Tuesday, November 28, 2017
Kenalan dengan Tetangga, Nomor 4 Paling Bikin Kamu Kangen!
Nah, sekarang kita ganti topik. Gak melulu bicara soal kopi atau kedai kopi kami. Sekarang saya mau ngobrol soal siapa saja tetangga Kopi Yuk! Apaan tuh?
Seperti rekan-rekan tahu, atau barangkali yang belum tahu, Kopi Yuk! buka di Taman Kuliner Condongcatur Yogyakarta. Artinya, selain Kopi Yuk! banyak pelapak lain buka di tempat jualan yang sempat beken karena event Festival Kesenian Yogyakarta atau Pop Up Ramadhan beberapa tahun lalu.
Nah siapa saja mereka? Baca artikel ini sampai habis :)
1. Lokalti
@kedailokalti
Waktu saya dan Wak beranjangsana, kami langsung disambut oleh dua penjual yang saat itu sedang bertugas. Shit! Waktu menulis artikel ini, saya lupa nama keduanya. Hahaha... Naluri jurnalis saya tampaknya mulai memudar. Anggap saja nama keduanya si A dan si B.
Mereka menyambut kami dengan hangat, sehangat teh yang mereka buat untuk kami. Wak pesan teh kayumanis, sementara saya memesan teh susu.
Well, tempat ini surga buat pecinta teh. Mereka menyediakan beragam teh lokal, dan yang paling istimewa, teh tersaji dengan konten gula batu. Sungguh mengingatkan saya kepada suasana khas desa. Jadi pengen balik ke kampung halaman saya di Blitar, Jawa Timur.
2. Raccoon
@raccoon.id
Nah kalo yang ini temen sendiri. Founder-nya, Ndaru (Kalo orang Jawa biasanya untuk menyebut kata tertentu ada tambahan huruf tertentu, biar terkesan nge-blend, emangnya orang Prancis aja yang bisa, contoh, bensin menjadi bengsin, bantul menjadi mbantul, dst) adalah adik angkatan semasa berkuliah di FISIP UAJY.
Buat kamu yang lagi cari sepatu sneakers, paling pas datang ke sini, apalagi yang datang dari luar Jogja, mau cari oleh-oleh? Kemari aja, oleh-oleh Jogja gak cuman baju sama bakpia kok hehe.
Dijamin gak kecewa kalo beli di sini. Terbukti dengan jumlah followers dan review pada kolom komentar Raccoon yang selalu bagus. Soal harga, silakan tanya Ndaru atau cek langsung aja ke TKP. So, buat kamu shoes enthusiast tapi takut kepergok pasangan karena dianggap buang duit, Raccoon adalah tempat yang cocok. Harga pas, pasti puas! (ini slogannya produk apa ya?)
3. Tropical Breeze
@tropicalbreeze_yk
Saya tahu kios ini dari banyaknya supir Go-Jek yang datang ke kedai Kopi Yuk! Loh kok bisa? Apa hubungannya? Ya bisalah. Jadi begini ceritanya, sopir Go-Jek dengan bermodalkan GPS pada gadget mereka mencari di mana posisi tepat Tropical Breeze, dan ternyata pin Google Maps lapak penjual smoothies dan salad ini nyantol di posisi kedai Kopi Yuk! Jadi kesimpulannya, kerap kali kami adalah 'penunjuk jalan' bagi sopir Go-Jek dengan orderan Go-Food menuju Tropical Breeze. Sesekali beramal buat orang lain lha hehe...
Jadi, seperti yang saya bilang tadi, kios ini jualan smoothies, jus dan salad. Ada lagi beberapa produk buah lain, tapi musti pesan dulu dan bisa dilihat daftarnya di papan menu mereka atau di akun instagram. Nah, lagi-lagi penjual yang berjaga saat itu adalah adik angkatan FISIP UAJY.
