Tuesday, April 28, 2015

Bali Petang Kolt Bruh



Bali Petang

Kolt Bruh

Proses Pasca Panen
Semi Kering
(Honey Process)
Penyeduh
Kolt Bruh
Profil Sangrai
Medium Dark
Metode Seduh
Seduh Dingin
Tanggal Sangrai
Tidak tersedia
Tanggal Seduh
Tidak Tersedia
Harga
Rp 35.000 per botol
isi 300ml
Nilai
7/10

Rasa yang Timbul
Tembakau, Asap (smoky), Gosong (toast), Tanah (earthy)

Popularitas kopi seduh dingin (cold brew coffee) adalah sebuah fenomena tersendiri bagi gerakan kopi spesialti. Tren kopi seduh dingin dimulai di Amerika dengan terlibatnya nama-nama besar dalam kopi seperti Stumptown dan Blue yang memulai produksi kopi seduh dingin untuk kemudian dikemas dalam botol atau kaleng. Keuntungan utama dari teknik ini adalah berkurangnya rasa asam dari hasil seduhan kopi. Akibatnya, rasa kopi menjadi lebih dapat diterima bagi peminum kopi yang memiliki gangguan pencernaan akibat keasaman kopi dan menjadi lebih mengejutkan bagi peminum kopi yang mengasosikan kopi dengan rasa pahit. Selain itu juga, karena kopi ini dapat dikemas secara praktis, konsumsi kopi seduh dingin menjadi lebih mudah sehingga dapat diakses oleh lebih banyak orang. 

Meskipun ketenarannya saat ini di dunia dimulai dari Amerika, sejarah awal mula kopi seduh dingin ternyata berhubungan dengan perkebunan kopi di Indonesia pada saat penjajahan Belanda. Praktik perkebunan kopi di Pulau Jawa pada saat itu mendorong perdagangan kopi dari Indonesia (pada saat itu Hindia Belanda atau Dutch East Indies) ke Jepang dan Korea. Dalam perjalanan perdagangan, para pelaut membutuhkan metode seduh yang mampu menyeduh dalam jumlah besar dan tidak basi di saat perjalanan. Dari sinilah metode seduh dingin muncul sebagai solusi yang dapat mengawetkan seduhan kopi selama perjalanan dagang ke Jepang dan Korea. Melalui perendaman kopi dalam air dingin, para pelaut dapat menyeduh kopi dalam jumlah besar dan hasilnya pun tahan lama. Karena pengaruh praktik perdagangan Belanda dengan Jepang dan Korea pada saat itu, konsumsi kopi seduh dingin sudah dilakukan di warung-warung kopi Jepang sejak tahun 1920 pada Periode Taisho. Bahkan hingga saat ini, kopi seduh dingin di Jepang masih disebut Dutch Coffee (ダッチ・コーヒー).

Saat ini di Jakarta, kopi seduh dingin sudah dapat ditemukan di kafe-kafe sebagai salah satu opsi minuman kopi - meskipun di banyak kafe, metode seduh dingin baru pada tahap ekplorasi. Kemudian, karena kemampuan kopi seduh dingin untuk tidak basi dalam waktu yang cukup lama tanpa penambahan pengawet, kopi seduh dingin menjadi pilihan yang rasional untuk dijual secara botolan atau kalengan. Ditambah lagi, iklim Jakarta yang panas memberikan kesempatan tersendiri bagi penjualan minuman dingin ini kepada pecinta kopi di Jakarta. Selain itu juga, ketiadaan pihak yang mendominasi penjualan jenis kopi ini memberikan kesetaraan kesempatan yang merata bagi pengusaha yang ingin memulai bisnis penjualan kopi seduh dingin dalam kemasan botol di Jakarta. Salah satu merek yang menjual kopi seduh dingin saat ini adalah Kolt Bruh yang menjual produk mereka secara online melalui Facebook dan Instagram

