada dan sudah dikelola sejak 1874. Letaknya dekat kaki Gunung Kelud, nama Belanda-nya, 'De Karanganjar Koffieplantage' atau 'Kebun Kopi Karanganyar'. Karanganyar mengacu kepada nama desa di area di mana perkebunan tersebut berada.






1. Tidak terlalu sulit menuju ke sana

Kebetulan rumah saya ada di pedesaan Nglegok (bingung kan bacanya?) alias 'Blitar coret'. Begini saja, dari arah kota Blitar, terus lurus saja ke utara. Melewati makam Bung Karno. Bingung utara ke mana? Lihat saja Gunung Kelud sebagai patokannya? Masih bingung juga? Tanya Mbah Google. Jadi, kalau dari Nglegok, lokasi perkebunan berada 14 Kilometer ke utara. 

Jangan kuatir tersesat. Mendekati perkebunan kopi ada banyak papan penunjuk jalan. Kondisi jalan juga baik, bisa dilewati dua mobil berdampingan.

2. Selain tempat ngopi, juga tempat wisata keluarga

Jadi sejak 2016, tempat ini benar-benar dikelola sebagai layaknya tempat wisata. Saya patut mengapresiasi Herry Nugroho, eks Bupati Blitar yang telah merawat warisan ayahnya, Denny Roshadi.

Kawasan perkebunan kopi ini disulap tidak hanya menjadi tempat ngopi, melainkan ada wahana untuk edukasi, seperti museum, kelas menanam dan merawat biji kopi, dan tur perkebunan. Selain itu ada juga taman bermain anak, tur dengan ATV (all terrain vehicle), airsoft gun, dan masih banyak wahana lain.

Suasana di dalam kafe
Tempatnya juga instagram-able. Konon kalau mau bikin viral, suatu lokasi musti mensyaratkan hal tersebut. Kata kids jaman now. Gimana nggak, semua disain bangunan khas Belanda. Nuansa kolonial juga sudah terasa sejak masuk gerbang, karena beberapa staf menggunakan seragam penjaga zaman kolonial Belanda. Belum lagi beberapa petugas di antaranya adalah ekspatriat.

Bayar dulu bos sebelum masuk!
Oh iya, harga tiket masuk per Desember 2017 saat saya berkunjung adalah Rp 30 ribu per orang.













3. Denny Roshadi, dari mandor perkebunan menjadi pemilik

Berdasarkan cerita pemandu, waktu saya ke sana, perkebunan ini dimiliki seorang sinyo Belanda. Kopi saat itu menjadi primadona di pasar internasional. Belanda tidak mau ketinggalan dalam persaingan ini. 

Bibit kopi dibawa langsung dari India oleh peneliti Belanda. Sempat terjadi beberapa kali gagal panen di Karanganyar ini, karena kondisi cuaca, hama dan virus tanaman. Setelah melalui beberapa percobaan, biji kopi yang cocok ditanam di wilayah setinggi 460 meter di atas permukaan laut ini adalah Robusta dan Excelsa.  

Suasana dalam Rumah/Museum Loji. Pintu kuning sebelah kiri (arah foto) pernah menjadi kamar Bung Karno. Sedangkan yang kanan adalah pintu kamar pribadi Denny Roshadi. 


Denny Roshadi adalah mandor perkebunan kopi pada saat itu. Setelah Belanda pergi, kepemilikan kemudian beralih. Oleh pemerintah Indonesia, tanah perkebunan dikelola dalam bentuk Hak Guna Usaha, dan hak itu diamanatkan kepada PT Harta Mulia yang didirikan oleh Denny Roshadi sendiri. 
Hingga kini, perkebunan dekat kaki Gunung Kelud ini dimanajeri oleh keluarga Roshadi turun temurun. 

4. Bung Karno Was Here

Nggak afdol rasanya kalau nggak cerita soal keterlibatan Bung Karno di sini. Berdasarkan cerita pemandu, sang proklamator yang saya kagumi sosoknya ini pernah sowan kemari. Sekitar tahun 1954, si Bung pernah mampir dan bermalam di kawasan perkebunan kopi ini.

Sobat Kopi Yuk! bisa cek kamarnya di Museum Loji (dulunya difungsikan sebagai tempat tinggal), letaknya tepat di tengah kawasan perkebunan. Sayangnya, begitu saya tanya ada urusan apa Bung Karno jauh-jauh kemari, si pemandu tidak mengetahui banyak. "Hanya bersantai," kata dia. Barangkali saya terlalu kepo.

Susunan ruangan dalam Museum Loji ini bukan cuma kamar Bung Karno, tepat di sebelahnya ada kamar tidur pribadi Denny Roshadi, si pemilik. Di dalam kamarnya saya melihat banyak barang antik, seperti mesin tik, dua senapan berburu, tempat tidur, lemari, kaca rias lawas dan beberapa lukisan. Sayangnya tidak diperkenankan untuk mengambil foto di area tersebut.

Man, saya selalu merasa seperti tokoh Minke dalam tetralogi Buru-nya Pram ketika mengunjungi situs-situs peninggalan Belanda seperti ini...sayangnya Annelies-nya udah gak ada hahah...

5. Kopi rasa kacang tanah dan duren

Pake gula merah lho!
Waktu itu saya coba kopi robusta super (kelas premium, diseleksi dengan ketat) dengan metode V60. Rasanya? kacang tanah dan ada aroma duren. Kenapa duren? Usut punya usut, tanaman kopi ini ditanam di dekat pohon duren. Hal ini saya konfirmasi juga dengan roaster-nya. "Untuk biji kopinya sendiri kita pakai natural process," tambah si roaster.

Soal harga? Murah. Kamu bisa membayar sekitar Rp 9 ribu hingga Rp 13 ribu. Menunya juga bukan hanya biji kopi Karanganyar. Banyak juga biji kopi dari beberapa daerah lain di Indonesia.

Buat yang kerap minum kopi dengan gula, bisa menambahkannya dengan sajian gula merah yang telah disediakan.

Nah itu dia sekelumit kisah Kopi Oleh-Oleh Karanganyar Blitar. Semoga bisa memberikan informasi buat sobat Kopi Yuk! yang penasaran. Kenapa harganya kami jual cuma lima ribu? Selain karena permintaan si Wak, ya saya mendapatkannya dengan harga murah, Rp 40 ribu sekilo dari petani.

Akhir kata, selamat mencicipi kopi 'Bung Karno'!