Buat kamu yang pengen hidup sehat dengan makan buah-buahan dan olahannya. Mampir aja kemari atau order via Go-Jek. Nanti pasti sopirnya mampir ke tempat kami dulu. Hehehe...
4. Kopi Yuk!
@yukkopiyuk
Nah kalo yang ini pasti udah pada tau kan haha...oh iya kita kan lagi ngomong soal tetangga Kopi Yuk! ya? Haha sori-sori. Kalo yang ini gak perlu dijelasin, biar kalian main ke tempat kami berdua. Kangen kan? Kangen pengen ngampleng...
Friday, November 24, 2017
Kami Akhirnya Memutuskan TUTUP
Oke. Saya bisa jelaskan semuanya. Tujuh hari kedai Kopi Yuk! buka dan hari ke-8 kami memutuskan untuk TUTUP.
Kami tutup karena di tujuh hari tersebut kami merasa sangat kelelahan. Tidak hanya faktor kelelahan saja, memutar otak untuk menciptakan konten-konten menarik untuk netizen yang kebanyakan lebih memilih mem-viralkan berita hoax, dan masih banyak faktor yang tidak bisa kami sampaikan selengkapnya.
Malam ke-7 kami adakan meeting di sebuah angkringan yang menjual nasi kucing seharga SERIBU RUPIAH (murah kan?). Ditemani kopi sobek yang akhirnya tidak terminum karena yah sudahlah.
Agenda meeting tersebut awalnya akan membahas tentang strategi berikutnya yang akan kami lakukan. Masing-masing dari kami mengutarakan pendapat tentang ide promosi, menu baru, sampai wacana ruang kreatif yang bisa diadakan di kedai mungil ini.
Pembicaraan ini berlangsung sangat seru, sengit, dan penuh divingpada saat pertandingan Chelsea kesukaan si Bing. Wak hanya terpaku ketika Bing ikutan selebrasi gol melampiaskan kekesalannya karena Chelsea kebobolan. Setelah pertandingan selesai kami baru memulai diskusi yang hampir tiap malam kami gelar setelah jam operasional Kopi Yuk! selesai.
“Saya Lelah!”
Kata keramat dan terlarang itu akhirnya terlontar dari mulut salah seorang dari kami. Entah siapa yang mengucapkan kata-kata tersebut, karena kami tidak saling mengakui. Jangan-jangan... ah! Sudahlah.
Intinya kami akhirnya MEMILIH HARI UNTUK TUTUP setelah tujuh hari bekerja. Kami memilih tutup pada hari MINGGU. Senin sampai Sabtu kami tetap buka mulai jam satu siang sampai jam 10 malam. TUTUP alias LIBUR ya. Hehe... Rencananya kami mau libur dua kali tapi belum menentukan. Nanti kalian bisa lihat jadwal kerja dan libur kami di pintu rolling door kedai Kopi Yuk!
Wednesday, November 22, 2017
Wow! Hanya dengan modal 30 Juta, 2 Pria Ini Sukses
Foto oleh Nico Okada |
Setelah 5 bulan akhirnya Wak dan Bing bisa merealisasikan ide yang sudah lama diidamkan. Ide itu padahal hanya berawal dari pertemuan di kantin kampus FISIP Atma Jaya Yogyakarta.
Si Wak waktu itu bekerja di sebuah warung kopi bernama Warkop DIY dan punya keinginan untuk membangun kedai kopinya sendiri. Tetapi Wak membutuhkan kematangan konsep dan lawan bicara dengan visi dan misi yang setidaknya mirip.
Bing datang ke Jogja dari Jakarta memberitakan kabar bahwa dirinya bosan bekerja di tempatnya dahulu. Dia butuh tantangan baru. Singkat cerita, begitu Wak bercerita mengenai idenya ternyata umpan proposal itu disambut dengan terciptanya gol, Bing setuju dengan wacana Wak.
Tahap pertama, ini yang namanya SUKSES menyamakan visi dan misi.