Dari wawancara singkat yang dilakukan dengan pemilik Kolt Bruh, Wulan Tri Oktaviani dan Blaise Russell, Kolt Bruh dibuat sebagai sarana aktualisasi diri Wulan yang memilih untuk berkecimpung dalam dunia kopi. Sebelumnya, Wulan memang sudah berkecimpung di dunia perkopian Bali sebagai Barista dan Asisten Penyangrai di salah satu kafe besar di Bali. Setelah pindah ke Jakarta, Wulan ingin tetap berkecimpung dalam dunia kopi namun tidak mau menjadi Barista karena takut sosoknya akan lebih dinilai ketimbang kemampuannya membuat kopi. Selain itu juga, Wulan juga ingin mendapatkan kebebasan yang tidak bisa didapat dari pekerjaan kantoran sehingga Wulan mencoba untuk membuat usaha Kolt Bruh ini. Dengan ketiadaan pihak yang mendominasi produk kopi berjenis kopi seduh dingin, Wulan berharap produk Kolt Bruh dapat menjadi produk unggulan di pasar kopi seduh dingin. Untuk mewujudkan hal ini, Wulan dan Blaise rela mengantar produk ini di daerah Jakarta untuk mempermudah akses publik kepada produk Kolt Bruh dan sedang memikirkan sistem pengiriman ke luar Jakarta.

Dalam keberjalanan Kolt Bruh, Wulan didukung oleh tunangannya, Blaise Russell, yang mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan baru mengenai kopi dari Wulan. Dalam wawancara singkat ini Blaise mengakui bahwa sebelum bertemu dengan Wulan, guru dari Texas yang sudah tinggal di Jakarta selama 4 tahun ini tidak mengetahui apa-apa tentang kopi. Sehingga, pengalamannya membuat Kolt Bruh bersama Wulan menjadi pengalaman yang telah membuka matanya pada banyaknya rasa cinta yang diberikan oleh setiap orang di setiap proses pengolahan kopi dari pohon hingga ke gelas. Dari pengalaman ini, Blaise berharap untuk membagi rasa cinta yang telah diberikan dalam pembuatan kopi melalui Kolt Bruh. Blaise berharap agar Kolt Bruh dapat mengubah pandangan orang mengenai kopi dan mengubah asosiasi kopi dengan rasa pahit yang harus diberikan gula. Melalui Kolt Bruh, Blaise berharap agar publik dapat fokus merasakan dan mengapresiasi kopi yang diminum.

Kopi yang digunakan untuk membuat Kolt Bruh adalah kopi arabika organik dari daerah Petang, Bali. Kopi ini dipilih oleh Wulan sebagai bahan dasar Kolt Bruh karena kedekatan Wulan dengan masyarakat di daerah perkebunan kopi tersebut. Metode yang digunakan untuk membuat kopi ini adalah imersi (perendaman) dalam air untuk mengekstraksi kopi dan kemudian kopi disaring menggunakan saringan kertas untuk menghilangkan ampas kopi. Hasilnya adalah seduhan kopi dengan aroma fermentasi yang cukup kuat dan rasa pahit yang halus namun cukup intens. Rasa yang timbul dari kopi ini adalah rasa tembakau, tanah (earthy), dan sedikit kayu manis. Setelah diteguk, terdapat rasa asap (smoky) dan gosong (toast) yang menyisa di tenggorokan. Tingkat kekentalan kopi ini termasuk dalam kekentalan menengah. Sementara untuk keasaman kopi, sesuai dengan keinginan penyeduhnya, Kolt Bruh telah berhasil untuk menghilangkan keasaman kopi sehingga seduhan kopi ini sama sekali tidak asam. 

Kolt Bruh dapat menjadi pilihan yang menarik bagi peminum kopi yang tidak menyukai rasa asam dan cenderung menyukai rasa pahit pada kopi. Ditambah lagi, panasnya Jakarta juga memberikan nilai tambah bagi penikmat kopi untuk menikmati kesegaran kopi dingin ini. Akan tetapi, karena pilihan penyeduh untuk menghilangkan rasa asam pada seduhan kopi, rasa lain yang mungkin timbul dari asam kopi, seperti rasa bebuahan dan manis fermentasi, juga ikut hilang. Sehingga rasa kopi Kolt Bruh tidak akan memenuhi ekspektasi peminum kopi yang menyukai rasa fermentasi yang sering timbul pada kopi seduh dingin.


