Thursday, November 15, 2018

Stan Lee, Injeksi Semangat dan Akan Ke Mana Menuju?


Entah kenapa, -mungkin juga karena pekan ini sedang hangat-hangatnya dunia memperbincangkan- slogan Stan Lee, maestro komik Marvel itu, "Excelsior!" terasa relevan dengan satu tahun Kopi Yuk! 

Sebagai pembaca komik, pertama-tama saya juga turut merasakan kehilangan sosok 'pelestari imajinasi' terutama di kalangan anak-anak muda itu. Namun ketiadaan dia di sisi lain turut memberikan inspirasi bagi saya secara pribadi: Excelsior! Ya, slogan ini kerap dia ucapkan di hadapan umum.


"Naik dan maju menuju kemenangan yang lebih besar,"

Akar kata dari bahasa latin, excellere yang berarti "bangkit, melampaui, menjadi terkemuka" ini menarik minat saya. Kebetulan ini kemudian saya seriusi, dan 'parah'nya saya kaitkan dengan semangat yang membangun Kopi Yuk! sampai sekarang.

Injeksi Semangat

Jujur saja, frase ini saya temui spontan dalam pikiran dan berbuah gumaman. Waktu itu Kopi Yuk! belum resmi membuka kedai di Taman Kuliner CondongCatur, tempat kami bernaung saat ini. 'Tes pasar' di Pasar Sagan (silakan cari di tulisan awal-awal blog ini hehe...) jadi mula kenekatan 'orang gila' berdua ini, saya dan Adit.

Injeksi, kenapa injeksi? Waktu itu saya adalah 'bekas' tenaga riset majalah dan tabloid media otomotif di Kompas Gramedia. Kata teknis seperti 'Injeksi' tentu tidak asing di kalangan anak-anak gaul motor hehe...

Sistem injeksi dalam kendaraan motor roda dua berarti kontrol elektronik terhadap bahan bakar mulai dari tangki hingga masuk ke ruang bakar. Teknologi ini lebih irit ketimbang penggunaan karburator.

Nah, menjiplak prinsip tersebut, kami berharap kopi yang dibuat dan diminum mampu menjadi bahan bakar semangat bagi Sobat Kopi Yuk untuk penuntasan tujuan masing-masing.

Berangkat dari sini, 'injeksi semangat' ini juga harus ada pada diri kami. Supaya tujuan, 'nyawa' dalam kata Excelsior, yaitu kemenangan yang ingin dijelang, tercapai.

Kemenangan seperti apa?

Secara personal, bisnis ini saya bangun dengan misi bangkit dari keterpurukan diri. Bayangkan, seorang anak yang dilahirkan di kota besar, Jakarta, kondisi ekonomi keluarga bisa dibilang mapan, kemudian akibat pergantian orde (hingga saat ini saya ikhlas) 180 derajat berubah jatuh miskin. Tumpuan keluarga saat itu hanya Ayah, dia di-PHK sejak 1998 dan belum bekerja lagi. Tambah lagi, utang keluarga makin menumpuk. Bahkan hingga kini.

Garis hidup saya naik turun, roller coaster, barangkali banyak juga sama seperti saya saat itu. Saya pernah mengalami masa depresi, karena tak siap menerima perubahan mendadak. Jujur, saya anak manja waktu itu. Saya baru berani tidur tanpa ditemani ortu saat SMP. Melepas dot dari mulut kelas 4 SD. Bepergian sendiri ke luar kota baru dimulai saat menjejak kuliah.

Mulai akhir-akhir ini saya malas, malas untuk menunjukkan bahwa saya bisa dan mampu. Apa yang saya lakukan ini adalah keputusan saya sendiri. Mengutip kuotasi anonim: Dirimu adalah konsekuensi atas keputusan yang kamu buat. Yeah, saya tak perlu menunjukkan ke dunia bahwa saya mampu. Dulu? Saya tukang pamer hehe...(barangkali sekarang masih dikit-dikit lah haha)

Jadi sampai sekarang, kemenangan lebih besar seperti apa, itu masih saya cari. Ini belum final. Ini dari ambisi pribadi saya lho. Untuk Kopi Yuk! saya berharap, sama seperti pebisnis lain, usaha ini tidak cuma bertahan karena tren, tapi berkembang dan Insyaallah memberi manfaat buat orang banyak. Klise, tapi bukankah, harusnya kita mengejar kebaikan dalam setiap alasan tindakan kita?

Akan Ke Mana Menuju?

Tiga bulan belajar manajemen perusahaan di kantor terdahulu tampaknya masih terlalu singkat dan terlalu naif bagi saya untuk mampu mengingat semua secara padat dalam otak.

Jika ditanya, akan ke mana Kopi Yuk, tentu bagi tiap pebisnis semestinya sudah punya blue print dalam jangka waktu lima, 10 bahkan barangkali 20 tahun ke depan. Namun belum buat saya, yang memang belajar bisnis secara otodidak (ya dari setahun bersama Kopi Yuk! ini).

Teori tiga bulan di kelas perusahaan terdahulu belum tentu lancar di lapangan, ya kan?

Saya ini tipe pembelajar: tahu salah lalu langkah berikutnya mengurangi salah (karena belum tentu akan zero mistakes kan?).

Kami boleh saja membuat visi dan misi, namun operasionalisasi itu musti adaptif, terutama terhadap sikap konsumen dan perubahan zaman. Singkatnya, 'ke mana menuju' ini akan terus digodok. Bisa jadi akan menjadi sebuah bangunan yang tak pernah usai. Karena terus berubah dan adaptif.

Inti dari semua ini, saya tak akan pernah berhenti belajar. Buat saya 'manusia mati' karena berhenti menjadi pembelajar. Karena perusahaan merupakan bangunan yang terdiri dari manusia-manusia, maka dia harus terus bergerak sebagai pembelajar. Excelsior!





No comments:

Post a Comment