Tanpa ba-bi-bu, skenario dijalankan. Wak mengurusi konten, sementara Bing mengatur manajemen dan tipe bisnisnya. Komunikasi antar keduanya makin sering, waktu itu mereka melakukannya via surat elektronik karena Bing masih melanjutkan pekerjaannya di Jakarta.
Tidak ada masalah berarti untuk pembelian alat. Memang sempat ada beberapa permasalahan untuk alat-alat kopi tertentu, seperti pembelian milk frothers, dan v60 dripper. Waktu itu kedua alat ini paling susah dibeli, karena stok habis. Wak dan Bing harus menunggu sebulan untuk mendapatinya.
Permasalahan paling rumit adalah lamanya pengurusan surat izin usaha oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman. Wak dan Bing harus menunggu hampir empat bulan lama pengesahan surat. Sebelum akhirnya benar-benar bisa dilakukan renovasi atas tempat usaha.
Nah ini yang namanya SUKSES berkat kegigihan tiada henti.
Tapi perjalanan baru sejengkal terjadi. Usai problem izin rampung, masalah berikutnya adalah melakukan dekorasi ulang dan renovasi terhadap kios. Untuk hal ini Wak dan Bing mempercayakannya kepada Misty, arsitek muda yang juga rekan sekelas Bing di lembaga bahasa IFI Yogyakarta.
Seperti biasa, ide yang diinginkan terkadang tidak berjalan mulus ketika dijalankan. Untuk mencari bahan material murah tapi berkualitas baik ternyata tidak mudah. Wak, Bing dan Misty harus melihat alternatif lain agar ide yang dicanangkan dalam cetak biru rancangan si arsitek muda ini terealisasi.
Tidak jarang, ketiganya bertualang dari satu toko listrik ke toko listrik lain untuk mendapatkan barang tertentu. Kerap juga mencari antartoko bangunan dan toko cat demi mendapat harga yang sesuai budget.
Setelah wira-wiri, beli ini beli itu, lobi tukang cat dan listrik demi merealisasikan ide ini, akhirnya kedai Kopi Yuk! siap meluncur.
Inilah SUKSES berikutnya. Wak dan Bing berhasil mengaplikasikan apa yang mereka bincangkan lima bulan lalu.
Dan kini, perjalanan baru saja dimulai. Pekerjaan rumah berikutnya adalah, bagaimana melayani pengunjung sepenuh hati. Bagaimana menjaga ritme dan emosi masing-masing untuk merawat brand yang baru saja lahir ini. Semoga letupan-letupan SUKSES muncul.
Labels:
atma jaya,
bing,
kopi,
Kopi Yuk,
sukses,
wak,
warkop diy,
yogyakarta
Tuesday, November 21, 2017
Si Sachet Kampret
2010
Namanya mahasiswa tujuan utamanya adalah belajar dan lulus. Pekerjaan pertama sebagai barista di Djendelo cukup 9 bulan. Gimana dengan uang liburan ke Bali-nya? Cerita paitnya adalah saya ditolak oleh gadis yang saya taksir. Tapi tidak apa-apa. Uangnya tetap terkumpul dan digunakan untuk hal yang lebih mulia, yaitu penelitian skripsi di Bali.
Setelah lulus dari Djendelo Coffee & Tea, saya tidak penah minum kopi lagi karena trauma dengan naiknya asam lambung. Akibatnya harus merasakan dinginnya dinding rumah sakit beberapa hari karena kopi sachet yang jadi teman begadang untuk menyelesaikan skripsi.
Usut punya usut, ternyata kopi sachet tidak cocok untuk sebagian lambung manusia. Sejak saat itu saya tidak pernah minum kopi lagi. Sampai suatu ketika saya bertemu salah seorang barista yang bekerja di sebuah Hotel berbintang di Jogja. Dia menjelaskan dari dua jenis kopi yang sering dinikmati (arabika dan robusta) salah satunya aman untuk penderita sakit maag.