Galeri Foto:

Thursday, April 23, 2015

Klub Kajian Kopi Volume 9


Klub Kajian Kopi Volume 9

Pengaruh Konsumsi Lokal Kopi Spesialti terhadap Pendapatan Petani Kopi di Indonesia

Penyelenggara
Philocoffee
Tanggal
22 April 2015
Lokasi
Philocoffee
Jl. Pondok Labu I No 10
Cilandak, Jakarta Selatan

Ihwal mengenai kesejahteraan petani menjadi isu yang penting di dalam gerakan kopi spesialti (specialty coffee). Didorong dari keinginan konsumen kelas menengah yang menginginkan konsumsi berkeadilan, banyak penggerak kopi spesialti yang berada di hilir rantai pasokan kopi (kafe dan penyangrai) mengangkat isu peningkatan mutu hidup petani sebagai nilai tambah dari kopi spesialti. Akan tetapi, peningkatan kesejateraan petani bukanlah isu yang mudah untuk dipahami. Dalam praktiknya, ihwal keuangan berkelindan erat dengan isu sosial budaya yang memberikan dimensi tersendiri dalam isu kesejahteraan petani. Belum lagi, praktik perdagangan kopi global dengan mata rantai yang panjang dan berliku menambah kompleksitas pada relasi antara aliran uang, barang, atau bahkan ilmu dan pengetahuan mengenai komoditas kopi itu sendiri pada semua simpul perdagangan. Tentunya, dari semua kompleksitas tersebut, validitas berbagai bentuk generalisasi dan simplifikasi yang selama ini beredar di hilir rantai pasok komoditas kopi dapat dipertanyakan.

Hal inilah yang dibahas dalam Klub Kajian Kopi Volume 9 (KKK-IX) untuk menilik dampak pertumbuhan konsumsi lokal kopi spesialti di area-area urban di Indonesia terhadap pendapatan petani kopi di Indonesia. Diskusi mengenai perkopian Indonesia ini kembali dilaksanakan oleh Philocoffee setelah absen selama dua tahun dengan mengundang tiga pembicara sebagai narasumber:
  1. Dr. Jeffrey Neilson, dosen dan peneliti dari University of Sydney yang telah melakukan penelitian rantai pasok kopi di Indonesia, terutama di daerah Toraja, Sulawesi sejak tahun 2001.
  2. Maryam Rodja, sociopreneur dari Baraka Nusantara yang mengolah perkebunan kopi di Sembalun, Lombok.
  3. Win Hasnawi, petani dan penjual kopi dari Qertoev Coffee yang menjual kopi dari Gayo langsung di Jakarta.
Masing-masing narasumber memberikan pandangan yang berbeda terkait dampak kopi spesialti terhadap petani kopi sesuai dengan pengalaman dan posisi masing-masing pada rantai pasok kopi.

Pada sesi pertama, masing-masing narasumber memaparkan sudut pandang masing-masing terkait tema yang dibahas. Terdapat kesepakatan dari semua narasumber bahwa pasar kopi spesialti di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis dari pasar lokal selama satu dekade terakhir meskipun jumlah kuantitatif peningkatan tersebut sulit untuk dibilang karena ketiadaan data yang definitif.

Dari peningkatan konsumsi spesialti kopi di Indonesia, banyak orang yang beranggapan bahwa karena harga kopi spesialti lebih mahal, pasar kopi spesialti akan lebih menguntungkan bagi petani. Akan tetapi menurut Win Hasnawi, dalam praktiknya, meskipun harganya lebih mahal, kopi spesialti membutuhkan kerja yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama sehingga memberikan resiko yang lebih besar kepada petani sementara perbedaan harga bisa hanya Rp.500 per kilogram. Maka wajar jika petani biasanya enggan untuk melakukan pengolahan kopi menjadi kopi spesialti.

