Sunday, February 11, 2018

Mengenal Konsep Slow Bar: Tunggu Ya Agak Lama Nih...


Seringkali saya mendengar beberapa celetukan sobat Kopi Yuk! soal (tentunya dengan nada bercanda) pelayanan 'kurang cepat' dari kami berdua. "Ah, lama nih," atau, "kopiku giliran ke berapa ya?" atau, "masih lama gak? Mau makan dulu nih," adalah kalimat-kalimat yang sering saya dengar (tentunya, sekali lagi, dengan nada bercanda 😀 ). 

Disadari atau tidak, kita hidup dalam zaman di mana 'kecepatan' sudah menjadi bagian dari lifestyle. Buat kelas pekerja, kata-kata seperti deadline, target, key performance indicator ibarat 'teman akrab' yang membuat segala aktivitas kerja menjadi dalam tekanan dan terburu-buru. Pun, di industri resto dan F&B, tentu saja kita akrab dengan istilah fast food, layanan cepat saji, ready to drink, ready to eat.

Penyebabnya adalah budaya kompetisi. Gampangannya, jika saya tidak lebih cepat dari yang lain, maka saya akan kalah. Barangkali inilah versi modern dari survival of the fittest Charles Darwin 😜.

Arti kecepatan di sini tidak hanya dialami kelas pekerja, melainkan sudah masuk ke semua lini kehidupan. Bahkan, menurut Yasraf Amir Piliang, sudah mempengaruhi cara berkomunikasi antarmanusia. Pemerhati masyarakat posmo tersebut lebih jauh mengatakan, karena tuntutan perubahan dan pertukaran tinggi itulah praktik berkomunikasi pun cenderung mengarah ke pedangkalan bahasa, kegalauan dan ketidakpastian.2 Secara singkat bisa dipahami sebagai: Kita didisain untuk tidak sabar dan gelisah.

Nah, kali ini saya tidak mau terlalu jauh membahas masyarakat posmo dan kecepatan. Langsung saja melompat ke bahasan utamanya.

Slow Bar? Apaan Sih??
Tak sengaja saya melihat kata ini, slow bar dari sebuah akun instagram milik beberapa kedai kopi di Yogyakarta dan di luar negeri. Mulanya saya jelas tak mengenal frasa baru ini, tapi barangkali ada hubungannya dengan jenis bisnis kami berdua. 

Saya coba telusuri web dan menemukan ini:
"the slow bar is a place to explore our passion for coffee and deepen our sense of discovery. We have set out to make coffee tasting an intriguing and dignified experience.”1
Lebih jauh artikel tersebut menjelaskan, secara teknis, penyajian satu cup kopi slow bar memakan waktu sekitar lima menit (bisa lebih bisa kurang di beberapa kafe). Marty Roe, pemilik perusahaan distribusi dan konsultan kopi About The Coffee di Kansas, USA menjelaskan, "Slow Bar melambatkan semuanya, dan ini merupakan kesempatan untuk menumbuhkan dan membangun relasi (antara barista dan konsumen)." 

Jadi, jika takaran waktunya, anggap saja adalah lima menit, kesempatan tersebut bisa digunakan untuk membangun komunikasi dengan konsumen. Ini adalah tantangan bagi barista. Karena di sisi yang lain mereka harus tetap fokus terhadap kopi kreasinya. 

Terkesan pembenaran?

Bisa jadi tidak, bisa jadi ya. Slow Bar sejatinya berangkat dari gerakan third wave coffee yang mengusung nilai 'Kualitas lebih penting dari Kuantitas'. Artinya, kualitas proses pembuatan kopi dijaga dan relasi dengan konsumennya dibangun. Tentu saja hal ini berkebalikan dengan the first wave yang mengutamakan kuantitas produksi ketimbang kualitas (baca: kopi sachet). Well, barangkali di sini kamu mulai berpikir: mau minum kopi kok repot? Bukan repot sih, ini lebih karena kamu itu istimewa. Beneran sumpah 😊

Menurut saya, tiap pengunjung kedai adalah orang istimewa. Maka saya dan Wak berusaha mengkreasikan kopi senikmat mungkin. Lebih diistimewakan lagi jika ada permintaan khusus seperti: "Mas, aku mau agak pahit," "Mas, jangan terlalu panas ya," dan seterusnya.

Sebelum menutup tulisan ini, saya coba kembali lagi bahas kultur masyarakat saat ini dalam pengertian Baudrillard. Dalam essai dia tentang "The Illusion of The End" (Stanford University Press, 1994), "Akselerasi modernitas, teknologi, peristiwa dan media, (bahkan) seluruh aktivitas pertukaran -ekonomi, politik, seks- telah mendorong kita menuju 'escape velocity' ..." 3  Artinya, kita tetap butuh 'ruang kabur sejenak' dari rutinitas. Dan, barangkali kehadiran slow bar kami dapat memenuhi kebutuhan itu.

Nah, ngopi santai dulu lur... 😜

No comments:

Post a Comment