Barista yang saya lupa namanya itu menyarankan lebih baik konsumsi kopi jenis arabika karena cukup aman untuk lambung dan tentu saja menyetop kopi sachet. Dari penjelasan yang sedikit saya ingat itu akhirnya saya memberanikan memesan cappuccino (kopi susu). Si barista memberikan kartu nama yang sekarang sudah tidak berjejak keberadaannya. Saya ingat betul dia berkata seperti ini, "Nanti kalau ada masalah sama asam lambung karena minum kopi dari saya, saya berani tanggung jawab mas."
2 hari berlalu tidak terasa.
Kesimpulannya: tidak ada masalah lagi dengan lambung. Saya langsung menghubungi mas barista itu untuk mengabarkan saya baik-baik saja. Jadi saya sudah membuktikan kampretnya si sachet. Gimana denganmu? Masih mau minum kopi sobek?
Terima kasih mas barista yang sekali lagi saya lupa namanya.
Monday, November 20, 2017
Minum Kopi Bikin Panjang Umur?
Belum lama ini, sekitar 6 menit lalu, saya membaca artikel kesehatan mengenai kopi di sebuah situs berita riset internasional. Tulisan tersebut menjelaskan adanya hubungan mengonsumsi kopi dengan rendahnya risiko kematian dini. Ah, yang bener?
Studi yang dilakukan Universitas Navarra di Spanyol menemukan tingkat konsumsi kopi yang tinggi berkaitan erat dengan rendahnya risiko kematian dini. Tim peneliti menemukan partisipan yang meminum kopi empat gelas per hari memiliki risiko kematian dini lebih rendah daripada partisipan yang tidak pernah meminum kopi.
Penelitian yang dimulai sejak 1999 ini mengikutsertakan hampir 20 ribu partisipan dari lulusan beberapa universitas di Spanyol. Niat banget yak? Kemudian para partisipan dicek kembali setelah 10 tahun. 337 Partisipan di antaranya meninggal dunia.
Dr Adela Navarro mengatakan, "Kami menemukan hubungan terbalik* antara mengonsumsi kopi dan risiko kematian umumnya di kalangan partisipan usia 45 tahun dan ke atas. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya asosiasi protektif yang kuat di antara mereka."
Penelitian tersebut juga merekomendasikan untuk meminum empat gelas kopi per hari sebagai langkah untuk memulai hidup sehat. Nah, sekarang sudah percaya kan? Sruput kopi yuk mulai hari ini. :)
*Semakin tinggi mengonsumsi kopi, maka semakin rendah risiko kematian, begitu pula sebaliknya
Sumber: Sciencedaily.com
Friday, November 17, 2017
Malam? Enaknya nge-Bir
Bingung gak sama judulnya?
Sengaja, biar kontroversial :D
Beberapa waktu lalu saya berkesempat ke Eropa dan beberapa negara di sana. Gak mau ketinggalan donk, saya coba jamah ke beberapa coffee shop. Di Eropa menu kopi itu wajib ada di semua restoran. Tidak tanggung-tanggung semua restoran di sana punya mesin kopi yang gede. Bahkan di mini market tiap pom bensin yang saya singgahi saat Euro Trip pasti ada mesin kopi besar. Dalam benak, di Eropa semua orang yang kerja di restoran atau mini market pasti barista kopi. Kagum donk.
Lucunya, ternyata si pembuat kopi tidak serius-serius banget untuk membuat secangkir espresso. Tidak jarang saya menjumpai pembuat kopi tanpa ada teknik tamping (teknik menekan bubuk kopi ke dalam wadah berbentuk silinder/porta filter agar materi kopi padat, ini syarat utama untuk menghasilkan ekstraksi espresso secara sempurna).