Selain itu juga, menurut Win Hasnawi, pengolahan pasca-panen kopi menjadi kopi spesialti tidak akan bisa dilakukan oleh petani perorangan sehingga umumnya petani hanya bisa menjual biji merah kepada koperasi atau perusahaan pulping untuk mengupas kopi. Jika koperasi atau perusahaan tersebut tidak memiliki fasilitas penjemuran, penjemuran biji kopi dilakukan dengan penyewaan fasilitas penjemur untuk kemudian dikupas lagi dengan huller. Untuk kopi spesialti, diperlukan proses tambahan yaitu sortasi (grading) sesuai dengan kualitas biji kopi. Karena harga alat sortasi yang sangat mahal, sortasi biji kopi biasanya dilakukan secara manual oleh pekerja yang biasanya wanita. Baru setelah melalui proses sortasi, kopi dapat dijual untuk ekspor dan kelas kopi yang terbaik bisa mendapatkan julukan spesialti. Selama proses tersebut, resiko yang mungkin timbul dari faktor alam dan ketidakstabilan harga pasaran kopi dipegang seluruhnya oleh petani dan pengolah kopi.

Dengan lamanya proses panen dan rumitnya pengolahan pasca-panen, wajar jika banyak petani yang memilih untuk menanam tanaman lain seperti bawang atau palawija yang lebih cepat panen dan menghasilkan arus kas yang lebih cepat. Bahkan, menurut Jeffrey Neilson, mengganti tanaman komoditas merupakan salah satu cara untuk petani bertahan hidup dan justru lebih menguntungkan bagi petani untuk beralih profesi menjadi pedagang. Menurut Jeffrey Neilson, jika memang ingin mendorong kesejahteraan petani kopi dari bertanam kopi, harus ada sebuah mekanisme pembagian resiko yang dilakukan oleh konsumen hilir dengan petani, seperti pembayaran uang muka kepada petani sebelum panen atau penanaman modal yang berkelanjutan di kawasan kebun kopi.

Pertambahan pembeli lokal di hilir rantai pasok kopi juga menambah dinamika tersendiri bagi perkembangan industri kopi di Indonesia. Berbeda dengan konsumen internasional yang harus memesan dalam jumlah banyak (minimal satu kontainer atau sekitar 18 ton) yang disyaratkan dalam proses ekspor, konsumen lokal dapat memesan dalam jumlah yang lebih relatif lebih kecil (500kg - 1 ton). Di satu sisi, volume yang kecil memungkinkan penyangrai kopi spesialti untuk mengeksplorasi kopi dari daerah-daerah baru tanpa mengalami kerugian yang besar. Hal ini tentunya berdampak positif bagi daerah penghasil kopi yang namanya tenggelam di bawah nama daerah yang sudah tenar. Salah satu contoh dari keberhasilan jenis transaksi ini adalah kopi dari daerah Gunung Kerinci, Jambi yang sempat tenar di kafe-kafe Jakarta atau daerah Sembalun, Lombok yang dikembangkan oleh Baraka Nusantara dari hasil eksplorasi Maryam Rodja sendiri.

Akan tetapi, di sisi lain, model eksplorasi seperti ini diakui memiliki sisi negatif oleh Jeffrey Neilson dan Win Hasnawi dari segi relasi antara penyangrai dan petani. Karena proses pengolahan kopi yang rumit seperti dijelaskan di atas, petani cenderung enggan untuk melakukan proses tersebut apabila volume permintaan tergolong kecil. Sehingga model eksplorasi tersebut biasanya baru bisa terjadi di daerah dimana proses pasca-panen kopi sudah berjalan dengan baik, bukan memperbaiki pengolahan kopi di daerah tersebut. Selain itu juga, pembelian dalam jumlah besar mendorong relasi kepercayaan yang lebih dalam dan biasanya diiringi dengan penanaman modal yang lebih berkelanjutan untuk memastikan kualitas biji kopi yang diborong. Inilah sebabnya petani kopi spesialti lebih memilih untuk mengekspor kopi daripada menjual ke pasar dalam negeri. Selain harga jual yang lebih mahal, pembeli luar negeri juga membeli dengan volume yang lebih besar.