Jadi, begitu kopi memenuhi porta filter, lalu dipasangkan ke group head (bagian mesin espresso yang disambungkan ke porta) Entah mereka malas atau tampernya (alat untuk melakukan teknik tamping) hilang dicolong tikus. Haha. Tapi ya sudahlah, yang penting kopi yuk.
Perjalanan itu membuat saya mengklasifikasikan dua karakter coffee shop. Kedai kopi niat dan jenis kafe yang penting ngopi. Kriteria pertama, tempat yang memiliki teknik seduh dengan menggunakan mesin kopi, umumnya menggunakan beberapa pilihan biji single origin (asal mula tempat kopi berasal) minimal dua, dan manual brewing (salah satu teknik menyeduh kopi secara manual tanpa mesin), terutama menu kopi filter (sajian kopi dengan disaring, tanpa ampas). Sedangkan karakter kedua adalah coffee shop dengan mengandalkan mesin kopi.
Paragraf berikut ini akan menjawab judul di atas. Yaitu mengenai jam operasional kafe di sana. Semua coffee shop yang saya kunjungi paling cepat buka jam sembilan pagi dan tutup pada jam 3 sore.
Mengapa? Selain karena standar operasional di sana, ternyata ada penelitian yang menyebutkan waktu paling efektif untuk minum kopi itu ada pada jam 9.30 pagi sampai 11.30 siang. Pada jam tersebut hormon kortisol dalam tubuh sedang rendah. Hormon pengendali stres ini justru perlu mendapat perhatian khusus, karena semakin rendah kadar kortisol, stres akan meningkat.
Jadi, minum kopi membantu mengurangi risiko stres.
Karena cairan kopi mencegah si kortisol dalam tubuh menurun.
Lalu bagaimana dengan bir? Oke itu hanya gurauan seorang barista sekaligus owner Bahasa Kopi di bilangan Mrican, Gilbert Sandy. Ketika saya coba berkunjung ke Bahasa Kopi, ada pelanggan yang bertanya, "Kenapa gak buka sampai malam mas?" Gilbert gampang saja bilang, "Kalo malam enaknya nge-bir mas, biar lebih rileks."
Jadi, kamu minum kopi berapa cangkir sehari dan jam berapa?
Di mana? Kopi Yuk! donk pastinya.
Mampir yes!
Labels:
bir,
coffee shop,
Eropa,
espresso,
Euro Trip,
group head,
kopi,
kopi filter,
kortisol,
porta filter,
stres,
tamping
Monday, November 13, 2017
Beberapa Langkah Lagi Kopi Yuk!
Ini adalah cerita tentang terwujudnya kedai kopi sederhana yang kami sepakat memberikan nama Kopi Yuk! Alasan kami memberi nama Kopi Yuk bisa kamu baca di artikel sebelah kalau sudah di-upload.
Cerita dimulai dari sebuah pertemuan dan kesepakatan yang singkat.
Tahapan selanjutnya adalah membuat budgeting, menu, dan tempat. Kebetulan kami benar-benar membagi dua job description. Saya mengurusi konten kopi dan Hendy sebagai management bisnis kedai ini. Terdengar familiar sekali dengan pembagian kerja ini. Yes Betul! mirip Ben & Jody di film Filosofi Kopi, tapi mungkin kami versi super sederhana dan anti repot-repot.
Keinginan untuk membuka kedai kopi sederhana ini sebetulnya sudah diceritakan kepada teman-teman dekat kami. Sayangnya kami terhambat dengan birokrasi penyewaan tempat. Maklum, kami berurusan dengan lembaga pemerintahan. Harapan ke depan adalah tidak ada masalah dengan usaha dan kami juga punya ijin usaha yang jelas. Tapi tidak apa-apa semuanya sudah beres.
Renovasi jadi tantangan berikutnya setelah semua alat yang kami perlukan untuk menyeduh terbeli sesuai harapan. Dengan bantuan dari seorang arsitek muda, Misty yang menerjemahkan obrolan seru menjadi sebuah gambar. Dia mampu membuat kami berdua takjub dengan konsepnya.