Poin selanjutnya dari diskusi ini adalah pembicaraan mengenai tengkulak yang menjadi perantara bagi pembeli di hilir dan petani di hulu rantai pasok kopi. Berbeda dengan sentimen publik terhadap kata tengkulak, semua narasumber menganggap bahwa tengkulak memegang peranan penting dalam rantai pasok kopi sebagai penghubung antara kemauan pasar dan kemampuan petani. Selain itu juga, menurut Win Hasnawi, tengkulak memiliki peranan untuk mengurangi unsur ketidakpercayaan pada setiap transaksi. Melalui tengkulak yang umumnya sudah dikenal di daerah asal kopi, pembeli dapat memastikan kualitas dan volume kopi yang dipesan dan petani dapat memastikan pembayaran diterima. Selain itu, Jeffrey Neilsen juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang salah beranggapan bahwa pembelian langsung kepada petani akan menghasilkan harga yang lebih murah dan lebih adil kepada petani. Ternyata, dalam praktiknya, pembelian langsung justru lebih tidak efisien daripada rantai pasok yang sudah ada sehingga menghasilkan harga yang lebih mahal dengan harga beli ke petani yang sama.

Terkait tengkulak pada rantai pasok kopi, Maryam Rodja mengungkapkan bahwa permasalahan tengkulak timbul ketika perantara serakah dan memberikan harga yang tidak berkeadilan. Namun apabila tengkulak mengembangkan hubungan kerja sama dan mengembangkan daerah kebun kopi maka akan terjalin hubungan yang lebih berkelanjutan dan akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang. Hal inilah yang dicoba dibangun oleh Baraka Nusantara yang akan membuat Rumah Belajar Sankabira di Lombok untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di Sembalun. Meskipun saat ini Baraka Nusantara masih menggunakan sistem beli-putus, Maryam Rodja mengaku bahwa saat ini sistem yang lebih berkelanjutan sedang dikembangkan oleh Baraka Nusantara untuk menjalin kerja sama yang lebih erat dengan petani.

Peran tengkulak juga diperlukan sebagai pengumpul biji kopi dari petani kopi. Menurut Jeffrey Neilsen, selama penelitiannya dia jarang melihat petani kopi yang besar, tapi yang sering teramati adalah rumah tangga yang memproduksi kopi sebagai salah satu mata pencaharian. Di lain waktu, rumah tangga tersebut bisa bekerja di tempat lain, seperti mengojek, berdagang, atau menanam tanaman lain di kebun yang mereka miliki. Bahkan, dari pengamatan Jeffrey Neilsen, penghasilan dari bertanam kopi kurang dari 50% dari komposisi penghasilan rumah tangga penghasil kopi. Hal ini tentunya menambah kompleksitas diskursus penyejahteraan petani kopi di Indonesia.

Selain itu juga, dalam diskusi ini dibahas juga isu lingkungan dan pemanasan global yang sedang terjadi saat ini. Karena kopi arabika membutuhkan area yang sejuk, pemanasan global akan mengurangi daerah yang dapat ditanami kopi arabika. Berdasarkan permodelan yang pernah dilakukan oleh Jeffrey Neilsen, pada tahun 2050 arabika akan sangat sulit ditanam di dunia karena area tanam yang memiliki iklim yang sesuai sudah sangat sempit. Namun, dari permodelan tersebut, terlihat bahwa kondisi di Indonesia lebih baik daripada negara penghasil kopi lain di dunia dengan daerah terluas berada di Sulawesi.

Isu lingkungan terkait penanaman kopi juga dibahas oleh Maryam Rodja dari pengalaman Baraka Nusantra di Sembalun. Maryam Rodja menjelaskan bahwa pada tahun 1970an daerah Sembalun berubah dari daerah penanam kopi menjadi penanam bawang putih karena alasan ekonomi. Penanaman bawang putih dilakukan dengan intensif menggunakan pupuk kimia hingga tanah daerah Sembalun jenuh. Maryam Rodja juga menjelaskan pengalaman di Gunung Malabar dimana masyarakat lebih memilih untuk menanam palawija karena alasan ekonomi. Namun, masyarakat juga menyadari peran pohon kopi sebagai pohon keras yang menahan arus air bawah tanah dan mencegah longsor. Sehingga penanaman kopi dan pohon penaungnya memiliki keuntungan sendiri.

Dari hasil diskusi selama dua jam ini, banyak hal yang disampaikan oleh semua narasumber mengenai rantai pasok kopi di Indonesia. Akan tetapi, hal-hal yang disampaikan oleh narasumber KKK-IX justru menambah pertanyaan dan memperpanjang diskusi mengenai kopi yang hampir tidak ada habisnya. Bahkan, di akhir diskusi, tercetus sebuah wacana dari peserta diskusi mengenai pendefinisian kopi spesialti yang tidak ditemukan sekarang sehingga menghasilkan banyak kebingungan pada pelaku kopi spesialti di dunia mengenai praktik kopi spesialti yang seharusnya. Namun karena keterbatasan waktu diskusi KKK-IX wacana ini tidak dibahas habis pada kesempatan ini sehingga memungkinkan pembahasan lanjutan di waktu lain.


Galeri Foto:
  

Tuesday, April 21, 2015

Taneuh Sunda Aromanis Philocoffee


Taneuh Sunda Aromanis

Philocoffee

Proses Pasca Panen
Natural/Kering
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
Medium Dark
Metode Seduh
Hario V60
Tanggal Sangrai
17 April 2015
Tanggal Seduh
21 April 2015
Harga
Rp 70.000 per 200gr
Nilai
8/10

Rasa yang Timbul
Cokelat, Nanas, Mangga Muda, Fermentasi Madu, Nangka 

Apabila anda menggeluti teknik seduh kopi manual (manual brewing), pasti nama Philocoffee sudah tidak asing bagi anda. Wajar saja, toko kopi yang dimulai di Bandung pada tahun 2010 ini merupakan toko yang memelopori teknik seduh manual di Indonesia. Sejak perpindahannya ke Jakarta pada tahun 2011, toko ini menjadi pengimpor banyak peralatan seduh manual yang dulunya tak lazim dikenal dan mempermudah akses komunitas pecinta kopi kepada peralatan kopi tersebut. Selain itu, karena pemilik toko ini gemar untuk berdiskusi dan menulis, toko kopi ini juga menjadi salah satu agen yang mendorong kemajuan diskursus perkopian di Indonesia. Jadi jangan heran, apabila anda berkunjung ke toko mereka yang berlokasi di Pondok Labu, anda akan disuguhkan dengan kopi gratis sambil diajak berdiskusi tentang kopi - mulai dari kebun hingga cangkir.

Kemasan Baru Philocoffee
Kopi Taneuh Sunda Aromanis yang ditawarkan Philocoffee adalah salah satu kopi unggulan koperasi Klasik Beans yang didirikan oleh Bapak Eko Purnomowidi. Kopi ini ditanam di daerah Garut pada ketinggian 1250m di atas permukaan laut dan dipanen pada bulan Februari 2015. Proses pasca-panen kopi ini adalah proses natural atau proses kering. Pada proses pasca-panen jenis ini, buah kopi tidak langsung dikupas setelah kopi dipetik namun dijemur hingga kering di bawah sinar matahari dengan biji kopi di dalamnya. Efeknya adalah terjadinya proses fermentasi alami dan penyerapan gula yang terdapat pada daging buah ke dalam biji kopi. Dampaknya, kopi yang diperlakukan dengan metode pasca-panen ini memiliki karakteristik rasa manis fermentasi yang khas dengan kecenderungan rasa buah yang tinggi. Namun, akibat dari lamanya proses ini dan kurangnya respon pasar, ketersediaan kopi ini bersifat terbatas sesuai pesanan.