Sejak artikel ini ditulis, langkah kami tinggal sedikit lagi untuk seduhan pertama di kedai Kopi Yuk! yang sederhana.
"Bangun! Berhenti mimpi."
Labels:
anti repot-repot,
Ben,
Filosofi Kopi,
Jody,
kedai kopi,
kopi,
Kopi Yuk
Saturday, November 11, 2017
Pasar Sagan 2: Sekuel Berlanjut
Akhir-akhir ini Jogja rutin diguyur hujan deras. Tidak hanya itu, banyak kejadian unik mewarnai pekan kedua November. Apa saja?
Timeline media sosial saya dalam seminggu ini penuh hujan kritikan warganet kepada ujaran Sandiaga Uno yang konon susah dimengerti maksudnya. Begitu saya lihat video dan transkripsi ucapan beliau, saya sepakat dengan netizen bahwa untuk dapat mengerti ucapan Wagub DKI Jakarta tersebut hanya bisa disaingi dengan sulitnya mengetahui arti di balik kata-kata "oh", "terserah", "ya makasih", "ok" yang kerap dilontarkan kaum hawa.
Kejadian lain, baru-baru ini saya melewatkan minggu menegangkan ujian tingkat kelulusan untuk bahasa Perancis. Menegangkan karena ya jelas lah ya...namanya juga 'ujian' bukan 'simulasi' atau 'tes persiapan'. Sempat pesimis karena saat sesi compréhension de l'orale (ujian sesi listening dalam bahasa Perancis), banyak soal yang tidak saya jawab. Waktu itu rekaman audio sangat tidak jelas terdengar, karena penutur berbicara melalui telepon. Sehingga banyak bunyi-bunyian mengganggu ujaran si pembicara. Yah, apa boleh buat...saya berusaha sebaik mungkin di tiga sesi setelahnya.
Pasar Sagan gan!
Berikutnya, saya dan luak a.k.a Radit berpartisipasi kembali dalam pasar organik bertajuk Pasar Sagan pada 11 November 2017 lalu. Barang jualan kami masih sama: kopi. Belum berubah jadi durian atau Tinospora Cordifolia alias brotowali. Ini keikutsertaan kami yang kedua. By the way, pasar ini diselenggarakan rutin dua minggu sekali tiap hari Sabtu di IFI-LIP Sagan Yogyakarta. Silakan mampir buat yang tertarik mencoba kreasi organik, karena pelapak dan pilihan produk di sini lumayan banyak. Semua bisa kemari, tapi catatannya satu, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.
Kami juga kedatangan tamu istimewa, Diki. Dia istimewa karena ingin diistimewakan, haha ora dink. Dia adalah seorang fotografer handal dan berbakat. Kemampuan memotretnya tak perlu diragukan. Begitu datang, senjata andalan Nikon-nya langsung dia gunakan dan bidik pada tiap momen yang menurut pria bernama belakang 'Gumelar' ini mantap bin cihuy. Aktivitas kami selama membuat kopi, berinteraksi dengan pembeli dia potret.
Pada kesempatan kali itu, konten yang kami bawa masih sama dengan dua pekan sebelum ini. House Blend Kalingga, Temanggung, dan Gayo.
Nah ok kita sudahi soal Pasar Sagan. Lapak kami di Taman Kuliner Condong Catur menjelang buka. Saat ini kami masih dalam tahap renovasi ini-itu. Beberapa kebutuhan kayu dan tanaman masih kami cari dan lengkapi. Barang-barang kecil tapi penting, kadang terlewat dan belum kami beli.
Kami tahu kalian sudah tak sabar :p Jika tak ada jamur pada biji kopi (perumpamaan untuk menggantikan idiom yang sudah terlalu sering dipakai: jika tak ada aral melintang), kami buka minggu depan :) Ketika waktu itu datang, mari kemari, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.