Ketika diseduh, kopi Taneuh Sunda Arumanis ini mengeluarkan aroma coklat susu yang bercampur dengan manis vanila. Secara rasa, kopi ini memberikan rasa cokelat yang bercampur dengan asam nanas dan manis madu yang terfermentasi (mead). Karena sangraiannya yang agak gelap, tingkat keasaman kopi ini tergolong rendah dan kekentalannya cukup terasa di mulut. Kemudian setelah diteguk, terdapat rasa nangka yang tersisa di tenggorokan. Jika dibiarkan dingin, aroma mangga menjadi lebih menonjol diiringi dengan peningkatan rasa asam mangga muda.

Kopi ini menjadi opsi yang menarik untuk peminum kopi yang menyukai rasa bebuahan yang kompleks tanpa rasa asam yang berlebih. Namun, karena keinginan dari penyangrai, kopi ini kurang menonjolkan rasa manis fermentasi yang biasanya ditemukan pada kopi dengan proses pasca-panen natural. Sehingga bagi peminum yang berekspektasi demikian, kopi ini tidak akan memenuhi ekspektasi tersebut.

Saturday, April 11, 2015

Toraja Anomali Coffee


Toraja

Anomali Coffee

Proses Pasca Panen
Tidak Tercantum
Penyeduh
Pribadi
Profil Sangrai
City
Metode Seduh
Hario V60
Tanggal Sangrai
25 Maret 2015
Tanggal Seduh
7 April 2015
Harga
Rp 80.000 per 200gr
Nilai
7/10

Rasa yang Timbul
Karamel, Coklat, Jahe, Gula Jawa, Asam Jawa 

Di kalangan pecinta kopi di Indonesia, Anomali Coffee merupakan nama yang tidak asing di dengar sebagai kafe yang mengusung konsep specialty coffee. Bahkan bisa dibilang bahwa Anomali Coffee merupakan salah satu kafe pertama yang mengusung konsep ini di Indonesia. Sejak didirikan pada tahun 2007 hingga sekarang, kafe ini konsisten dengan tagline "Kopi Asli Indonesia" dengan hanya menyajikan kopi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pilihan yang diberikan pun cukup beragam, meliputi kopi dari daerah Aceh Gayo, Sumatra Mandailing, Jawa, Bali Kintamani, Flores Bajawa, Toraja, dan Papua Wamena. Namun, Anomali Coffee tidak memberikan detail lokasi asal kopi dan proses pasca-panen kopi seperti yang lazim dilakukan oleh penyangrai kopi spesialti saat ini.

Aroma yang timbul dari seduhan kopi ini adalah aroma manis coklat susu. Secara rasa, kopi Toraja yang ditawarkan kafe ini merupakan kopi dengan rasa yang sangat aman dengan rasa yang sangat seimbang tanpa ada satu rasa yang menonjol. Kekentalan kopi juga berada pada level menengah. Saat meminum kopi ini terdapat rasa asam jawa bercampur jahe yang kemudian dilanjutkan dengan rasa manis gula jawa dan diakhiri dengan rasa coklat bercampur karamel yang menyisa di mulut. Di saat kopi mulai dingin, rasa asam jawa dan gula jawa menjadi lebih menonjol tanpa menutupi rasa yang lain.

Sebagai kesimpulan, kopi Toraja ini merupakan kopi yang cocok untuk dijadikan pilihan sebagai kopi yang diminum sehari-hari atau untuk direkomendasikan kepada teman yang ingin mencoba rasa kopi spesialti tanpa memberikan kejutan rasa asam yang berlebih. Namun, karena rasanya yang sangat aman, kopi ini kurang cocok untuk peminum kopi yang ingin melakukan eksplorasi rasa kopi.