Tabik!
Timeline media sosial saya dalam seminggu ini penuh hujan kritikan warganet kepada ujaran Sandiaga Uno yang konon susah dimengerti maksudnya. Begitu saya lihat video dan transkripsi ucapan beliau, saya sepakat dengan netizen bahwa untuk dapat mengerti ucapan Wagub DKI Jakarta tersebut hanya bisa disaingi dengan sulitnya mengetahui arti di balik kata-kata "oh", "terserah", "ya makasih", "ok" yang kerap dilontarkan kaum hawa.
Kejadian lain, baru-baru ini saya melewatkan minggu menegangkan ujian tingkat kelulusan untuk bahasa Perancis. Menegangkan karena ya jelas lah ya...namanya juga 'ujian' bukan 'simulasi' atau 'tes persiapan'. Sempat pesimis karena saat sesi compréhension de l'orale (ujian sesi listening dalam bahasa Perancis), banyak soal yang tidak saya jawab. Waktu itu rekaman audio sangat tidak jelas terdengar, karena penutur berbicara melalui telepon. Sehingga banyak bunyi-bunyian mengganggu ujaran si pembicara. Yah, apa boleh buat...saya berusaha sebaik mungkin di tiga sesi setelahnya.
Pasar Sagan gan!
Berikutnya, saya dan luak a.k.a Radit berpartisipasi kembali dalam pasar organik bertajuk Pasar Sagan pada 11 November 2017 lalu. Barang jualan kami masih sama: kopi. Belum berubah jadi durian atau Tinospora Cordifolia alias brotowali. Ini keikutsertaan kami yang kedua. By the way, pasar ini diselenggarakan rutin dua minggu sekali tiap hari Sabtu di IFI-LIP Sagan Yogyakarta. Silakan mampir buat yang tertarik mencoba kreasi organik, karena pelapak dan pilihan produk di sini lumayan banyak. Semua bisa kemari, tapi catatannya satu, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.
Kami juga kedatangan tamu istimewa, Diki. Dia istimewa karena ingin diistimewakan, haha ora dink. Dia adalah seorang fotografer handal dan berbakat. Kemampuan memotretnya tak perlu diragukan. Begitu datang, senjata andalan Nikon-nya langsung dia gunakan dan bidik pada tiap momen yang menurut pria bernama belakang 'Gumelar' ini mantap bin cihuy. Aktivitas kami selama membuat kopi, berinteraksi dengan pembeli dia potret.
Pada kesempatan kali itu, konten yang kami bawa masih sama dengan dua pekan sebelum ini. House Blend Kalingga, Temanggung, dan Gayo.
Kalingga menjadi yang terlaris hari Sabtu kemarin.Mungkin ada hubungan pilihan biji kopi dari pembeli dengan suasana langit mendung dan hujan malu-malu saat itu.
Nah ok kita sudahi soal Pasar Sagan. Lapak kami di Taman Kuliner Condong Catur menjelang buka. Saat ini kami masih dalam tahap renovasi ini-itu. Beberapa kebutuhan kayu dan tanaman masih kami cari dan lengkapi. Barang-barang kecil tapi penting, kadang terlewat dan belum kami beli.
Kami tahu kalian sudah tak sabar :p Jika tak ada jamur pada biji kopi (perumpamaan untuk menggantikan idiom yang sudah terlalu sering dipakai: jika tak ada aral melintang), kami buka minggu depan :) Ketika waktu itu datang, mari kemari, jangan lupa bawa duit! Dompet boleh ditinggal.
Tabik!
Labels:
biji kopi,
Condongcatur,
gayo,
House Blend,
IFI,
kalingga,
kopi,
Luak,
pasar sagan,
Perancis,
sandiaga uno,
Taman Kuliner,
Yogya
Subscribe to:
Posts (Atom)