Sunday, April 5, 2015

Giyanti Coffee and Roastery



Giyanti Coffee & Roastery

Jalan Surabaya No.20, Menteng, Jakarta

Jam Buka
Rabu - Sabtu; Jam 08.30 - 17.30
Kisaran Harga
Rp 30.000 - 55.000

Bagi kalangan pecinta kopi di Jakarta, kafe Giyanti merupakan salah satu kafe yang wajib dikunjungi untuk mencoba kopi berjenis Espresso dan berbagai varian campuran susunya. Terletak di Jl Surabaya, Menteng, lokasi kafe ini cukup tersembunyi di belakang Restoran Cali Deli dan Nujaniv Spa. Ditambah lagi dengan jam buka yang tidak konvensional, membuat berkunjung ke kafe ini menjadi semakin sulit bagi pekerja kantoran Jakarta. Namun, apabila kamu membulatkan niat dan tekad kamu serta meluangkan waktu di sela-sela pekerjaan kamu untuk berkunjung ke kafe ini, pastinya kamu tidak akan rugi.

Memang, kopi yang disangrai oleh Mas Hendrik Halianto sudah mencapai level legendaris di kalangan pecinta kopi Jakarta. Kopi dari Giyanti banyak digunakan oleh kafe lain sebagai kopi Espresso mereka. Bahkan, salah satu alasan kenapa kafe ini tutup dari hari Minggu hingga Selasa adalah untuk memberikan waktu kepada Mas Hendrik untuk menyangrai kopi yang volumenya sudah sampai ratusan kilogram per minggunya. Jadi wajar jika kafe ini sangat ramai di jam makan siang dan hari Sabtu.

Untuk masuk ke kafe ini, kamu harus melewati sebuah gang disamping Nujaniv Spa dan tiba-tiba disambut dengan pemandangan bar espresso, mesin sangrai yang cukup besar, dan ruang mengopi yang cukup luas. Desain interior yang ditawarkan bertema sederhana dengan mebel jati minimalis, bata ekspos, dan pernak-pernik bertema vintage. Ruang mengopi di kafe ini terbagi menjadi dua, dalam ruangan dan luar ruangan, untuk memisahkan area merokok dan tidak merokok. Sementara untuk melakukan proses pemesanan dan pembayaran langsung dilakukan di bar.

Kopi Sirisi-Risi dari Giyanti
Menu yang disediakan kafe ini adalah minuman dan makanan ringan. Untuk makanan berat, kafe ini juga bekerja sama dengan Restoran Cali Deli untuk menyajikan menu mereka di kafe ini. Minuman yang ditawarkan umumnya berbasis espresso seperti cappuccino, latte, mocca, dan lain-lain yang dapat dipesan panas atau dingin. Pilihan kopi yang menjadi dasar minuman espresso biasanya tersedia dua hingga tiga macam, bergantung pada ketersediaan kopi pada saat itu. Bagi kamu yang tidak menyukai kopi, kafe ini juga menawarkan coklat panas atau mocha yang sangat enak. Untuk makanan ringan, kafe ini menyediakan berbagai macam pie dan brownies untuk menemani kamu mengopi.

Untuk meracik kopi, kafe ini dulunya sempat menggunakan mesin espresso dengan merek Victoria Arduino tipe Athena Leva 3 group. Mesin yang menggunakan tuas ini dimodifikasi oleh pemiliknya sehingga dapat memberikan profil tekanan dan temperatur yang cocok dengan kopi yang digunakan. Namun, karena banyaknya jumlah pengunjung kafe ini, penggunaan tuas untuk mesin espresso menjadi beban tersendiri bagi pemiliknya. Terlebih lagi barista yang dapat menggunakan mesin hanya satu orang, Mas Hendrik sendiri. Karena itu, mesin espresso yang digunakan diganti menjadi Kees van der Westen tipe Spirit 3 group yang cukup menggunakan tombol untuk membuat espresso.

Bagi kamu penikmat kopi, kafe ini wajib untuk dikunjungi. Selain bisa menikmati kopi, disini kamu juga bisa belajar mengenai berbagai aspek pembuatan kopi itu sendiri. Dan jika kamu menyukai kopi yang kamu minum, kamu juga bisa membeli biji kopi untuk diseduh di rumah.